Oleh
Fr Yeskiel Belau
Pastor
dan umat Paroki St. Fransiskus Obano telah siap mengadakan upacara Rekonsiliasi
Kampung (Witogai Kamuu).
Pastor Paroki, Pastor Sebastianus
Pr. yang akrab disapa umatnya dengan nama Maipai, bersama umatnya sudah mulai siap
untuk mengadakan upacara Witogai Kamuu Kampung. Persiapan upacara ini telah
terungkap dalam pelaksanaan sosialisasi tentang rencana pelaksanaan upacara itu
dari Kampung ke Kampung, Stasi ke Stasi, Kombas ke Kombas dan selanjutnya
melaksanakan Kegiatan Pekan Olah raga, Seni dan Basar (Porseni Bas) di tingkat Stasi
maupun Paroki. Pelaksanaan Sosialisasi dan kegiatan Porseni Bas ini sudah dilaksanakan
sejak 31 Desember 2015 – 29 April 2016.
Dalam
Tahun Karahiman Ilahi ini, kami umat Paroki St. Fransiskus Obano bersama Pastor
Paroki telah merencanakan Rekonsiliasi Kampung. Rekonsiliasi Kampung yang telah
kami rencanakan ini akan diselenggarahkan pada Tanggal 3 – 9 April 2016, yang
juga bertepatan dengan hari-hari Kerahiman Ilahi. Oleh karena itu, kami sudah
lalui tahapan persiapannya. Maka dalam tulisan ini, kami akan seringkan
pengalaman kami selama melakoni kegiatan persiapan Rekonsiliasi Kampung, yang
biasa kami sebut dengan nama Witogai
Kamuu. Sejalan dengan sering pengalaman ini, dalam tulisan ini kami akan
awali dengan latar belakang dan selanjutnya akan ditampilkan goresan pengalaman
kami mengikuti kegiatan Porseni Bas, sebagai kegiatan persiapannya.
Latar
Belakang
Sejak
semula Allah menciptakan manusia Kudus secitra dengan-Nya (Kej. 1:27).
Kenyataan citra Allah yang seharusnya ada dan melekat dalam diri manusia ini, semakin
pupus dari dalam diri manusia itu sendiri. Sehubungan dengan hal ini, kami suku
bangsa Mee juga menyadari bahwa sejak
semula Ugatamee telah menciptakan
kami secitra dengan-Nya. Namun kenyataan hidup kami sejauh ini, jarang
memperlihatkan kekudusan itu. Maka kami bertanya-tanya; apa dan bagaimana semua
ini bisa terjadi? Pertanyaan ini dan kerinduan kami kembali ke kekudusan, memicu
semangat kami (masyarakat Paniai Barat secara umum dan secara khusus umat
Katolik Paroki St. Fransiskus Obano) untuk merencanakan dan melangsungkan
upacara Witogai Kamuu. Sehingga
melalui upacara ini kami dapat membersihkan diri dari dosa-dosa, baik dosa kami
terhadap sesama, leluhur, alam maupun terhadap Ugatamee sendiri. Demikian penjelasan Bapak Dewan Paroki, Paroki
St. Fransiskus Obano, Bapak Leo Utii,
saat ditanyai mengenai latar belakang Witogai
Kamuu yang sedang disiapkan itu (17 Januari 2016).
Sejalan
dengan penjelasan itu, Pewarta tua, Bapak Willem
Boma menambahkan bahwa dasar pemikiran menguduskan diri dari dosa-dosa
dengan jalan Witogai Kamuu ini adalah tradisi
leluhur kami orang Mee. Dahulu
leluhur kami selalu mengadakan upacara Witogai
Kamuu, jika mereka merasa bahwa dalam hidupannya tidak harmonis; seperti
hidup tidak aman karena perang suku, kematian meningkat oleh karena penyebaran
penyakit menular, bencana alam terjadi di mana-mana, pencurian dan pemerkosaan
meningkat serta ditambah lagi dengan masalah-masalah lainnya, seperti; hasil
kebun dan ternak tidak memberikan hasil yang memuaskan. Kenyataan hidup seperti
ini diyakini oleh leluhur sebagai kenyataan hidup yang harus diperbaiki dengan
upacara Witogai Kamuu. Leluhur
mengadakan upacara ini dengan maksud memperbaiki relasi mereka dengan sesama,
leluhur, alam dan dengan Ugatamee.
Sehingga Ia mengembalikan keharmonisan hidup (kekudusan) mereka itu. Oleh sebab
itu, kami sebagai generasi dari leluhur, berpikir bahwa kenyataan hidup kami
saat ini juga harus diperbaik lewat upacara Witogai
Kamuu.
Selanjutnya
Pewarta Paroki, Bapak Petrus Keiya
menjelaskan tentang kenyataan hidup mereka sejauh ini di Paniai Barat secara
singkat bahwa; kenyataan hidup kami yang menurut kami harus diperbaiki secara
garis besar adalah generasi muda kami banyak yang meningal dunia, masalah-masalah
keluarga seperti penceraian juga meningkat, permusuhan dan dendaman antar sesama,
bahkan antar saudara kandung pun semakin meninggi, orang semakin menjauh dari Gereja
serta banyak masyarakat selalu menebang pohon-pohon yang baru tumbuh di
perbukitan ini hingga habis, untuk dijual ke pedagang. Selain itu, hampir
sebagian besar masyakat yang masih produktif di Paniai Barat ini sudah
terjerumus ke dalam permainan togel, permaian judi, kemabukan dan pergaulan
bebas yang terselubung juga ada. Kemudian hal lain yang harus diperbaiki juga
adalah proses pendidikan dan Pemerintahan Distrik – Kampung – RT – RW di Paniai
Barat yang belum berjalan baik. Saya sebagai pewarta percaya bahwa hal-hal ini
akan berpengaruh besar pada masa depan daerah ini.
Pergumulan
para tokoh umat tersebut dibahas dan akhirnya menjadi program kerja Tim
Pastoral Paroki St. Fransiskus Obano. Sebagai perealisasian program kerja ini,
Timpas pernah mengumpulkan semua tokoh adat, agama dan pemerintah setempat
untuk menyampaikan Witogai Kamuu
sebagai jalan terbaik untuk keluar dari semua masalah yang mereka hadapi.
