Kelahiran Yesus adalah cikal-bakal lahirnya “Energi Cinta universal”.
Berkat-Nya kita sudah menerima cinta itu. Karena itu, berilah Cintamu kepada
sesama dan Tuhan seutuhnya. Andaikan kita tidak menerima dan memberi cinta
secara utuh, kita akan tetap tinggal sendirian, jiwa menjadi tandus dan
kematian psikis akan menanti kita.
Cinta merupakan kunci untuk menerangkan
konsep kecenderungan manusia untuk bersatu, berdamai, berada dan bermartabat.
Konsep bermoral ini terwujud jika integritas pihak tertentu mencapai
kematangan. Sebab individu yang telah mencapai kematangan integritas pasti
meperjuangkan nasib dan hak hidup manusia lain. Dengan demikian ia mencapai
jati diri sesungguhnya yakni manusia universal. Energi cinta universal
terealisasi karena adanya orang lain yang harus dicintai seutuhnya. Ya, jikalau
kita lihat cinta dari materi dan organisme yang sederhana, perumusannya adalah
persatuan yang kompleks dari bagian-bagian menjadi kebulatan, tanpa bagian
tertentu kehilangan kebulatan dirinya. Mengapa harus bulat atau bersatu? Itulah
misteri energi cinta yang melekat pada manusia. Energi cinta individu harus
bersatu dengan energi cinta individu
yang lain. Sehingga di situ nampak gambaran energi cinta universal yang absolut.
Sebab energi cinta universal adalah pemberian jiwa dan raga secara utuh kepada
dunia atas dasar kesadaran absolut.
Definisi cinta yang sering kita dengar dan amat menonjol di
kalayak adalah hanya dalam bentuk penyerahan jiwa dan raga antara pria dan
wanita (suami – istri). Tetapi jika cinta berhenti di situ, ekslusif dan
menyendiri, ia akan kering juga. Menurut Teilhard,
“cinta baru mencapai titik kesempurnaannya jika ia membuka diri untuk dunia dan
umat manusia seluruhnya” (Asal dan tujuan
manusia hal.132). Di mana justru ia menjadi manusia universal. Menjadi
manusia universal berarti memeluk (mencintai) dunia. Dengan memeluk dunia ia
memeluk Tuhan sendiri. Titik inilah yang disebut oleh Teilhard sebagai titik Omega.
Filsuf Rusia, Solovjev,
berkata dalam bukunya yang berjudul “Makna
Cinta”. Jika seseorang menaruh cinta pada dunia “ia terlempar ke luar dari cinta diri dan
ekslusif.” Ia mulai hidup untuk orang lain. Menyalurkan energi cintanya secara
utuh untuk melayani serta memanusiakan manusia lain yang membutuhkan. Penyerahan
batin ini digambarkan pula secara indah oleh “Mother Theresa dari Kalkuta” dengan teladan pelayanannya di India.
Di sana ia mewartakan energi cintanya secara nyata kepada kaum miskin dan
tertindas. Mereka yang hidup di pingiran kota, pasar, jalan-jalan, tempat
sampah dan kolong jembatan. Mother Theresa mengumpulkan mereka, memberi makan
dan merawat mereka dengan kasih. Ia ingin agar orang-orang itu memiliki hidup
dan bagi mereka yang mendekati ajal supaya mereka meninggal sebagai manusia
yang bermartabat. Energi cinta Mohter Theresa sungguh-sungguh diwujudkan demi
pemulihan martabat manusia. Kisah suka-duka hidup pelayanannya yang bermartabat
itu dapat diumpamakan dengan kisah cinta yang digambarkan William Shakespeare dalam kisah Romeo dan Juliet. Di mana seakan-akan
si pencinta kehilangan diri. Tetapi di situlah justru ia menemukan diri. Mather
Theresa pun seringkali dihina, dimarahi, diancam dan diusir. Di sini Mother
Theresa sebagai manusia, tentu mengalami ketidak berdayaan dan kehampaan
diri. Tetapi demi cintanya kepada sesama
dan Tuhan ia tetap bertahan dan terus berjuang hingga akhirnya berhasil
mengkokohkan Energi Cintanya sebagai “Cinta Universal yang hidup”. Sehingga
cintanya selalu kita kenang sepanjang masa.
Penulis Spayol yang terkenal, Jose Ortega Gasset, memberikan pula buah renungannya tentang makna
mendalam dari energi cinta universal. Dalam essaynya yang berjudul “ON LOVE”. Menurutnya: “di kedalaman
sanubarinya, seorang pecinta merasa dirinya bersatu tanpa syarat dengan obyek dari cintanya. Persatuan itu bersifat kebersamaan yang mendasar dan
melibatkan seluruh eksistensinya. Si pecinta sendiri tidaklah akan kehilangan
pribadinya dalam aliran energi cinta tersebut. Malahan pribadinya akan
diperkaya dan dibebaskan.” Cinta dengan
begitu merupakan pintu bagi manusia untuk menjadi diri sendiri yang sempurna.
Dalam diri kita masing-masing menyimpan potensi untuk
mencintai dunia. Ini merupakan bekal yang berharga dalam perkembangan
integritas kita sebagai orang-orang yang dipanggil, dibaptis dan menjadi
Kristiani. Apa lagi sebagai anggota dan calon tenaga inti Gereja? Anggota
tenaga inti Gereja yang dimaksud adalah Hierarki Gereja (Paus, para Uskup,
Imam, Diakon) dan awam (Biarawan-biarawati/Bruder Suster) serta calon-calonya.
