Video Of Day

Subscribe Youtube

Monday, 7 March 2016

KEGIATAN PERSIAPAN REKONSILIASI KAMPUNG (WITOGAI KAMUU) DI PAROKI ST. FRANSISKUS OBANO


Oleh Fr Yeskiel Belau

Pastor dan umat Paroki St. Fransiskus Obano telah siap mengadakan upacara Rekonsiliasi Kampung (Witogai Kamuu). Pastor Paroki, Pastor Sebastianus Pr. yang akrab disapa umatnya dengan nama Maipai, bersama umatnya sudah mulai siap untuk mengadakan upacara Witogai Kamuu Kampung. Persiapan upacara ini telah terungkap dalam pelaksanaan sosialisasi tentang rencana pelaksanaan upacara itu dari Kampung ke Kampung, Stasi ke Stasi, Kombas ke Kombas dan selanjutnya melaksanakan Kegiatan Pekan Olah raga, Seni dan Basar (Porseni Bas) di tingkat Stasi maupun Paroki. Pelaksanaan Sosialisasi dan kegiatan Porseni Bas ini sudah dilaksanakan sejak 31 Desember 2015 – 29 April 2016.

 Pengantar

Dalam Tahun Karahiman Ilahi ini, kami umat Paroki St. Fransiskus Obano bersama Pastor Paroki telah merencanakan Rekonsiliasi Kampung. Rekonsiliasi Kampung yang telah kami rencanakan ini akan diselenggarahkan pada Tanggal 3 – 9 April 2016, yang juga bertepatan dengan hari-hari Kerahiman Ilahi. Oleh karena itu, kami sudah lalui tahapan persiapannya. Maka dalam tulisan ini, kami akan seringkan pengalaman kami selama melakoni kegiatan persiapan Rekonsiliasi Kampung, yang biasa kami sebut dengan nama Witogai Kamuu. Sejalan dengan sering pengalaman ini, dalam tulisan ini kami akan awali dengan latar belakang dan selanjutnya akan ditampilkan goresan pengalaman kami mengikuti kegiatan Porseni Bas, sebagai kegiatan persiapannya. 
 
Latar Belakang  

Sejak semula Allah menciptakan manusia Kudus secitra dengan-Nya (Kej. 1:27). Kenyataan citra Allah yang seharusnya ada dan melekat dalam diri manusia ini, semakin pupus dari dalam diri manusia itu sendiri. Sehubungan dengan hal ini, kami suku bangsa Mee juga menyadari bahwa sejak semula Ugatamee telah menciptakan kami secitra dengan-Nya. Namun kenyataan hidup kami sejauh ini, jarang memperlihatkan kekudusan itu. Maka kami bertanya-tanya; apa dan bagaimana semua ini bisa terjadi? Pertanyaan ini dan kerinduan kami kembali ke kekudusan, memicu semangat kami (masyarakat Paniai Barat secara umum dan secara khusus umat Katolik Paroki St. Fransiskus Obano) untuk merencanakan dan melangsungkan upacara Witogai Kamuu. Sehingga melalui upacara ini kami dapat membersihkan diri dari dosa-dosa, baik dosa kami terhadap sesama, leluhur, alam maupun terhadap Ugatamee sendiri. Demikian penjelasan Bapak Dewan Paroki, Paroki St. Fransiskus Obano, Bapak Leo Utii, saat ditanyai mengenai latar belakang Witogai Kamuu yang sedang disiapkan itu (17 Januari 2016).   


Sejalan dengan penjelasan itu, Pewarta tua, Bapak Willem Boma menambahkan bahwa dasar pemikiran menguduskan diri dari dosa-dosa dengan jalan Witogai Kamuu ini adalah tradisi leluhur kami orang Mee. Dahulu leluhur kami selalu mengadakan upacara Witogai Kamuu, jika mereka merasa bahwa dalam hidupannya tidak harmonis; seperti hidup tidak aman karena perang suku, kematian meningkat oleh karena penyebaran penyakit menular, bencana alam terjadi di mana-mana, pencurian dan pemerkosaan meningkat serta ditambah lagi dengan masalah-masalah lainnya, seperti; hasil kebun dan ternak tidak memberikan hasil yang memuaskan. Kenyataan hidup seperti ini diyakini oleh leluhur sebagai kenyataan hidup yang harus diperbaiki dengan upacara Witogai Kamuu. Leluhur mengadakan upacara ini dengan maksud memperbaiki relasi mereka dengan sesama, leluhur, alam dan dengan Ugatamee. Sehingga Ia mengembalikan keharmonisan hidup (kekudusan) mereka itu. Oleh sebab itu, kami sebagai generasi dari leluhur, berpikir bahwa kenyataan hidup kami saat ini juga harus diperbaik lewat upacara Witogai Kamuu.  

Selanjutnya Pewarta Paroki, Bapak Petrus Keiya menjelaskan tentang kenyataan hidup mereka sejauh ini di Paniai Barat secara singkat bahwa; kenyataan hidup kami yang menurut kami harus diperbaiki secara garis besar adalah generasi muda kami banyak yang meningal dunia, masalah-masalah keluarga seperti penceraian juga meningkat, permusuhan dan dendaman antar sesama, bahkan antar saudara kandung pun semakin meninggi, orang semakin menjauh dari Gereja serta banyak masyarakat selalu menebang pohon-pohon yang baru tumbuh di perbukitan ini hingga habis, untuk dijual ke pedagang. Selain itu, hampir sebagian besar masyakat yang masih produktif di Paniai Barat ini sudah terjerumus ke dalam permainan togel, permaian judi, kemabukan dan pergaulan bebas yang terselubung juga ada. Kemudian hal lain yang harus diperbaiki juga adalah proses pendidikan dan Pemerintahan Distrik – Kampung – RT – RW di Paniai Barat yang belum berjalan baik. Saya sebagai pewarta percaya bahwa hal-hal ini akan berpengaruh besar pada masa depan daerah ini.  