Mengenai hal ini, sekretaris dewan Paroki, Vitalis
Pigai, menjelaskan bahwa penyampaian tentang Witogai Kamuu sebagai jalan terbaik untuk menuju kekudusan diri itu
telah dilakukan pada tanggal 1 Desember 2015 kepada semua pihak. Namun oleh
karena terjadi perbedaan pendapat di antara peserta yang hadir, maka Timpas
telah memutuskan bahwa Witogai Kamuu akan
tetap diadakan bagi umat Paroki setempat, tetapi pihak Timpas juga tetap terbuka
untuk menerima sesama dari agama tetangga dan marga-marga yang mau bergabung
untuk mengalami pembersihan diri, keluarga, marga, suku bangsa dan kampung lewat
Witogai Kamuu.
Bertolak
dari latar belakang dan keputusan Timpas yang telah dikemukakan di atas, Timpas
Paroki St. Fransiskus Obano semakin memperkuat barisannya dengan pembentukan
panitia Rekonsiliasi Kampung pada 30 Desember 2015. Setelah pembentukan
panitia, bagaimana persiapan selanjutnya bersama panitia terpilih? Selanjutnya akan
dijelaskan kegiatan persiapan Witogai
Kamuu yang telah dilakukan oleh panitia terpilih bersama umat Katolik asal
Paroki St. Fransiskus Obano, yang terdiri dari empat stasi, yakni; Stasi Bado, Stasi Moma, Satasi Epabutu dan Stasi Waipa.
Kegiatan
Persiapan Upacara Witogai Kamuu
Kegiatan
Persiapan upacara Witogai Kamuu telah
diawali dengan pertemuan Timpas dan panitia terpilih pada 31 Desember 2015, di Emawaa Maipai Wiyai. Dalam pertemuan
ini, peserta pertemuan berhasil memutuskan beberapa hal. Yang pertama, Witogai Kamuu tetap diadakan dalam waktu yang dekat dan Witogai Kamuu yang akan diakan itu
ditetapkan sebagai Witogai Kamuu Kampung.
Kedua, sosialisasi Witogai Kamuu Kampung harus dilakukan
dalam satu Minggu kepada umat yang ada di empat Stasi. Ketiga, pencarian dana untuk biaya upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah dilakukan bersamaan. Keempat, kegiatan yang perlu dijadikan
sebagai jalan terbaik untuk mendatangkan dana adalah Porseni Bas, yang di dalamnya memuat kerja bakti bersama. Kelima, dana wajib yang dibebankan
kepada masing-masing Stasi adalah sebesar Lima Juta Rupiah. Keenam, pencarian dana wajib ini
berlangsung dalam kegiatan Porseni Bas bersama dengan Timpas, panitia terpilih
dan semua umat Paroki St. Fransiskus Obano. Ketujuh,
kegiatan Porseni Bas adalah salah satu jalan untuk mendatangkan dana, maka akan
diadakan di masing-masing Stasi dan terakhir diadakan di tingkat Paroki. Kedelapan, lamanya waktu Porseni Bas
adalah tiga (3) hari, kecuali di tingkat Paroki. Kesembilan, Timpas dan panitia mesti sepakati, tetapkan dan prin
out kalender seluruh kegiatan persiapan Witogai
Kamuu Kampung hingga pada puncak upacara. Kesepuluh, Litugi dalam seluruh kegiatan persiapan Witogai Kamuu Kampung dipercayakan
kepada para Pewarta dan Pastor Paroki dengan tema; “Witogai Kamuu Sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup”.
Selanjutnya
Timpas dan panitia terpilih menjadikan keputusan-keputusan itu sebagai pengarah
dalam mendagingkannya. Dalam upaya mendagingkan keputusan-keputusan tersebut,
kami telah awali dengan sosialisasi Witogai
Kamuu Kampung mulai dari Stasi Epabutu,
Stasi Waipa, Stasi Bado dan Stasi Moma. Materi sosialisasi yang telah disampaikan saat itu adalah
tentang kenyataan hidup masyarakat Paniai Barat saat ini, sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam latar belakang di atas. Maka itu, Timpas bersama panitia
telah berusaha mengajak semua warga Paniai Barat secara umum dan secara khusus semua
umat Katolik untuk memaknai Tahun Kerahiman Ilahi ini dengan menguduskan diri,
keluarga, marga, suku bangsa dan Kampung dari dosa-dosa pribadi, dosa-dosa
leluhur dan dosa-dosa kampung dengan Witogai
Kamuu Kampung.
Hasil
yang telah diperoleh dari sosialisasi ini adalah bahwa semua umat menerima materi
itu dengan baik serta menyatakan kesediaan mereka untuk mengikuti seluruh
proses persiapan yang telah ditetapkan Timpas dan Panitia. Kesediaan mereka ini
direlaisasikan dengan mengikuti semua kegiatan Porseni Bas yang diadakan panitia
di semua Stasi yang ada di Paroki St. Fransiskus Obano. Pelaksanaan kegiatan Porseni
Bas yang melibatkan semua umat dari empat Stasi ini dimulai dari Stasi Moma, tahap kedua di Stasi Bado, tahap ketiga di Stasi Waipa, tahap keempat Stasi Epabutu dan diakhiri dengan kegiatan
yang sama di tingkat Paroki selama satu Minggu. Oleh karena itu, berikut ini
kami akan uraikan pelaksanaan kegiatan Porseni Bas di masing-masing Stasi
hingga pusat Paroki.
Porseni Bas di Stasi Moma
Kegiatan Pekan Olah raga, Seni dan Basar (Porseni
Bas) tingkat Stasi yang pertama telah diadakan di Stasi Moma. Kegiatan Porseni Bas di Stasi Moma ini dimulai sejak tanggal 18 – 21 Januari 2016. Dalam empat
hari ini, Timpas, panitia umum, panitia lokal dan umat dari empat Stasi yang
terhimpun dalam Paroki St. Fransiskus Obano, bersekutu untuk mencari dana upacara
Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan
Paskah yang telah ditentukan oleh panitia umum sebesar Lima Jutah Rupiah. Namun
sebelum melakoni semua kegiatan, semua anggota Porseni Bas dahului dengan Misa
Pembukaan. Misa Pembukaan Porseni Bas di adakan tepat pukul 06.00 di tenda peserta.
Dalam
Misa pembukaan itu, Pastor Maipai Pr.
mengajak semua umat supaya mempersiapkan keutuhan diri dengan baik. Keutuhan
diri yang dimaksud adalah pikiran, hati dan tenaga, untuk mengikuti semua
kegiatan Porseni Bas. Sebab bagi Pastor, jika ketiga hal integral kemanusiaan
manusia ini tidak disiapkan dengan baik, maka akan menjadi penghalang besar
dalam mengusahakan dan mencapai tujuan bersama serta akan mengganggu kesehatan
diri sendiri. Pastor juga mengajak peserta Porseni Bas untuk mengetahui dan
memahami akan tujuan Witogai Kamuu
Kampung, yakni; menuju kekudusan manusia (semua orang Paniai Barat yang
akan mengikuti upacara Witogai Kamuu
Kampung) seperti semula, saat Ugatamee
menjadikan manusia Mee.