Sedangkan anggota Gereja yang dimaksud adalah seluruh umat Kristiani. Jadi, pengertian
cinta yang ingin kita hidupi adalah cinta universal yang berenergi. Energi
adalah daya kekuatan yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses aktifitas
pelayanan amal kasih. Pengertian energi cinta universal selalu bertalian dengan
keaktifan yang memancar dari diri kita sebagai prinsip hidup. Hanya dengan
keaktifan untuk membuka diri terhadap dunia dan melompat ke dalamnya,
potentensi cinta itu terwujud secara nyata. Cinta sebagai energi berarti
berbuat, bertindak, mengambil prakarsa untuk memanusiakan orang lain dan melalui
ini menemukan jati diri kita sebagai anggota dan tenaga inti Gereja (Umat
Allah). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Mother Theresa dengan kesaksian
pelayanan hidup yang berarti itu. Penghargaan-penghargaan nobel kemanusiaan
yang disandang Mother Theresa adalah buah dari Energi Cinta Universal dan
puncak dari kematangan integritasnya.
Saudara terkasih mari sekarang kita arahkan perhatian ke
kandang Betlehem. Karena Energi Cinta Unifersal yang telah kita maknai dalam cerita
di atas bersumber dari kandang itu. Bersumber dari Yesus yang “LAHIR” di
kandang Betlehem. Kehadiran Yesus di sana sungguh-sungguh memancarkan “Sinar Cinta
Allah” yang amat besar ke dunia. Maka para malaikat pun memuji Allah dengan
berseru “Kemuliaan Bagi Allah di Surga....”. Cinta Allah adalah cinta universal
yang berenergi. Cinta yang tak ada batasnya. Dan, Cinta Allah ini sudah dicurahkan kepada dunia melalui Yesus. Karena
cinta, KeAllahan Yesus terlempar ke luar dari cinta diri dan ekslusif untuk
memanusiakan manusia di hadapan Bapa-Nya. Cinta inilah yang setiap tahun kita
rayakan dan Tahun 2012 ini pun kita hendak merayakannya. Mengapa harus selalu
dirayakan? Karena peristiwa kelahiran Yesus mengubah dunia kegelapan menjadi
dunia yang penuh dengan “Cinta Kasih” (terang). Di setiap hati kita telah diterangi
dengan cinta horisontal dan vertikal. Cinta horisontal adalah perwujudan cinta
antara sesama manusia. Di sini kita diajak untuk mengasihi sesama sama seperti
diri kita sendiri. Sebab hanya dengan demikian ada jaminan untuk saling
mengasihi, menjalin persaudaraan dan kedamaian. Ini adalah nilai-nilai hakiki
yang bersumber dari Allah sendiri. Ajakan untuk berbuat nilai-nilai hakiki tersebut
pertama-tama supaya manusia kembali kepada Allah dan masuk dalam kebahagiaan
(diri-Nya). Cinta vertikal dalam konteks ini adalah cinta yang bergaris lurus
dari bawah ke atas. Cinta dari manusia kepada Allah. Kita diajarkan oleh Dia
yang hadir untuk mencintai Allah dengan sekuat tenaga, akal budi dan dengan
hati. Artinya kita mencintai Allah tidak stengah-setengah tetapi seutuhnya. Selalu
berusaha membangun hubungan harmonis dengan Allah. Dalam hidup ini, kita dituntut
prioritaskan keutamaan-keutamaan yang akan mendekatkan kita kepada Allah. Sarana
yang amat menjamin adanya hubungan harmonis itu adalah “DOA”. Dengan berdoa
kita dapat komunikasikan pergumulan hidup kita, bersyukur dan memuliakan Allah.
Melalui doa pula kita dapat mendengar dan menemukan kehendak Allah. Sehingga
prinsip hidup kita memperlihatkan hubungan yang harmonis antar sesama dan
dengan Tuhan sendiri. Titik inilah yang dikehendaki Allah bagi kita dalam Diri Yesus
yang telah Lahir di Kandang Betlehem. Titik tersebut juga mencerminkan Energi Cinta
Universal yanh luhur. Itulah rahasia Allah yang kita timbah dari Yesus yang
terlahir. Kelahiran Yesus bagi kita adalah suka-cita, kegembiraan, kasih sayang
dan cinta yang menghidupkan. Karena itulah, kini di setiap hati kita terasa dihiasi
warna-warni dan pernak-pernik Natal.
Natal adalah peristiwa kenangan kehadiran Yesus
di kandang Betlehem. Peristiwa yang merupakan sumber dari pemenuhan kebutuhan Rohani
dan jasmani bagi dunia. Pada Yesuslah umat manusia menimbah segala kekuatan
yang dibutuhkan jiwa dan raga.
Pemahaman cinta yang kami kutip dari para imuwan dan
Mother Theresa yang mengagumkan dalam cerita di atas bersumber dari Allah dalam
diri Yesus. Dengan caranya sendiri mereka timbah dari pada-Nya serta menumbuhkannya.
Mother Theresa pun sungguh menerima dan memeluk Cinta itu secara total. Atas
dasar cinta kepada Allah dan manusia ia melayani. Karena itu, di sana ia
melihat “Waja Yesus” dalam diri sesama yang ia layani. Sehingga pada akhirnya ia
merasa puas dan menemukan diri yang sesungguhnya. Semoga teladan mother Theresa
dan kelahiran Yesus mendorong dan membantu kita untuk mencintai sesama dan
Tuhan secara utuh.
By: Fr. Yeheskiel Belau
Keuskupan Timika