Pergumulan para tokoh umat tersebut dibahas dan akhirnya menjadi program kerja Tim Pastoral Paroki St. Fransiskus Obano. Sebagai perealisasian program kerja ini, Timpas pernah mengumpulkan semua tokoh adat, agama dan pemerintah setempat untuk menyampaikan Witogai Kamuu sebagai jalan terbaik untuk keluar dari semua masalah yang mereka hadapi. Mengenai hal ini, sekretaris dewan Paroki, Vitalis Pigai, menjelaskan bahwa penyampaian tentang Witogai Kamuu sebagai jalan terbaik untuk menuju kekudusan diri itu telah dilakukan pada tanggal 1 Desember 2015 kepada semua pihak. Namun oleh karena terjadi perbedaan pendapat di antara peserta yang hadir, maka Timpas telah memutuskan bahwa Witogai Kamuu akan tetap diadakan bagi umat Paroki setempat, tetapi pihak Timpas juga tetap terbuka untuk menerima sesama dari agama tetangga dan marga-marga yang mau bergabung untuk mengalami pembersihan diri, keluarga, marga, suku bangsa dan kampung lewat Witogai Kamuu.  

 Bertolak dari latar belakang dan keputusan Timpas yang telah dikemukakan di atas, Timpas Paroki St. Fransiskus Obano semakin memperkuat barisannya dengan pembentukan panitia Rekonsiliasi Kampung pada 30 Desember 2015. Setelah pembentukan panitia, bagaimana persiapan selanjutnya bersama panitia terpilih? Selanjutnya akan dijelaskan kegiatan persiapan Witogai Kamuu yang telah dilakukan oleh panitia terpilih bersama umat Katolik asal Paroki St. Fransiskus Obano, yang terdiri dari empat stasi, yakni; Stasi Bado, Stasi Moma, Satasi Epabutu dan Stasi Waipa. 
 
Kegiatan Persiapan Upacara Witogai Kamuu

Kegiatan Persiapan upacara Witogai Kamuu telah diawali dengan pertemuan Timpas dan panitia terpilih pada 31 Desember 2015, di Emawaa Maipai Wiyai. Dalam pertemuan ini, peserta pertemuan berhasil memutuskan beberapa hal. Yang pertama, Witogai Kamuu tetap diadakan dalam waktu yang dekat dan Witogai Kamuu yang akan diakan itu ditetapkan sebagai Witogai Kamuu Kampung. Kedua, sosialisasi Witogai Kamuu Kampung harus dilakukan dalam satu Minggu kepada umat yang ada di empat Stasi. Ketiga, pencarian dana untuk biaya upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah dilakukan bersamaan. Keempat, kegiatan yang perlu dijadikan sebagai jalan terbaik untuk mendatangkan dana adalah Porseni Bas, yang di dalamnya memuat kerja bakti bersama. Kelima, dana wajib yang dibebankan kepada masing-masing Stasi adalah sebesar Lima Juta Rupiah. Keenam, pencarian dana wajib ini berlangsung dalam kegiatan Porseni Bas bersama dengan Timpas, panitia terpilih dan semua umat Paroki St. Fransiskus Obano. Ketujuh, kegiatan Porseni Bas adalah salah satu jalan untuk mendatangkan dana, maka akan diadakan di masing-masing Stasi dan terakhir diadakan di tingkat Paroki. Kedelapan, lamanya waktu Porseni Bas adalah tiga (3) hari, kecuali di tingkat Paroki. Kesembilan, Timpas dan panitia mesti sepakati, tetapkan dan prin out kalender seluruh kegiatan persiapan Witogai Kamuu Kampung hingga pada puncak upacara. Kesepuluh, Litugi dalam seluruh kegiatan persiapan Witogai Kamuu Kampung dipercayakan kepada para Pewarta dan Pastor Paroki dengan tema; “Witogai Kamuu Sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup”.

 Selanjutnya Timpas dan panitia terpilih menjadikan keputusan-keputusan itu sebagai pengarah dalam mendagingkannya. Dalam upaya mendagingkan keputusan-keputusan tersebut, kami telah awali dengan sosialisasi Witogai Kamuu Kampung mulai dari Stasi Epabutu, Stasi Waipa, Stasi Bado dan Stasi Moma. Materi sosialisasi yang telah disampaikan saat itu adalah tentang kenyataan hidup masyarakat Paniai Barat saat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang di atas. Maka itu, Timpas bersama panitia telah berusaha mengajak semua warga Paniai Barat secara umum dan secara khusus semua umat Katolik untuk memaknai Tahun Kerahiman Ilahi ini dengan menguduskan diri, keluarga, marga, suku bangsa dan Kampung dari dosa-dosa pribadi, dosa-dosa leluhur dan dosa-dosa kampung dengan Witogai Kamuu Kampung. 

Hasil yang telah diperoleh dari sosialisasi ini adalah bahwa semua umat menerima materi itu dengan baik serta menyatakan kesediaan mereka untuk mengikuti seluruh proses persiapan yang telah ditetapkan Timpas dan Panitia. Kesediaan mereka ini direlaisasikan dengan mengikuti semua kegiatan Porseni Bas yang diadakan panitia di semua Stasi yang ada di Paroki St. Fransiskus Obano. Pelaksanaan kegiatan Porseni Bas yang melibatkan semua umat dari empat Stasi ini dimulai dari Stasi Moma, tahap kedua di Stasi Bado, tahap ketiga di Stasi Waipa, tahap keempat Stasi Epabutu dan diakhiri dengan kegiatan yang sama di tingkat Paroki selama satu Minggu. Oleh karena itu, berikut ini kami akan uraikan pelaksanaan kegiatan Porseni Bas di masing-masing Stasi hingga pusat Paroki. 
 
Porseni Bas di Stasi Moma

Kegiatan Pekan Olah raga, Seni dan Basar (Porseni Bas) tingkat Stasi yang pertama telah diadakan di Stasi Moma. Kegiatan Porseni Bas di Stasi Moma ini dimulai sejak tanggal 18 – 21 Januari 2016. Dalam empat hari ini, Timpas, panitia umum, panitia lokal dan umat dari empat Stasi yang terhimpun dalam Paroki St. Fransiskus Obano, bersekutu untuk mencari dana upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah yang telah ditentukan oleh panitia umum sebesar Lima Jutah Rupiah. Namun sebelum melakoni semua kegiatan, semua anggota Porseni Bas dahului dengan Misa Pembukaan. Misa Pembukaan Porseni Bas di adakan tepat pukul 06.00 di tenda peserta.  