Ajakan
Pastor Maipai itu sejalan dengan tema
yang telah ditentukan oleh para Liturgis untuk direnungkan selama kegiatan
Porseni Bas di Stasi Moma, yakni; Witogai Kamu sebagai Jalan Menuju Kekudusan
Manusia Mee. Kemudian perayaan pembukaan itu diteruskan dengan Ekaristi
Kudus, hingga panitia membuka kegiatan Porseni Bas secara resmi dengan
sambutan-sambutannya.
Dengan
dibukanya kegiatan Porseni Bas secara resmi, berlakukanlah juga semua tata
tertib yang telah dibuat oleh panitia untuk semua Stasi. Tata tertib yang telah
diberlakukan itu adalah pertama, para Pewarta dan Umat Stasi Moma wajib hadir di tempat semua
kegiatan berlangsung, sebelum 15 Menit kegiatan dimulai. Kedua, para Peserta Porseni Bas wajib berada di tenda kegiatan
sebelum 15 Menit kegiatan berlangsung. Ketiga,
semua peserta Porseni Bas wajib menjaga keamanan dan ketertiban umum. Keempat, di arena kegiatan Porseni Bas harus
bebas dari minuman beralkohol dan pinang. Kelima,
di arena kegiatan Porseni Bas tidak membahas dan menyelesaikan masalah
keluarga. Keenam, di arena kegiatan
Porseni Bas tetap menjaga harmonisan relasi antar Stasi dan Basis. Kemudian
jika ada peserta yang kedapatan melanggar salah satu ketentuan, maka akan dikenakan
sangsi dalam bentuk rupiah, sesuai dengan tingkatan pelanggarannya. Selain tata
tertib, panitia juga menyampaikan jadwal kegiatan Porseni Bas, yakni; mencakup waktu
bangun pagi sampai waktu tidur malam. Menyangkut jadwal, para panitia
pemaparkan bahwa seluruh jam yang akan dilalui telah diatur sedemikian rupa supaya
terisi dengan kegiatan bersama, maka seluruh peserta wajib mengikutinya dengan
baik.
Setelah
Misa Pembukaan dan penjelasan mengenai tata tertib serta jadwal kegiatan di
malam itu, keesokan harinya seusaui ibadat pagi dan sarapan, panitia umum
bersama panitia lokal serta seksi-seksi yang terpilih, mulai bergerak adakan
kegiatan Porseni Bas. Kegiatan Porseni Bas yang telah diadakan di Stasi Moma ada beberapa jenis: Pertama, pertandingan bola Volly Putra
dan Putri, dengan biaya pendaftaran Sepuluh Ribu Rupiah. Kedua, permainan Joker berhadiah rokok Surya 12 sebungkus dengan biaya
pendaftaran Lima Ribu Rupiah. Ketiga,
tarik undian berhadiah ayam hidup seekor, dengan biaya pendaftaran Seribu
Rupiah dan keempat, gotong royong kerja
bakti milik penyumbang dana. Inilah jenis-jenis kegiatan yang telah dilakukan
oleh anggota Porseni Bas di Stasi Moma.
Semua
jenis kegiatan itu telah dilakukan sesuai dengan jadwal. Sesuai dengan jadwal,
hari pertama dan kedua mesti lakoni pertandingan bola Volly, permainan Joker
dan tarik undian berhadiah, maka seluruh peserta mengfokuskan diri pada
kegiatan tersebut. Kemudian hari ketiga menurut jadwal, peserta harus mengadakan
kerja bakti milik penyumbang dana, maka seksi yang bersangkutan pun pengarahkan
konsentrasi peserta ke sana. Oleh karena itu, semua jenis kegiatan yang telah
dijadwalkan itu terlaksana dengan baik.
Pelaksanaan
kegiatan pertandingan bola Volly putra-putri, permainan Joker serta tarik undian
berhadiah ayam satu ekor itu dilangsungkan di halaman Stasi Moma selama dua hari. Sedangkan kegiatan
kerja bakti dilangsungkan di luar halaman Stasi Moma. Kerja bakti di hari terakhir itu lantas gotong royong tiga
jenis kerja, yaitu; pikul kayu pagar di hutan Tipakotu, milik bapak Izak
Utii, dengan sumbangan dana Lima Ratus Ribu Rupiah, angkat pasir dua ret di
kali Obano, milik Ibu Yupitha Pekey
dan Bapak Matias Pigai dengan
sumbangan dana masing-masing Tujuh Ratus Ribu Rupiah dan kerjakan delapan puluh
beden milik Martinus Utii di
Tipakotu.
Kemudian
tanggal 21 Januari 2016, tepat pukul 06.30 malam itu, para peserta bersama
Pastor Maipai Pr. mengadakan Misa Penutupan Porseni Bas untuk Stasi Moma. Setelah Ekaristi Kudus itu, panitia
lokal mengumumkan perolehan dana selama Porseni Bas di situ dan mereka
menyampaikan bahwa perolehan dana selama kegiatan Porseni Bas di Stasi Moma adalah sebesar Lima Juta Enam Ratus
Ribu Rupiah. Dana ini langsung diserahkan kepada panitia upacara Witogai Kamuu Kampung dan perayaan
Paskah Tahun 2016. Namun ada yang mengusulkan bahwa upacara Witogai Kamuu Kampung sifatnya umum,
maka sebaiknya biaya upacara tersebut dibahas lagi bersama dengan masyarakat
sekampung, termasuk umat Kristen Protestan. Maka usulan ini diterima baik oleh
panitia dan dana itu dibagi dua (biaya upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah 2016).
Pembagian
dana tersebut demikian; sebesar Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah serahkan
kepada bendahara dewan Stasi Moma dan
jumlah yang sama diserahkan kepada bendahara panitia umum. Keputusan atas
pertimbangan di atas menjadi teladan bagi Stasi Bado, Stasi Waipa dan
Stasi Epabutu. Artinya bahwa di tiga Stasi
ini pun telah menggunakan cara yang sama dalam mengatur dana hasil pelaksanaan
Porseni Bas di Stasinya masing-masing. Kemudian akhir dari seluruh rangkaian
kegiatan itu, panitia umum mengumumkan bahwa Hari Jumat, Sabtu dan Hari Minggu
umat bisa beraktifitas seperti biasa di Stasi masing-masing, tetapi Hari Senin
sore tepat pukul 05.00, umat harus sudah ada di Stasi Bado untuk mengadakan kegiatan yang sama di sana. Dan, selanjutnya
Hari Jumat Tanggal 22 Januari 2016 pagi, panitia membubarkan peserta ke Stasi
masing-masing.