Dalam Misa pembukaan itu, Pastor Maipai Pr. mengajak semua umat supaya mempersiapkan keutuhan diri dengan baik. Keutuhan diri yang dimaksud adalah pikiran, hati dan tenaga, untuk mengikuti semua kegiatan Porseni Bas. Sebab bagi Pastor, jika ketiga hal integral kemanusiaan manusia ini tidak disiapkan dengan baik, maka akan menjadi penghalang besar dalam mengusahakan dan mencapai tujuan bersama serta akan mengganggu kesehatan diri sendiri. Pastor juga mengajak peserta Porseni Bas untuk mengetahui dan memahami akan tujuan Witogai Kamuu Kampung, yakni; menuju kekudusan manusia (semua orang Paniai Barat yang akan mengikuti upacara Witogai Kamuu Kampung) seperti semula, saat Ugatamee menjadikan manusia Mee.  

Ajakan Pastor Maipai itu sejalan dengan tema yang telah ditentukan oleh para Liturgis untuk direnungkan selama kegiatan Porseni Bas di Stasi Moma, yakni; Witogai Kamu sebagai Jalan Menuju Kekudusan Manusia Mee. Kemudian perayaan pembukaan itu diteruskan dengan Ekaristi Kudus, hingga panitia membuka kegiatan Porseni Bas secara resmi dengan sambutan-sambutannya.

Dengan dibukanya kegiatan Porseni Bas secara resmi, berlakukanlah juga semua tata tertib yang telah dibuat oleh panitia untuk semua Stasi. Tata tertib yang telah diberlakukan itu adalah pertama, para Pewarta dan Umat Stasi Moma wajib hadir di tempat semua kegiatan berlangsung, sebelum 15 Menit kegiatan dimulai. Kedua, para Peserta Porseni Bas wajib berada di tenda kegiatan sebelum 15 Menit kegiatan berlangsung. Ketiga, semua peserta Porseni Bas wajib menjaga keamanan dan ketertiban umum. Keempat, di arena kegiatan Porseni Bas harus bebas dari minuman beralkohol dan pinang. Kelima, di arena kegiatan Porseni Bas tidak membahas dan menyelesaikan masalah keluarga. Keenam, di arena kegiatan Porseni Bas tetap menjaga harmonisan relasi antar Stasi dan Basis. Kemudian jika ada peserta yang kedapatan melanggar salah satu ketentuan, maka akan dikenakan sangsi dalam bentuk rupiah, sesuai dengan tingkatan pelanggarannya. Selain tata tertib, panitia juga menyampaikan jadwal kegiatan Porseni Bas, yakni; mencakup waktu bangun pagi sampai waktu tidur malam. Menyangkut jadwal, para panitia pemaparkan bahwa seluruh jam yang akan dilalui telah diatur sedemikian rupa supaya terisi dengan kegiatan bersama, maka seluruh peserta wajib mengikutinya dengan baik. 

Setelah Misa Pembukaan dan penjelasan mengenai tata tertib serta jadwal kegiatan di malam itu, keesokan harinya seusaui ibadat pagi dan sarapan, panitia umum bersama panitia lokal serta seksi-seksi yang terpilih, mulai bergerak adakan kegiatan Porseni Bas. Kegiatan Porseni Bas yang telah diadakan di Stasi Moma ada beberapa jenis: Pertama, pertandingan bola Volly Putra dan Putri, dengan biaya pendaftaran Sepuluh Ribu Rupiah. Kedua, permainan Joker berhadiah rokok Surya 12 sebungkus dengan biaya pendaftaran Lima Ribu Rupiah. Ketiga, tarik undian berhadiah ayam hidup seekor, dengan biaya pendaftaran Seribu Rupiah dan keempat, gotong royong kerja bakti milik penyumbang dana. Inilah jenis-jenis kegiatan yang telah dilakukan oleh anggota Porseni Bas di Stasi Moma. 


Semua jenis kegiatan itu telah dilakukan sesuai dengan jadwal. Sesuai dengan jadwal, hari pertama dan kedua mesti lakoni pertandingan bola Volly, permainan Joker dan tarik undian berhadiah, maka seluruh peserta mengfokuskan diri pada kegiatan tersebut. Kemudian hari ketiga menurut jadwal, peserta harus mengadakan kerja bakti milik penyumbang dana, maka seksi yang bersangkutan pun pengarahkan konsentrasi peserta ke sana. Oleh karena itu, semua jenis kegiatan yang telah dijadwalkan itu terlaksana dengan baik. 

Pelaksanaan kegiatan pertandingan bola Volly putra-putri, permainan Joker serta tarik undian berhadiah ayam satu ekor itu dilangsungkan di halaman Stasi Moma selama dua hari. Sedangkan kegiatan kerja bakti dilangsungkan di luar halaman Stasi Moma. Kerja bakti di hari terakhir itu lantas gotong royong tiga jenis kerja, yaitu; pikul kayu pagar di hutan Tipakotu, milik bapak Izak Utii, dengan sumbangan dana Lima Ratus Ribu Rupiah, angkat pasir dua ret di kali Obano, milik Ibu Yupitha Pekey dan Bapak Matias Pigai dengan sumbangan dana masing-masing Tujuh Ratus Ribu Rupiah dan kerjakan delapan puluh beden milik Martinus Utii di Tipakotu. 

Kemudian tanggal 21 Januari 2016, tepat pukul 06.30 malam itu, para peserta bersama Pastor Maipai Pr. mengadakan Misa Penutupan Porseni Bas untuk Stasi Moma. Setelah Ekaristi Kudus itu, panitia lokal mengumumkan perolehan dana selama Porseni Bas di situ dan mereka menyampaikan bahwa perolehan dana selama kegiatan Porseni Bas di Stasi Moma adalah sebesar Lima Juta Enam Ratus Ribu Rupiah. Dana ini langsung diserahkan kepada panitia upacara Witogai Kamuu Kampung dan perayaan Paskah Tahun 2016. Namun ada yang mengusulkan bahwa upacara Witogai Kamuu Kampung sifatnya umum, maka sebaiknya biaya upacara tersebut dibahas lagi bersama dengan masyarakat sekampung, termasuk umat Kristen Protestan. Maka usulan ini diterima baik oleh panitia dan dana itu dibagi dua (biaya upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah 2016).  

Pembagian dana tersebut demikian; sebesar Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah serahkan kepada bendahara dewan Stasi Moma dan jumlah yang sama diserahkan kepada bendahara panitia umum. Keputusan atas pertimbangan di atas menjadi teladan bagi Stasi Bado, Stasi Waipa dan Stasi Epabutu. Artinya bahwa di tiga Stasi ini pun telah menggunakan cara yang sama dalam mengatur dana hasil pelaksanaan Porseni Bas di Stasinya masing-masing. Kemudian akhir dari seluruh rangkaian kegiatan itu, panitia umum mengumumkan bahwa Hari Jumat, Sabtu dan Hari Minggu umat bisa beraktifitas seperti biasa di Stasi masing-masing, tetapi Hari Senin sore tepat pukul 05.00, umat harus sudah ada di Stasi Bado untuk mengadakan kegiatan yang sama di sana. Dan, selanjutnya Hari Jumat Tanggal 22 Januari 2016 pagi, panitia membubarkan peserta ke Stasi masing-masing. 
      
Porseni Bas di Stasi Bado

Kegiatan Porseni Bas sebagai salah satu jalan terbaik untuk mencari dana dalam rangka persiapan upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah, panitia terpilih kedua perayaan itu terus melebarkan kegiatan Porseni Bas di Stasi Bado. Kegiatan Porseni Bas tingkat Stasi di Stasi Bado ini mulai tanggal 25 Januari 2016, dengan Misa Pembukaan oleh Pastor Maipai Pr. Dalam Misa Pembukaan ini, Pastor mengajak umat untuk memahami Witogai Kamuu Kampung sebagai Kebenaran sejati, yang akan membawa manusia yang mau bertobat kepada kekudusan sejati. Oleh karena itu, persiapan menuju pertobatan yang utuh melalui upacara Witogai Kamuu Kampung dengan melakoni kegiatan Porseni Bas menjadi amat penting. Maka, sebagai umat Ugatamee yang telah jatuh ke dalam dosa, memohon kekuatan kepada Dia yang adalah Kebenaran sejati itu untuk mengalami kekudusan adalah pilihan yang tepat.  

Seusai perayaan Ekaristi Kudus, panitia umum dan panitia lokal menyampaikan tata tertib dan jadwal kegiatan porseni Bas kepada peserta, sebagaimana yang telah dilakukan di Stasi Moma. Isi tata tertib dan jadwal kegiatan yang telah disampaikan itu senada dengan yang pernah diterapkan di Stasi Moma. Maka panitia hanya menegaskan sepintas dan menempelkannya pada tempat yang mudah dilihat oleh para peserta Porseni Bas. Kemudian selanjutnya peserta siapkan diri untuk mengikuti kegiatan Porseni Bas di Stasi Bado dengan istirahat setelah doa bersama. 

Keesokan harinya, pagi pukul 05.30, saudara Matias Pigai sebagai petugas keamanan membangunkan semua peserta untuk ibadat pagi. Dan, setelah peserta siap, Pewarta Paroki, Petrus Keiya memimpinnya. Dalam ibadat ini bapak Pewarta Paroki mengajak umat supaya mereka menjadi utusan Ugatamee untuk meyakinkan saudara-saudara yang lain bahwa Witogai Kamuu Kampung yang sudah direncanakan dan sedang dipersiapakan itu adalah Kebenaran sejati menuju kekudusan manusia Mee yang sejati. Ibadat pagi ini ditutup dengan lagu penutup dalam bahasa Mee (Wani) seperti biasa. 

Pagi yang cerah itu ternyata tanggal 26 Januari 2016. Pada pagi dan tanggal ini, peserta segera sarapan sambil menunggu intruksi para panitia. Tidak lama kemudian, suara panitia lewat pengeras suara hampir terdengar di seluruh Distrik Obano. Oleh karena itu, semua peserta meninggalkan tenda dan berhamburan keluar mengikuti arahan para panitian yang sudah memegang alat tulis di tangan mereka masing-masing. Ketua panitia umum Donatus Keiya dan Sekretarisnya Vitalis Pigai mengarahkan peserta ke seksi-seksi kegiatan yang ada untuk segera mendaftarkan diri atau timnya untuk bermain.  

Seksi-seksi kegiatan yang saat itu siap dan telah melayani peserta adalah seksi pertandingan bola Volly Putra-Putri, dengan pendaftaran Sepuluh Ribu Rupiah, Joker berhadiah rokok surya 12 satu bungkus, dengan pendaftaran Lima Ribu Rupiah, Joker berhadiah ayam hidup satu ekor, dengan pendaftaran Dua Puluh Ribuh Rupiah dan lempar kaleng, dengan pendaftaran Seribu Rupiah. Arahan ketua panitia dan sekertarisnya ini diikuti oleh para peserta selama dua hari (Tanggal 26 – 27 Januari 2016). Oleh karena itu, kegiatan Porseni Bas untuk pertandingan dan perlombahan selama dua hari itu telah berjalan baik.  

Setelah pertandingan dan perlombaan selama dua hari di halaman Stasi Bado, hari ketiga adalah hari yang ditentukan untuk kerja bakti milik penyumbang dana. Maka pada hari ini, seksi kerja bakti mengarahkan peserta untuk memikul balok dan papan sengsor di hutan Degepa dan Ekouw serta menimbun tanah di lahan milik seorang penyumbang dana di sebelah kiri kali Obano. Arahan seksi kerja bakti ini diikuti dengan baik oleh para peserta dari empat Stasi yang terhimpun dan akhirnya pekerjaan tersebut terlaksana dengan baik pula. 

Dalam melakoni pekerjaan-pekerjaan itu, para peserta Porseni Bas tidak terhindar dari rasa capek dan lelah, tetapi kesiapan keutuhan diri mereka untuk melibatkan diri dalam kegiatan yang mantap, maka perasaan semacam itu dialaminya sebagai bagian dari upaya mereka mempersiapkan Witogai Kamuu Kampung untuk menguduskan dirinya. Berkat motivasi ini, mereka berhasil mengumpulkan dana sebesar Delapan Jutah Lima Ratus Ribu Rupiah. Volume perolehan dana ini pernah diumumkan kepada peserta Porseni Bas setelah Misa penutupan, pada malam 28 Januari 2016. Selanjutnya telah disepakati untuk mengikuti kalender persiapan Witogai Kamuu Kampung yang telah ditetapkan panitia. Menurut kalender, Senin, 01 Februari 2016 adalah giliran Porseni Bas di Stasi Waipa.  
       