Porseni Bas di Stasi Bado
Kegiatan
Porseni Bas sebagai salah satu jalan terbaik untuk mencari dana dalam rangka persiapan
upacara Witogai Kamuu Kampung dan
Perayaan Paskah, panitia terpilih kedua perayaan itu terus melebarkan kegiatan
Porseni Bas di Stasi Bado. Kegiatan
Porseni Bas tingkat Stasi di Stasi Bado
ini mulai tanggal 25 Januari 2016, dengan Misa Pembukaan oleh Pastor Maipai Pr.
Dalam Misa Pembukaan ini, Pastor mengajak umat untuk memahami Witogai Kamuu Kampung sebagai Kebenaran
sejati, yang akan membawa manusia yang mau bertobat kepada kekudusan sejati.
Oleh karena itu, persiapan menuju pertobatan yang utuh melalui upacara Witogai Kamuu Kampung dengan melakoni
kegiatan Porseni Bas menjadi amat penting. Maka, sebagai umat Ugatamee yang telah jatuh ke dalam dosa,
memohon kekuatan kepada Dia yang adalah Kebenaran sejati itu untuk mengalami
kekudusan adalah pilihan yang tepat.
Seusai
perayaan Ekaristi Kudus, panitia umum dan panitia lokal menyampaikan tata
tertib dan jadwal kegiatan porseni Bas kepada peserta, sebagaimana yang telah
dilakukan di Stasi Moma. Isi tata
tertib dan jadwal kegiatan yang telah disampaikan itu senada dengan yang pernah
diterapkan di Stasi Moma. Maka
panitia hanya menegaskan sepintas dan menempelkannya pada tempat yang mudah
dilihat oleh para peserta Porseni Bas. Kemudian selanjutnya peserta siapkan
diri untuk mengikuti kegiatan Porseni Bas di Stasi Bado dengan istirahat
setelah doa bersama.
Keesokan
harinya, pagi pukul 05.30, saudara Matias
Pigai sebagai petugas keamanan membangunkan semua peserta untuk ibadat
pagi. Dan, setelah peserta siap, Pewarta Paroki, Petrus Keiya memimpinnya. Dalam ibadat ini bapak Pewarta Paroki
mengajak umat supaya mereka menjadi utusan Ugatamee
untuk meyakinkan saudara-saudara yang lain bahwa Witogai Kamuu Kampung yang sudah direncanakan dan sedang
dipersiapakan itu adalah Kebenaran sejati menuju kekudusan manusia Mee yang sejati. Ibadat pagi ini ditutup
dengan lagu penutup dalam bahasa Mee
(Wani) seperti biasa.
Pagi
yang cerah itu ternyata tanggal 26 Januari 2016. Pada pagi dan tanggal ini,
peserta segera sarapan sambil menunggu intruksi para panitia. Tidak lama
kemudian, suara panitia lewat pengeras suara hampir terdengar di seluruh
Distrik Obano. Oleh karena itu, semua peserta meninggalkan tenda dan
berhamburan keluar mengikuti arahan para panitian yang sudah memegang alat
tulis di tangan mereka masing-masing. Ketua panitia umum Donatus Keiya dan Sekretarisnya Vitalis
Pigai mengarahkan peserta ke seksi-seksi kegiatan yang ada untuk segera
mendaftarkan diri atau timnya untuk bermain.
Seksi-seksi
kegiatan yang saat itu siap dan telah melayani peserta adalah seksi
pertandingan bola Volly Putra-Putri, dengan pendaftaran Sepuluh Ribu Rupiah, Joker
berhadiah rokok surya 12 satu bungkus, dengan pendaftaran Lima Ribu Rupiah,
Joker berhadiah ayam hidup satu ekor, dengan pendaftaran Dua Puluh Ribuh Rupiah
dan lempar kaleng, dengan pendaftaran Seribu Rupiah. Arahan ketua panitia dan
sekertarisnya ini diikuti oleh para peserta selama dua hari (Tanggal 26 – 27
Januari 2016). Oleh karena itu, kegiatan Porseni Bas untuk pertandingan dan
perlombahan selama dua hari itu telah berjalan baik.
Setelah
pertandingan dan perlombaan selama dua hari di halaman Stasi Bado, hari ketiga adalah hari yang
ditentukan untuk kerja bakti milik penyumbang dana. Maka pada hari ini, seksi
kerja bakti mengarahkan peserta untuk memikul balok dan papan sengsor di hutan Degepa dan Ekouw serta menimbun tanah di lahan milik seorang penyumbang dana
di sebelah kiri kali Obano. Arahan seksi kerja bakti ini diikuti dengan baik
oleh para peserta dari empat Stasi yang terhimpun dan akhirnya pekerjaan
tersebut terlaksana dengan baik pula.
Dalam
melakoni pekerjaan-pekerjaan itu, para peserta Porseni Bas tidak terhindar dari
rasa capek dan lelah, tetapi kesiapan keutuhan diri mereka untuk melibatkan
diri dalam kegiatan yang mantap, maka perasaan semacam itu dialaminya sebagai
bagian dari upaya mereka mempersiapkan Witogai
Kamuu Kampung untuk menguduskan dirinya. Berkat motivasi ini, mereka
berhasil mengumpulkan dana sebesar Delapan Jutah Lima Ratus Ribu Rupiah. Volume
perolehan dana ini pernah diumumkan kepada peserta Porseni Bas setelah Misa
penutupan, pada malam 28 Januari 2016. Selanjutnya telah disepakati untuk
mengikuti kalender persiapan Witogai
Kamuu Kampung yang telah ditetapkan panitia. Menurut kalender, Senin, 01
Februari 2016 adalah giliran Porseni Bas di Stasi Waipa.
Porseni Bas di Stasi Waipa
Umat
Stasi Waipa yang hanya terdiri dari
lima belas keluarga itu tidak mau kalah dengan kedua Stasi yang telah terlebih
dahulu mengadakan kegiatan Porseni Bas. Umat Waipa yang meskipun sedikit, tetapi amat kaya dengan persatuan ini,
langsung membuktikan persatuan mereka dengan membangun sebuah kemah dengan empat
tungku api yang mengarah ke danau Paniai yang letaknya tidak jauh dari bangunan
Gereja Stasi Waipa dan kemah yang
baru didirikan itu. Mereka juga menyiapkan kayu bakar (piya) makanan (nota dan notaimo) serta air minum (uwo) bagi peserta dari tiga stasi yang
akan datang membantunya.
Penginapan
dan bahan makanan serta pia untuk
dibakar sudah tersediah bagi peserta. Kini mereka menanti kehadiran saudara
seiman yang hendak datang untuk menyumbangkan tenaga dalam mencari dana sumbangan
wajib. Tidak lama kemudian, penantian mereka itu terpenuhi juga oleh kedatangan
tiga buah Spit boad yang mengangkut
peserta dari Stasi Epabutu, Stasi Bado dan Stasi Moma dari arah Timur Danau Paniai.
Kehadiran
tamu-tamunya itu memicu semangat mereka untuk menjemputnya dengan ramah hingga
di perkemahan baru. Kepada tamu-tamunya disajikan ikan bakar segar yang baru
saja mereka tangkap dari danau Paniai, nota
bakar dan sayur masak. Peserta yang baru sampai di Stasi Waipa ini pun menikmatinya dengan suka cita. Setelah menikmati
sajian ini, semua peserta siapkan diri untuk merayakan Ekaristi Kudus, yang
adalah perayaan pembukaan seluruh rangkaian kegiatan Porseni Bas bagi seluruh
anggota saat itu. Dalam perayaan pembukaan ini, Pastor Paroki St. Fransisku
Obano, Pastor Sebas yang akrab disapa umatnya dengan nama pemberian mereka Maipai Pr. mengajak umatnya untuk
merenungkan Witogai Kamuu Kampung sebagai
Hidup. Witogai Kamuu Kampung
disebut sebagai Hidup, karena melalui upacara ini umat akan mengalami
pembersihan diri dari dosa-dosa dan dapat menikmati kehidupan sejati, sebagai
orang-orang kudus. Ajakan Pastor ini menjadi tema lanjutan yang direnungkan
oleh para peserta Porseni Bas, dibawah pimpinan para pewarta dari empat Stasi
sepanjang kegiatan ini berlangsung di Stasi Waipa.
Dalam
terang tema itu, kegiatan Porseni Bas di Stasi Waipa pun dimulai 02 Februari 2016. Pada hari pertama ini, panitia
umum bersama panitia lokal mengajak peserta untuk mengikuti jadwal yang ada.
Sesuai dengan jadwal, hari pertama ini harus melaksanakan pertandingan dan
perlombaan-perlombaan. Oleh karena itu, tanpa bimbang dan ragu, para peserta pun
mengikuti semua jenis pertandingan dan perlombaan dengan tekun hingga sore.
Keesokan
harinya, seksi kerja bakti mengarahkan peserta untuk menuju ke Kampung Totio dan teruskan perjalanannya ke
gunung Kene (arah utara dari Kmpung Totio), yang letaknya kira-kira 200 Kilo
Meter dari Stasi Waipa. Para peserta
yang menuju ke sana dibagi dalam dua kelompok, yakni; kelompok wanita, yang menuju ke sana dengan
mengendarai Spit boad lewat danau Paniai
dan kelompok pria yang menuju ke
titik kumpul yang sama dengan jalan kaki lewat hutan. Kedua kelompok orang ini
akhirnya bertemu di kampung Totio dan
bersama-sama menuju ke gunung Kene
dengan jalan kaki, untuk memikul kayu pagar yang dimaksud tadi. Setelah 4 jam
dalam perjalan menuju ke sana, akhirnya sampailah kami di tempat tujuan (di
bawah gunung Kene) dan selanjutnya membawa
keluar kayu pagar yang sudah di siapkan itu, hingga menghabiskan waktu yang
sama pula dalam perjalanan pulang ke Kampung Totio.
Sesampainya
kami di Kampung Totio, kami juga
diminta oleh seorang warga yang lain untuk memikul kayu pagarnya, yang masih
tertancap di tanah, yang juga terletak di sebelah barat dari Kampung Totio. Ia meminta supaya kami
memindahkan kayu itu ke arah timur, tepatnya di pingir Danau Paniai. Maka itu,
kami menekuni pekerjaan ini sampai selesai. Kemudian jazah yang ia berikan
kepada peserta atas pekerjaan itu adalah dana Lima Ratus Ribu Rupiah dan satu
ekor anak babi. Setelah menyelesaikan kedua pekerjaan yang cukup melelahkan
itu, sekitar jam 04.20, kami kembali ke Stasi Waipa dengan mengendarai
kendaraan danau. Setelah kembali ke Stasi Waipa, sisa waktu yang ada dimanfaatkan
dengan olah raga lanjutan dan siapkan diri untuk Misa penutupan. Sebab keesokan
harinya rombongan Pastor akan meninggalkan umat menuju ke Paroki Madi untuk
mengikuti pertemuan Dekenat.
Hari
berikutnya, tanggal 04 Februai, peserta masih dahulukan dengan kerja fisik.
Pekerjaan fisik yang dilakukan ini adalah babat rumput di pingir Danau Paniai,
lahan berkebun. Letak pekerjaan ini tidak jauh dari Stasi Waipa dan pemiliknya pun seorang pemuda anggota Porseni Bas. Oleh
karena itu, ia menyumbangkan upah kerja sebesar Empat Jutah Rupiah. Kemudian
malam harinya semua kegiatan Porseni Bas di Stasi Waipa ditutup dengan Ibadat Sabda yang dipimpin oleh Frater mereka,
yang sore itu juga telah kembali bersama Sekretaris Dewan Paroki setelah
mengikuti pertemuan Dekenat di Paroki Madi. Dan, diakhir ibadat penutupan ini,
panitia mengumumkan perolehan dana sebesar Delapan Juta, Enam Ratus Empat
Puluh Tiga Ribu Rupiah dan Satu Ekor babi.
Porseni Bas di Stasi Epabutu
Kegiatan
Porseni Bas tingkat Stasi yang diadakan Timpas Paroki St. Fansiskus Obano dalam
rangka persiapan upacara Witogai Kamuu
Kampung dan Perayaan Paskah yang terakhir diadakan di Stasi Epabutu. Pelaksanaan kegiatan ini di
Stasi Epabutu terjadi selama tiga
hari lagi, yaitu mulai Tanggal 9 Februari dan berakhir tanggal 11 Februari
2016.