Porseni Bas di Stasi Waipa

Umat Stasi Waipa yang hanya terdiri dari lima belas keluarga itu tidak mau kalah dengan kedua Stasi yang telah terlebih dahulu mengadakan kegiatan Porseni Bas. Umat Waipa yang meskipun sedikit, tetapi amat kaya dengan persatuan ini, langsung membuktikan persatuan mereka dengan membangun sebuah kemah dengan empat tungku api yang mengarah ke danau Paniai yang letaknya tidak jauh dari bangunan Gereja Stasi Waipa dan kemah yang baru didirikan itu. Mereka juga menyiapkan kayu bakar (piya) makanan (nota dan notaimo) serta air minum (uwo) bagi peserta dari tiga stasi yang akan datang membantunya.  

Penginapan dan bahan makanan serta pia untuk dibakar sudah tersediah bagi peserta. Kini mereka menanti kehadiran saudara seiman yang hendak datang untuk menyumbangkan tenaga dalam mencari dana sumbangan wajib. Tidak lama kemudian, penantian mereka itu terpenuhi juga oleh kedatangan tiga buah Spit boad yang mengangkut peserta dari Stasi Epabutu, Stasi Bado dan Stasi Moma dari arah Timur Danau Paniai. 

Kehadiran tamu-tamunya itu memicu semangat mereka untuk menjemputnya dengan ramah hingga di perkemahan baru. Kepada tamu-tamunya disajikan ikan bakar segar yang baru saja mereka tangkap dari danau Paniai, nota bakar dan sayur masak. Peserta yang baru sampai di Stasi Waipa ini pun menikmatinya dengan suka cita. Setelah menikmati sajian ini, semua peserta siapkan diri untuk merayakan Ekaristi Kudus, yang adalah perayaan pembukaan seluruh rangkaian kegiatan Porseni Bas bagi seluruh anggota saat itu. Dalam perayaan pembukaan ini, Pastor Paroki St. Fransisku Obano, Pastor Sebas yang akrab disapa umatnya dengan nama pemberian mereka Maipai Pr. mengajak umatnya untuk merenungkan Witogai Kamuu Kampung sebagai Hidup. Witogai Kamuu Kampung disebut sebagai Hidup, karena melalui upacara ini umat akan mengalami pembersihan diri dari dosa-dosa dan dapat menikmati kehidupan sejati, sebagai orang-orang kudus. Ajakan Pastor ini menjadi tema lanjutan yang direnungkan oleh para peserta Porseni Bas, dibawah pimpinan para pewarta dari empat Stasi sepanjang kegiatan ini berlangsung di Stasi Waipa. 

Dalam terang tema itu, kegiatan Porseni Bas di Stasi Waipa pun dimulai 02 Februari 2016. Pada hari pertama ini, panitia umum bersama panitia lokal mengajak peserta untuk mengikuti jadwal yang ada. Sesuai dengan jadwal, hari pertama ini harus melaksanakan pertandingan dan perlombaan-perlombaan. Oleh karena itu, tanpa bimbang dan ragu, para peserta pun mengikuti semua jenis pertandingan dan perlombaan dengan tekun hingga sore. 

Keesokan harinya, seksi kerja bakti mengarahkan peserta untuk menuju ke Kampung Totio dan teruskan perjalanannya ke gunung Kene (arah utara dari Kmpung Totio), yang letaknya kira-kira 200 Kilo Meter dari Stasi Waipa. Para peserta yang menuju ke sana dibagi dalam dua kelompok, yakni; kelompok wanita, yang menuju ke sana dengan mengendarai Spit boad lewat danau Paniai dan kelompok pria yang menuju ke titik kumpul yang sama dengan jalan kaki lewat hutan. Kedua kelompok orang ini akhirnya bertemu di kampung Totio dan bersama-sama menuju ke gunung Kene dengan jalan kaki, untuk memikul kayu pagar yang dimaksud tadi. Setelah 4 jam dalam perjalan menuju ke sana, akhirnya sampailah kami di tempat tujuan (di bawah gunung Kene) dan selanjutnya membawa keluar kayu pagar yang sudah di siapkan itu, hingga menghabiskan waktu yang sama pula dalam perjalanan pulang ke Kampung Totio. 

Sesampainya kami di Kampung Totio, kami juga diminta oleh seorang warga yang lain untuk memikul kayu pagarnya, yang masih tertancap di tanah, yang juga terletak di sebelah barat dari Kampung Totio. Ia meminta supaya kami memindahkan kayu itu ke arah timur, tepatnya di pingir Danau Paniai. Maka itu, kami menekuni pekerjaan ini sampai selesai. Kemudian jazah yang ia berikan kepada peserta atas pekerjaan itu adalah dana Lima Ratus Ribu Rupiah dan satu ekor anak babi. Setelah menyelesaikan kedua pekerjaan yang cukup melelahkan itu, sekitar jam 04.20, kami kembali ke Stasi Waipa dengan mengendarai kendaraan danau. Setelah kembali ke Stasi Waipa, sisa waktu yang ada dimanfaatkan dengan olah raga lanjutan dan siapkan diri untuk Misa penutupan. Sebab keesokan harinya rombongan Pastor akan meninggalkan umat menuju ke Paroki Madi untuk mengikuti pertemuan Dekenat.  

Hari berikutnya, tanggal 04 Februai, peserta masih dahulukan dengan kerja fisik. Pekerjaan fisik yang dilakukan ini adalah babat rumput di pingir Danau Paniai, lahan berkebun. Letak pekerjaan ini tidak jauh dari Stasi Waipa dan pemiliknya pun seorang pemuda anggota Porseni Bas. Oleh karena itu, ia menyumbangkan upah kerja sebesar Empat Jutah Rupiah. Kemudian malam harinya semua kegiatan Porseni Bas di Stasi Waipa ditutup dengan Ibadat Sabda yang dipimpin oleh Frater mereka, yang sore itu juga telah kembali bersama Sekretaris Dewan Paroki setelah mengikuti pertemuan Dekenat di Paroki Madi. Dan, diakhir ibadat penutupan ini, panitia mengumumkan perolehan dana sebesar Delapan Juta, Enam Ratus Empat Puluh Tiga Ribu Rupiah dan Satu Ekor babi.


Porseni Bas di Stasi Epabutu

Kegiatan Porseni Bas tingkat Stasi yang diadakan Timpas Paroki St. Fansiskus Obano dalam rangka persiapan upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah yang terakhir diadakan di Stasi Epabutu. Pelaksanaan kegiatan ini di Stasi Epabutu terjadi selama tiga hari lagi, yaitu mulai Tanggal 9 Februari dan berakhir tanggal 11 Februari 2016.  