Pelaksanaan
kegiatan Porseni Bas di Stasi Epabutu
itu juga dibuka dengan Perayaan Ekaristi secara resmi oleh Pastor Paroki. Dalam
perayaan pembukaan seluruh rangkaian kegiatan ini, Pastor Maipai Pr. mengajak seluruh umat untuk merenungkan Witogai Kamuu Kampung yang sedang
dipersiapkan itu sebagai Jalan, Kebenaran
dan Hidup. Tema yang dijadikan sebagai pokok permenungan ini adalah kesatuan
dari tema-tema yang pernah didalami selama kegiatan Porseni Bas di ketiga Stasi
yang lain.
Pengalaman
menjadikan tema itu sebagai pokok permenungan sepanjang kegiatan Porseni Bas di
Stasi Epabutu, bertolak dari pertimbangan
bahwa tema-tema itu perlu dimengerti secara utuh dalam konteks Witogai Kamuu Kampung. Selain
pertimbangan ini, saat berlangsungnya kegiatan itu di Stasi Epabutu, umat Paroki setempat juga akan
membuka upacara Witogai Kamuu Kampung
itu secara resmi dari Stasi Epabutu,
pada hari yang bertepatan dengan perayaan Rabu Abu (Tanggal 10 Februari 2016).
Oleh karena itulah Pastor Paroki menyimpulkan semua tema itu dengan baik. Sebab
tema tersebut adalah tema universal persiapan upacara Witogai Kamuu Kampung yang telah ditentukan oleh Timpas.
Dengan
dibukanya kegiatan Porseni Bas lewat permenungan dalam Ekaristi Kudus itu, seluruh
kegiatan yang direncanakan pun dibuka untuk dilangsungkan keesokan hari. Keesokan
harinya, panitia lokal yang terlatih lantas melayani peserta dengan pendaftaran
dan melangsungkan kegiatan Porseni Bas. Pelaksanaan kegiatan Porseni Bas di
sini juga diawali dengan pertandingan bola Volly putra-putri, permainan Joker
berhadiah dan lempar kaleng.
Pada
hari kedua adalah Tanggal 10 Februari 2016, yang bertepatan dengan Hari Rabu
Abu. Maka Kepala Kampung Epabutu,
Bapak Alfonsius Keiya menggerakkan
para panitia untuk segera merancang sebuah upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung yang berciri khas
budaya orang Mee. Berkat upaya itu,
akhirnya mereka berhasil merangcang sebuah upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung, yang di dalamnya
terdapat penumpahan darah ternak, seperti kebiasaan leluhur mereka dalam
memperbaiki relasinya dengan sesama, leluhur, alam dan Ugatame dahulu. Rancangan upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung ini didukung oleh sumbangan dana sebesar Lima
Juta Rupiah oleh Kepala Kampung Epabutu,
Dua Juta Rupiah oleh Panitia umum dan Dua-dua Ratus Ribu Rupiah oleh para
pengurus keempat Stasi yang ada. Sehingga jumlah dana yang akan digunakan dalam
pembukaan upacara Witogai Kamuu Kampung
itu mencapai Tujuh Juta, Enam Ratus Ribu Rupiah.
Kemudian
di malam yang sama, pembagian tugas persiapan upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung pun diadakan. Isi
pembagian tugas ini adalah Bapak Kepala Kampung bersama beberapa pemuda
dipercayakan untuk menyiapkan hewan yang akan dikurbankan, para liturgis
dipercayakan untuk menyiapkan liturgi yang berciri khas budaya orang Mee. Beberapa pemuda dipercayakan untuk
mengumpulkan batu dan dedaunan yang akan digunakan saat barapen serta mama-mama
dari Stasi Epabutu dipercayakan untuk
menyumbang bahan makanan hasil kebun mereka.
Pembagian
tugas tersebut diterima baik oleh para petugas yang baru saja dipercayakan itu
dan semua peserta Porseni Bas. Namun telah disepakati juga bahwa kegiatan
Porseni Bas di Hari Rabu Abu itu tetap diadakan hingga jam makan siang. Oleh
karena itu, pada hari yang ditunggu-tunggu (tanggal 10 Februari 2016) untuk
membuka upacara Witogai Kamuu Kampung
itu, semua peserta mengikuti kegiatan Porseni Bas seperti biasa. Kegiatan yang
kami lakoni di hari penting ini adalah mengangkat kayu pagar milik seorang
penyumbang dana sebesar Dua Jutah Lima Ratus Ribu Rupiah, yang letaknya di bagian
barat Kampung Epabutu dan papan sengsor di bawah gunung sebelah kiri dari
kampung yang sama.
Dalam
menekuni kedua pekerjaan itu, peserta betul-betul menguras tenaga habis-habisan,
oleh karena beratnya medan yang telah dilalui dan banyaknya jumlah kayu yang
melebihi peserta Porseni Bas. Memang benar bahwa medan yang telah kami lalui
adalah tanjakan bertebing yang tak teratur, licin dan sangat jauh, juga jumlah
kayu yang disiapkan hampir lima ratus buah di masing-masing lokasi yang juga sudah
sangat melebihi anggota porseni Bas. Namun inilah pengalaman kami umat Paroki
St. Fransiskus Obano di hari itu dalam pempersiapkan upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan
Paskah yang telah kami rencanakan. Dan, telah terbukti bahwa pengalaman itu tidak
menjadi penghalang bagi rencana bersama. Para peserta segera kembali ke
perkemahan Porseni Bas, yang berada di halaman depan Stasi Epabutu untuk makan siang dan lanjutkan dengan upacara pembukaan upacara
Witogai Kamuu Kampung.
Para
peserta Porseni Bas, setelah mengembalikan tenaga dengan makan-minum serta istirahat
sejenak, mereka teneruskan dengan kegiatan persiapan pembukaan upacara Witogai Kamuu Kampung dan Hari Rabu Abu.
Bapak Kepala Kampung dan rombongannya menyediakan hewan kurban (ayam kampung
satu ekor dan seekor bebek) serta ayam potong untuk barapen sebanyak seratus
tujuh puluh ekor. Sementara itu, para memuda-memudi bersama mama-mama juga
mengumpulkan kayu bakar, batu dan sayuran. Setelah semuanya tersedia, maka
selanjutnya besama-sama melakukan proses barapen, hingga selesai tepat pukul
05. 45 sore.