Pelaksanaan kegiatan Porseni Bas di Stasi Epabutu itu juga dibuka dengan Perayaan Ekaristi secara resmi oleh Pastor Paroki. Dalam perayaan pembukaan seluruh rangkaian kegiatan ini, Pastor Maipai Pr. mengajak seluruh umat untuk merenungkan Witogai Kamuu Kampung yang sedang dipersiapkan itu sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup. Tema yang dijadikan sebagai pokok permenungan ini adalah kesatuan dari tema-tema yang pernah didalami selama kegiatan Porseni Bas di ketiga Stasi yang lain.  

Pengalaman menjadikan tema itu sebagai pokok permenungan sepanjang kegiatan Porseni Bas di Stasi Epabutu, bertolak dari pertimbangan bahwa tema-tema itu perlu dimengerti secara utuh dalam konteks Witogai Kamuu Kampung. Selain pertimbangan ini, saat berlangsungnya kegiatan itu di Stasi Epabutu, umat Paroki setempat juga akan membuka upacara Witogai Kamuu Kampung itu secara resmi dari Stasi Epabutu, pada hari yang bertepatan dengan perayaan Rabu Abu (Tanggal 10 Februari 2016). Oleh karena itulah Pastor Paroki menyimpulkan semua tema itu dengan baik. Sebab tema tersebut adalah tema universal persiapan upacara Witogai Kamuu Kampung yang telah ditentukan oleh Timpas. 

Dengan dibukanya kegiatan Porseni Bas lewat permenungan dalam Ekaristi Kudus itu, seluruh kegiatan yang direncanakan pun dibuka untuk dilangsungkan keesokan hari. Keesokan harinya, panitia lokal yang terlatih lantas melayani peserta dengan pendaftaran dan melangsungkan kegiatan Porseni Bas. Pelaksanaan kegiatan Porseni Bas di sini juga diawali dengan pertandingan bola Volly putra-putri, permainan Joker berhadiah dan lempar kaleng.

Pada hari kedua adalah Tanggal 10 Februari 2016, yang bertepatan dengan Hari Rabu Abu. Maka Kepala Kampung Epabutu, Bapak Alfonsius Keiya menggerakkan para panitia untuk segera merancang sebuah upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung yang berciri khas budaya orang Mee. Berkat upaya itu, akhirnya mereka berhasil merangcang sebuah upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung, yang di dalamnya terdapat penumpahan darah ternak, seperti kebiasaan leluhur mereka dalam memperbaiki relasinya dengan sesama, leluhur, alam dan Ugatame dahulu. Rancangan upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung ini didukung oleh sumbangan dana sebesar Lima Juta Rupiah oleh Kepala Kampung Epabutu, Dua Juta Rupiah oleh Panitia umum dan Dua-dua Ratus Ribu Rupiah oleh para pengurus keempat Stasi yang ada. Sehingga jumlah dana yang akan digunakan dalam pembukaan upacara Witogai Kamuu Kampung itu mencapai Tujuh Juta, Enam Ratus Ribu Rupiah.  

Kemudian di malam yang sama, pembagian tugas persiapan upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung pun diadakan. Isi pembagian tugas ini adalah Bapak Kepala Kampung bersama beberapa pemuda dipercayakan untuk menyiapkan hewan yang akan dikurbankan, para liturgis dipercayakan untuk menyiapkan liturgi yang berciri khas budaya orang Mee. Beberapa pemuda dipercayakan untuk mengumpulkan batu dan dedaunan yang akan digunakan saat barapen serta mama-mama dari Stasi Epabutu dipercayakan untuk menyumbang bahan makanan hasil kebun mereka. 

Pembagian tugas tersebut diterima baik oleh para petugas yang baru saja dipercayakan itu dan semua peserta Porseni Bas. Namun telah disepakati juga bahwa kegiatan Porseni Bas di Hari Rabu Abu itu tetap diadakan hingga jam makan siang. Oleh karena itu, pada hari yang ditunggu-tunggu (tanggal 10 Februari 2016) untuk membuka upacara Witogai Kamuu Kampung itu, semua peserta mengikuti kegiatan Porseni Bas seperti biasa. Kegiatan yang kami lakoni di hari penting ini adalah mengangkat kayu pagar milik seorang penyumbang dana sebesar Dua Jutah Lima Ratus Ribu Rupiah, yang letaknya di bagian barat Kampung Epabutu dan papan sengsor di bawah gunung sebelah kiri dari kampung yang sama.

Dalam menekuni kedua pekerjaan itu, peserta betul-betul menguras tenaga habis-habisan, oleh karena beratnya medan yang telah dilalui dan banyaknya jumlah kayu yang melebihi peserta Porseni Bas. Memang benar bahwa medan yang telah kami lalui adalah tanjakan bertebing yang tak teratur, licin dan sangat jauh, juga jumlah kayu yang disiapkan hampir lima ratus buah di masing-masing lokasi yang juga sudah sangat melebihi anggota porseni Bas. Namun inilah pengalaman kami umat Paroki St. Fransiskus Obano di hari itu dalam pempersiapkan upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah yang telah kami rencanakan. Dan, telah terbukti bahwa pengalaman itu tidak menjadi penghalang bagi rencana bersama. Para peserta segera kembali ke perkemahan Porseni Bas, yang berada di halaman depan Stasi Epabutu untuk makan siang dan lanjutkan dengan upacara pembukaan upacara Witogai Kamuu Kampung.  

Para peserta Porseni Bas, setelah mengembalikan tenaga dengan makan-minum serta istirahat sejenak, mereka teneruskan dengan kegiatan persiapan pembukaan upacara Witogai Kamuu Kampung dan Hari Rabu Abu. Bapak Kepala Kampung dan rombongannya menyediakan hewan kurban (ayam kampung satu ekor dan seekor bebek) serta ayam potong untuk barapen sebanyak seratus tujuh puluh ekor. Sementara itu, para memuda-memudi bersama mama-mama juga mengumpulkan kayu bakar, batu dan sayuran. Setelah semuanya tersedia, maka selanjutnya besama-sama melakukan proses barapen, hingga selesai tepat pukul 05. 45 sore.  