Dengan
selesainya proses barapen itu, maka acara berikut yang telah dilakukan adalah
mengadakan upacara pembukaan Witogai
Kamuu Kampung dan Perayaan Rabu Abu. Kedua perayaan ini dimulai tepat pukul
06.30 di Gereja Katolik Stasi Epabutu.
Proses kedua perayaan ini berlangsung demikian: Setelah mempersiapkan hati umat
dalam Ritus Pembuka dan Sabda, Pastor mengajak umat untuk mengikuti upacara
pembukaan Witogai Kamuu Kampung dan
menerima Abu. Sesudah ajakan ini, Pastor memberkati dua ekor hewan yang akan
dikurbankan, perlengkapan pembuat api tradisional (mamo), air dan abu.
Seusai
proses pemberkatan itu, para petugas bersama Pastor Paroki mengurbankan hewan
tersebut di depan altar. Kemudian darahnya diisi dalam sebuah baskom sedang
yang sudah disiapkan. Selanjutnya Pastor meberkati darah hewan itu secara
khusus, lalu dicampurkan sedikit ke dalam air yang sudah diberkati tadi dan selebihnya
diletakkan di depan altar. Sementara itu, para petugas pembuat api tradisional (mamo) pun berhasil memasang api di depan
altar juga. Oleh karena semuanya tersedia, maka Pastor dan para pewarta
mengajak umat untuk maju ke depan altar dengan teratur untuk mencelupkan
susunan dosa mereka yang telah ditulis dalam lembaran kertas, ke dalam air dan
darah berkat yang telah disediakan di depan altar, lalu dibakar ke dalam api
yang tersedia di depan altar juga (pembersihan diri). Kemudian terakhir menghadap
Pastor untuk menerima Abu dan kembali ke tempat duduk semula.
Arahan
itu diikuti oleh umat secara baik dengan melibatkan diri dalam pembersihan diri
dan penerimaan Abu. Sementara itu, para pewarta dari keempat Stasi
mengiringinya dengan lagu-lagu tradisi (Uga).
Oleh karena itu, suasana pembukaan upacara Witogai
Kamuu Kampung itu semakin dirasakan sebagai momen keramat. Upacara ini
berlangsung begitu khusyuk dan meriah. Kemudian kami semua melanjutkan perayaan
itu dengan mengikuti Ekaristi Kudus. Perayaan ini ditutup dengan berkat dan
lagu pada pukul 09.30 malam.
Umat
Paroki St. Fransiskus Obano yang baru saja menyelesaikan upacara pembukaan Witogai Kamuu Kampung dan perayaan
penerimaan Abu itu, keluar dari dalam Gereja dan menuju ke perkemahan.
Sesampainya kami di perkemahan, kami membuka masakan tradisional itu untuk
dihidangkan dan selanjutnya makan bersama.
Hari
Kamis tanggal 11 Februai 2016, para peserta melanjutkan dengan kegiatan Porseni
Bas. Jenis kegiatan yang telah kami lakukan pada hari ini adalah memikul papan
sengsor, kayu pagar dan sore harinya melakoni pertandingan dan perlombahan
seperti biasa. Sesudah melakoni semua pekerjaan itu, kami menutup seluruh kegiatan
tersebut dengan Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi yang ditutup dengan
teriakan kompak berciri khas suku bangsa Mee
(Yuk) itu, menjadi pengantar bagi
panitia lokal untuk mengumumkan perolehan dana selama kegiatan Porseni Bas di
Stasi Epabutu.
Panitia
lokal pun tampil dan mengumumkan bahwa perolehan dana selama kegiatan Porseni
Bas di Stasi Epabutu itu adalah
sebesar Delapan Juta, Delapan Ratus Ribu Rupiah. Mereka juga menyanpaikan ucapan
terimakasi kepada umat dari ketiga Stasi, yang telah membantu mengumpulkan dana
itu. Sesudah kesempatan mereka berakhir, panitia umum pun tampil dan
menyampaikan rencana kegiatan yang sama di tingkat Paroki. Saat itu telah mereka
sampaikan bahwa; pertama, kegiatan
Porseni Bas di tingkat Paroki akan diadakan 21 Februari – 28 Februari 2016, dan
seksi-seksi semua jenis kegiatan akan melibatkan seluruh umat dari seluruh
Stasi. Kedua, panitia akan mengundang
umat untuk kerja bakti di arena Porseni Bas tingkat Paroki. Ketiga, panitia akan siapkan waktu untuk
cincang kayu pemagaran Pastoran. Setelah mengutarakan semua itu dan saling
menghibur di malam itu, kami beristirahat. Keesokan harinya kami kembali ke
tempat tinggal kami masing-masing, untuk mempersiapkan diri lagi guna mengikuti
kegiatan yang sama di pusat Paroki.
Porseni Bas di Pusat Paroki
Pelaksanaan
kegiatan Porseni Bas di pusat Paroki ini lebih seru. Dikatakan lebih seru,
karena kegiatan di sini melibatkan seluruh masyarakat Paniai Barat dan umat
dari Paroki tetangga yang lain, seperti Paroki Idakebo, Moanemani, Wagete, Enarotali dan Paroki Madi. Selain mereka, jenis kegiatan yang
diadakan juga lebih banyak seperti; bola Volly putra-putri, sepak bola,
permainan bola kasti, takraw dan juga memuat perlombaan, seperti; lomba panah,
lomba lari marathon, lomba tarik tambang, lomba kesenian budaya (Uga), lomba baca Kitab Suci, cerdas
cermat serta pemainan joker berhadiah dan lempar kaleng, juga ditambah lagi
dengan kerja bakti bersama.
Jenis-jenis
kegiatan itulah yang telah meramaikan kegiatan Porseni Bas di pusat Paroki,
selama satu Minggu. Namun sebelum membuka jenis-jenis kegiatan itu dengan Misa
Kudus, seminggu sebelumnya panitia sudah bergerak membersihkan arena kegiatan,
yang terletak di lingkungan Kantor Distrik Obano. Pembersihan ini melibatkan
beberapa perwakilan umat dari Stasi Epabutu
dan Waipa serta seluruh umat dari
Stasi Bado dan Moma. Selain itu, anggota TNI
yang bertugas di Distrik Obano juga turut membantunya.
Kegiatan
Pekan Olah raga, Seni dan Basar itu dibuka secara resmi pada tanggal 21
Februari 2016. Perayaan ini diikuti oleh seluruh umat Paroki St. Fransiskus
Obano yang hadir. Dalam perayaan pembukaan ini, Pastor Paroki mengajak umatnya lagi
untuk mengfokuskan diri pada pemeriksaan dosa lebih lanjut, baik dosa-dosa
pribadi, keluarga, marga maupun dosa-dosa kampung terhadap sesama, leluhur,
alam maupun dosa dosa terhadap Ugatamee sendiri.