Dengan selesainya proses barapen itu, maka acara berikut yang telah dilakukan adalah mengadakan upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Rabu Abu. Kedua perayaan ini dimulai tepat pukul 06.30 di Gereja Katolik Stasi Epabutu. Proses kedua perayaan ini berlangsung demikian: Setelah mempersiapkan hati umat dalam Ritus Pembuka dan Sabda, Pastor mengajak umat untuk mengikuti upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung dan menerima Abu. Sesudah ajakan ini, Pastor memberkati dua ekor hewan yang akan dikurbankan, perlengkapan pembuat api tradisional (mamo), air dan abu. 

Seusai proses pemberkatan itu, para petugas bersama Pastor Paroki mengurbankan hewan tersebut di depan altar. Kemudian darahnya diisi dalam sebuah baskom sedang yang sudah disiapkan. Selanjutnya Pastor meberkati darah hewan itu secara khusus, lalu dicampurkan sedikit ke dalam air yang sudah diberkati tadi dan selebihnya diletakkan di depan altar. Sementara itu, para petugas pembuat api tradisional (mamo) pun berhasil memasang api di depan altar juga. Oleh karena semuanya tersedia, maka Pastor dan para pewarta mengajak umat untuk maju ke depan altar dengan teratur untuk mencelupkan susunan dosa mereka yang telah ditulis dalam lembaran kertas, ke dalam air dan darah berkat yang telah disediakan di depan altar, lalu dibakar ke dalam api yang tersedia di depan altar juga (pembersihan diri). Kemudian terakhir menghadap Pastor untuk menerima Abu dan kembali ke tempat duduk semula. 
  
Arahan itu diikuti oleh umat secara baik dengan melibatkan diri dalam pembersihan diri dan penerimaan Abu. Sementara itu, para pewarta dari keempat Stasi mengiringinya dengan lagu-lagu tradisi (Uga). Oleh karena itu, suasana pembukaan upacara Witogai Kamuu Kampung itu semakin dirasakan sebagai momen keramat. Upacara ini berlangsung begitu khusyuk dan meriah. Kemudian kami semua melanjutkan perayaan itu dengan mengikuti Ekaristi Kudus. Perayaan ini ditutup dengan berkat dan lagu pada pukul 09.30 malam. 
Umat Paroki St. Fransiskus Obano yang baru saja menyelesaikan upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung dan perayaan penerimaan Abu itu, keluar dari dalam Gereja dan menuju ke perkemahan. Sesampainya kami di perkemahan, kami membuka masakan tradisional itu untuk dihidangkan dan selanjutnya makan bersama. 

Hari Kamis tanggal 11 Februai 2016, para peserta melanjutkan dengan kegiatan Porseni Bas. Jenis kegiatan yang telah kami lakukan pada hari ini adalah memikul papan sengsor, kayu pagar dan sore harinya melakoni pertandingan dan perlombahan seperti biasa. Sesudah melakoni semua pekerjaan itu, kami menutup seluruh kegiatan tersebut dengan Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi yang ditutup dengan teriakan kompak berciri khas suku bangsa Mee (Yuk) itu, menjadi pengantar bagi panitia lokal untuk mengumumkan perolehan dana selama kegiatan Porseni Bas di Stasi Epabutu. 

Panitia lokal pun tampil dan mengumumkan bahwa perolehan dana selama kegiatan Porseni Bas di Stasi Epabutu itu adalah sebesar Delapan Juta, Delapan Ratus Ribu Rupiah. Mereka juga menyanpaikan ucapan terimakasi kepada umat dari ketiga Stasi, yang telah membantu mengumpulkan dana itu. Sesudah kesempatan mereka berakhir, panitia umum pun tampil dan menyampaikan rencana kegiatan yang sama di tingkat Paroki. Saat itu telah mereka sampaikan bahwa; pertama, kegiatan Porseni Bas di tingkat Paroki akan diadakan 21 Februari – 28 Februari 2016, dan seksi-seksi semua jenis kegiatan akan melibatkan seluruh umat dari seluruh Stasi. Kedua, panitia akan mengundang umat untuk kerja bakti di arena Porseni Bas tingkat Paroki. Ketiga, panitia akan siapkan waktu untuk cincang kayu pemagaran Pastoran. Setelah mengutarakan semua itu dan saling menghibur di malam itu, kami beristirahat. Keesokan harinya kami kembali ke tempat tinggal kami masing-masing, untuk mempersiapkan diri lagi guna mengikuti kegiatan yang sama di pusat Paroki.
 
Porseni Bas di Pusat Paroki

Pelaksanaan kegiatan Porseni Bas di pusat Paroki ini lebih seru. Dikatakan lebih seru, karena kegiatan di sini melibatkan seluruh masyarakat Paniai Barat dan umat dari Paroki tetangga yang lain, seperti Paroki Idakebo, Moanemani, Wagete, Enarotali dan Paroki Madi. Selain mereka, jenis kegiatan yang diadakan juga lebih banyak seperti; bola Volly putra-putri, sepak bola, permainan bola kasti, takraw dan juga memuat perlombaan, seperti; lomba panah, lomba lari marathon, lomba tarik tambang, lomba kesenian budaya (Uga), lomba baca Kitab Suci, cerdas cermat serta pemainan joker berhadiah dan lempar kaleng, juga ditambah lagi dengan kerja bakti bersama.  

Jenis-jenis kegiatan itulah yang telah meramaikan kegiatan Porseni Bas di pusat Paroki, selama satu Minggu. Namun sebelum membuka jenis-jenis kegiatan itu dengan Misa Kudus, seminggu sebelumnya panitia sudah bergerak membersihkan arena kegiatan, yang terletak di lingkungan Kantor Distrik Obano. Pembersihan ini melibatkan beberapa perwakilan umat dari Stasi Epabutu dan Waipa serta seluruh umat dari Stasi Bado dan Moma. Selain itu, anggota TNI yang bertugas di Distrik Obano juga turut membantunya. 

Kegiatan Pekan Olah raga, Seni dan Basar itu dibuka secara resmi pada tanggal 21 Februari 2016. Perayaan ini diikuti oleh seluruh umat Paroki St. Fransiskus Obano yang hadir. Dalam perayaan pembukaan ini, Pastor Paroki mengajak umatnya lagi untuk mengfokuskan diri pada pemeriksaan dosa lebih lanjut, baik dosa-dosa pribadi, keluarga, marga maupun dosa-dosa kampung terhadap sesama, leluhur, alam maupun dosa dosa terhadap Ugatamee sendiri. Juga mengajak para liturgis supaya pemeriksaan ini memberi porsi yang cukup dalam renungan-renungan ibadat pagi maupun malam. 

Paroki St. Fransiskus Obano, 22 Februari 2016, kegiatan Porseni Bas mulai dilangsungkan. Kegiatan hari pertama ini dan hari kedua besoknya hanya diikuti oleh seluruh umat Paroki setempat dan masyarakat Distrik Paniai Barat. Sedangkan kegiatan hari ketiga sampai hari terakhir diikuti juga oleh umat Paroki tetangga yang telah diundang. Namun sayangnya hanya umat Paroki Idakebo yang pernah datang memenuhi undangan Timpas dan Panitia pelaksana persiapan upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah 2016. 

Kegiatan di pusat Paroki itu terkesan berjalan dengan baik. Artinya bahwa pertandingan dan perlombaan yang telah dipilih untuk diselenggarakan itu hampir semuanya terlaksana dengan baik. Hanya perlombaan Lari Marathon dan Tarik Tambang yang belum terlaksana, oleh karena seksi perlombaan yang bersangkutan sedang dalam masalah. Tetapi melalui kegiatan yang lain, dana tetap masuk ke kas panitia. 

Adapun sumbangan-sumbangan dalam bentuk dana dan benda dari sesama yang merasa bahwa pembersihan diri, keluarga, marga dan kampung suku bangsa Mee di Paniai Barat, melalui Witogai Kamuu Kampung itu penting. Sumbangan pertama datang dari Pastor Awam, Alexander Pigai bersama umatnya dari Paroki Idakebo. Mereka menyumbang dana sebesar Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah. Sumbangan ini tidak terhitung dengan dana pendaftaran kegiatan untuk mengikuti semua pertandingan dan perlombaan yang diadakan. Mereka juga menyumbang kayu bakar dan bahan makanan (nota-sayur). Sumbangan dana kedua datang dari bapak Alfonsius Keiya (Kepala Kampung Epabutu) sebesar Satu Juta Rupiah. Sumbangan ketiga diberikan oleh mama Yulita Boma dalam bentuk beras satu karung. Dan, Bapak Bupati Paniai, Hengki Kayame, yang saat itu mengujungi Distrik Obano pun turut menyumbang Lima Puluh Juta Rupiah.

Sumbangan-sumbangan itu dan perolehan dana selama seminggu Porseni Bas diumumkan secara resmi sesudah Misa Penutupan (Minggu, 28 Februari 2016) di malam hari. Saat itu, panitia mengumumkan bahwa perolehan dana melalui kegiatan Porseni Bas di tingkat Paroki dan ditambah dengan sumbangan-sumbangan adalah Enam Puluh Lima Juta Rupiah. Jumlah dana ini sudah termasuk dengan pengeluaran selama kegiatan. Kemudian saldo dana yang masih ada di tangan panitia adalah sebanyak Lima Puluh Tiga Juta Rupiah. Dana ini akan diatur secara adil oleh panitia dalam memberikan honor kerja kepada semua petugas dan juga memperkuat kas keempat Stasi. Lalu, dana sebanyak Dua Puluh Juta Rupiah sudah dikhususkan untuk diserahkan kepada Bendahara upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah 2016.

Setelah penyampaian itu, mereka mengaturnya sesuai dengan rencana mereka. Dan, dalam suka cita, semua peserta menikmati makanan hasil bakar batu bersama. Di sela-sela makan bersama, panitia juga menyampaikan beberapa hal dan salah satu hal yang pernah ditekankan saat itu adalah mengenai jadwal pengecekan peserta upacara Witogai Kamuu Kampung. Panitia menyampaikan bahwa jadwal sudah dibuat dan telah dibagikan kepada masing-masing dewan Stasi, maka mohon diperhatikan dengan baik. Pengecekan peserta itu akan dimulai dari hari Seni, 7 Maret – hari Seni berikutnya, 14 Maret 2016. Sifat pengecekan peserta ini adalah wajib, karena itu Timpas bersama panitia akan berjalan dari Emawaa ke Emawaa sesuai dengan jadwal.

Pemberitahuan tesebut menutup seluruh pembahasan di malam itu. Selanjutnya peserta rekreasi bersama dalam kelompok-kelompok. Dalam rekreasi ini, ada kelompok yang mengisinya dengan joget di aula, ada kelompok yang bernyanyi dengan iringan gitar, ada kelompok yang cerita lucu (mop), ada kelompok yang main joker dan ada juga kelompok peserta yang membahas rencana Witogai Kamuu Kampung pada puncaknya 3 – 9 April 216. Sesudah itu semua peserta istirahat dan keesokan harinya kembali ke Stasi masing-masing. 


Akhir dari semua pengalaman itu, ketua panitia, Donatus Keiya mengucapkan syukur kepada Ugatamee, yang telah memungkinkan terselenggaranya seluruh kegiatan persiapan tersebut. “Saya bersyukur kepada Ugatamee sedalam-dalamnya, karena Ia sendirilah yang telah menyertai dan membimbing kami semua, sehingga semuanya telah berlalu dengan amat baik. Ucapan syukur ini saya ungkapkan lewat ucapan terimakasih kepada semua peserta, baik peserta dari Stasi Bado, Stasi Moma, Stasi Epabutu, Stasi Waipa maupun saudara-saudari kami yang lain, terutama mereka yang dari Paroki Idakebo. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Bupati Paniai, Hengki Kayame, yang telah menyumbangkan dana yang cukup bagi kami. Semoga Ugatamee terus memberi berkat bagi mereka dan kita semua, hingga sampai pada puncak upacara Witogai Kamuu”.
 
Demikianlah goresan pengalaman umat Paroki St. Fransiskus Obano, selama mendagingkan program kerja Timpas Paroki St. Fransiskus Obano, yakni; “Melaksanakan Porseni Bas” dalam rangka “Mempersiapkan Upacara Witogai Kamuu Kampung” dan Perayaan Paskah 2016.  Salam Witogai Kamuu!
Lokasi: Obano, Paniai Bar., Kabupaten Paniai, Papua, Indonesia

0 komentar:

Post a Comment

The Best

PENGERTIAN FILSAFAT