Juga mengajak para liturgis supaya pemeriksaan ini memberi porsi yang cukup
dalam renungan-renungan ibadat pagi maupun malam.
Paroki
St. Fransiskus Obano, 22 Februari 2016, kegiatan Porseni Bas mulai
dilangsungkan. Kegiatan hari pertama ini dan hari kedua besoknya hanya diikuti
oleh seluruh umat Paroki setempat dan masyarakat Distrik Paniai Barat.
Sedangkan kegiatan hari ketiga sampai hari terakhir diikuti juga oleh umat
Paroki tetangga yang telah diundang. Namun sayangnya hanya umat Paroki Idakebo yang pernah datang memenuhi
undangan Timpas dan Panitia pelaksana persiapan upacara Witogai Kamuu Kampung dan Perayaan Paskah 2016.
Kegiatan
di pusat Paroki itu terkesan berjalan dengan baik. Artinya bahwa pertandingan
dan perlombaan yang telah dipilih untuk diselenggarakan itu hampir semuanya
terlaksana dengan baik. Hanya perlombaan Lari Marathon dan Tarik Tambang yang
belum terlaksana, oleh karena seksi perlombaan yang bersangkutan sedang dalam
masalah. Tetapi melalui kegiatan yang lain, dana tetap masuk ke kas panitia.
Adapun
sumbangan-sumbangan dalam bentuk dana dan benda dari sesama yang merasa bahwa
pembersihan diri, keluarga, marga dan kampung suku bangsa Mee di Paniai Barat, melalui Witogai
Kamuu Kampung itu penting. Sumbangan pertama datang dari Pastor Awam, Alexander Pigai bersama umatnya dari
Paroki Idakebo. Mereka menyumbang
dana sebesar Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah. Sumbangan ini tidak terhitung
dengan dana pendaftaran kegiatan untuk mengikuti semua pertandingan dan
perlombaan yang diadakan. Mereka juga menyumbang kayu bakar dan bahan makanan (nota-sayur). Sumbangan dana kedua datang
dari bapak Alfonsius Keiya (Kepala Kampung Epabutu)
sebesar Satu Juta Rupiah. Sumbangan ketiga diberikan oleh mama Yulita Boma dalam bentuk beras satu
karung. Dan, Bapak Bupati Paniai, Hengki
Kayame, yang saat itu mengujungi Distrik Obano pun turut menyumbang Lima
Puluh Juta Rupiah.
Sumbangan-sumbangan
itu dan perolehan dana selama seminggu Porseni Bas diumumkan secara resmi
sesudah Misa Penutupan (Minggu, 28 Februari 2016) di malam hari. Saat itu,
panitia mengumumkan bahwa perolehan dana melalui kegiatan Porseni Bas di
tingkat Paroki dan ditambah dengan sumbangan-sumbangan adalah Enam Puluh Lima
Juta Rupiah. Jumlah dana ini sudah termasuk dengan pengeluaran selama kegiatan.
Kemudian saldo dana yang masih ada di tangan panitia adalah sebanyak Lima Puluh
Tiga Juta Rupiah. Dana ini akan diatur secara adil oleh panitia dalam
memberikan honor kerja kepada semua petugas dan juga memperkuat kas keempat
Stasi. Lalu, dana sebanyak Dua Puluh Juta Rupiah sudah dikhususkan untuk diserahkan
kepada Bendahara upacara Witogai Kamuu
Kampung dan Perayaan Paskah 2016.
Setelah
penyampaian itu, mereka mengaturnya sesuai dengan rencana mereka. Dan, dalam
suka cita, semua peserta menikmati makanan hasil bakar batu bersama. Di
sela-sela makan bersama, panitia juga menyampaikan beberapa hal dan salah satu
hal yang pernah ditekankan saat itu adalah mengenai jadwal pengecekan peserta
upacara Witogai Kamuu Kampung.
Panitia menyampaikan bahwa jadwal sudah dibuat dan telah dibagikan kepada
masing-masing dewan Stasi, maka mohon diperhatikan dengan baik. Pengecekan
peserta itu akan dimulai dari hari Seni, 7 Maret – hari Seni berikutnya, 14
Maret 2016. Sifat pengecekan peserta ini adalah wajib, karena itu Timpas
bersama panitia akan berjalan dari Emawaa
ke Emawaa sesuai dengan jadwal.
Pemberitahuan
tesebut menutup seluruh pembahasan di malam itu. Selanjutnya peserta rekreasi
bersama dalam kelompok-kelompok. Dalam rekreasi ini, ada kelompok yang
mengisinya dengan joget di aula, ada kelompok yang bernyanyi dengan iringan
gitar, ada kelompok yang cerita lucu (mop), ada kelompok yang main joker dan
ada juga kelompok peserta yang membahas rencana Witogai Kamuu Kampung pada puncaknya 3 – 9 April 216. Sesudah itu
semua peserta istirahat dan keesokan harinya kembali ke Stasi masing-masing.
Akhir dari semua pengalaman itu, ketua panitia, Donatus Keiya mengucapkan syukur kepada Ugatamee, yang telah memungkinkan terselenggaranya seluruh kegiatan persiapan tersebut. “Saya bersyukur kepada Ugatamee sedalam-dalamnya, karena Ia sendirilah yang telah menyertai dan membimbing kami semua, sehingga semuanya telah berlalu dengan amat baik. Ucapan syukur ini saya ungkapkan lewat ucapan terimakasih kepada semua peserta, baik peserta dari Stasi Bado, Stasi Moma, Stasi Epabutu, Stasi Waipa maupun saudara-saudari kami yang lain, terutama mereka yang dari Paroki Idakebo. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Bupati Paniai, Hengki Kayame, yang telah menyumbangkan dana yang cukup bagi kami. Semoga Ugatamee terus memberi berkat bagi mereka dan kita semua, hingga sampai pada puncak upacara Witogai Kamuu”.
Demikianlah
goresan pengalaman umat Paroki St. Fransiskus Obano, selama mendagingkan
program kerja Timpas Paroki St. Fransiskus Obano, yakni; “Melaksanakan Porseni Bas” dalam rangka “Mempersiapkan Upacara Witogai Kamuu Kampung” dan Perayaan Paskah
2016. Salam Witogai Kamuu!
0 komentar:
Post a Comment