EVALUASI RENCANA KERJA, PENEGASAN
PILIHAN HIDUP DAN REFLEKSI TOP
1.
Pengantar
Laporan Tahun Orientasi Pastoral (TOP)
tahap pertama dan kedua sudah saya kerjakan dan telah kirim ke para Pastor
Pembina serta Bapa Uskup. Muatan (isi) dalam laporan TOP pertama dan kedua yang
telah saya kerjakan dan sudah kirim itu berbeda. Perbedaan yang saya maksudkan
itu adalah bahwa dalam laporan TOP yang pertama, saya memuat pengenalan medan
TOP. Kemudian dalam laporan TOP yang kedua, saya memuat rencana kerja saya
sebagai Frater TOP di Paroki TOP.
Sejalan dengan laporan TOP pertama dan
kedua itu, kini saya berada pada masa yang tepat untuk mengerjakan laporan TOP
yang ketiga (III). Saya menyadari akan masa ini, maka kini saya akan melaporkan
evaluasi rencana kerja, penegasan pilihan hidup dan refleksi atas masa TOP, sebagai
isi dari laporan TOP yang ketiga ini. Artinya bahwa dalam laporan TOP yang
terakhir ini, saya hanya memuat: Pertama, evaluasi atas rencana kerja yang
pernah saya laporkan dalam laporan TOP kedua. Kedua, saya memuat penegasan
pilihan hidup saya. Ketiga, saya memuat refleksi dan yang keempat kesimpulan. Berdasar
pada tujuan ini, maka dalam laporan TOP yang terakhir ini, saya akan
mengawalinya dengan evaluasi rencana kerja, penegasan pilihan hidup, refleksi
dan akan ditutup dengan kesimpulan.
2.
Evaluasi
Rencana Kerja
Kata evaluasi mengandung arti melihat
kembali akan apa yang sudah terjadi pada apa yang sudah direncanakan dan pernah
dikerjakan. Dalam hal ini, secara khusus melihat keberhasilan mengerjakan
rencana dan kegagalan melaksanakan rencana. Maka, pada bagian ini saya akan
melihat kembali akan apa yang sudah pernah saya rencanakan itu telah saya
kerjakan dengan tanggung jawab atau gagal mengerjakannya. Sehubungan dengan hal
ini, selanjutnya saya akan melihat rencana kerja yang pernah saya laporkan itu
secara berurutan dan melihat sejauh mana saya merealisasikan rencana itu!
2.1. Rencana kerja Pertama (Melengkapi
Data Umat)
Melengkapi data umat
adalah salah satu rencana kerja saya. Rencana ini sudah saya kerjakan sesuai
dengan waktu yang telah saya tentukan. Sesuai dengan waktu yang telah saya
tentukan, saya menggunakan satu Minggu untuk satu Kombas, khususnya Kombas yang
belum lengkapi data umat yang dimaksud.
Proses melengkapi data
tersebut saya memulainya sejak bulan Agustus Minggu ketiga hingga bulan Oktober
Minggu ketiga 2016. Dalam bulan ini, saya mulai mengambil data dari Kombas ke
Kombas. Dalam hal ini, katakan saja bahwa mulai dari Kombas Idetaka, Kenekadega, Yabama dan berakhir
di Kombas Kabagi Wiyai. Data-data ini
sudah saya kumpulkan dan telah serahkan kepada Pastor Paroki.
Saya kisahkan sedikit
mengenai pengalaman mengambil data umat. Sesuai dengan waktu yang sudah saya
tentukan, pada Minggu ketiga dalam Bulan Agustus itu, saya sudah mulai
mengambil data umat itu. Dalam proses pengambilan data umat ini, saya berjalan
dari Kombas ke Kombas dan selanjutnya berjalan dari rumah ke rumah dan langsung
wawancara dengan kepala keluarga Katolik (umat).
Dalam proses itu, saya
tidak hanya mengalami kemudahan-kemudahan, tetapi juga kesulitan-kesulitan.
Saya mengalami kemudahan ketika saya menemui umat di rumah dan langsung
wawancara mengenai hal-hal yang perlu. Sementara mengalami kesulitan, ketika
sesampainya saya di rumah umat, saya tidak menemui umat. Maka saya menunggu
hingga sore bahkan malam. Karena itu, beberapa kali saya tidur di Emawa Kombas
yang bersangkutan. Hal ini bukan berarti bahwa pengalaman itu buruk, tetapi saya
mau katakan bahwa proses melengkapi data umat itu tidak mulus-mulus. Meskipun
demikian saya bersyukur, karena data yang dibutuhkan itu sudah tersediah.
2.2.
Rencana
kerja kedua (Menata Halaman Pusat Paroki)
Penataan halaman pusat Paroki, sudah
saya mulai pada tiga bulan pertama di masa TOP ini. Selanjutnya secara
perlahan, saya melanjutkannya hingga saat ini. Kini halaman tersebut nampak
berbeda dengan halaman yang sama di masa sebelumnya. Artinya bahwa halaman
tersebut ada perubahan sedikit. Perubahan sederhana ini terjadi oleh karena
saya merealisasikan rencanaku itu secara perlahan.
Perealisasian rencana tersebut saya
mulai dengan pembuatan papan informasi Paroki. Sesudah papan informasi Paroki
tersediah, maka selanjutnya saya mulai cari kayu, paku dan gergaji. Oleh karena
bahan-bahan ini juga tersediah, maka tahap berikutnya saya mulai membuat pagar
bunga. Pagar bunga itu telah saya kerjakan dengan kayu yang saya cari sendiri. Setelah
pagar sudah dikerjakan, saya cat sesuai dengan warna cat yang ada. Usai pekerjaan
ini barulah saya mulai membersihkan dan cangkul tanah serta menghamburkan pupuk
lokal. Sesudah proses ini saya membiarkan selama beberapa hari, supaya tanah
dan pupuk itu menyatu. Tahap paling terakhir yang telah saya kerjakan adalah menanam
bunga. Bunga yang telah saya tanam itu bunga bonsai dan bunga-bunga jenis lain,
yang bagus. Kini, bunga-bunga itu mulai tumbuh dan semakin memperindah halaman
Gereja.
2.3.
Rencana
kerja ketiga (Mengujungi umat di Kombas)
Rencana mengujungi umat di Kombas ini
pernah saya lakukan pada setiap Hari Selasa. Memilih untuk mengujungi umat di
setiap Kombas pada hari ini, dengan alasan bahwa umat di setiap Kombas
mempunyai jadwal Ibadat Sabda pada Hari Selasa ini. Maka mengujungi mereka
supaya beribadat bersama mereka di Kombas. Namun selama kujungan itu, saya hanya
bisa bertemu dengan pewarta Kombas yang bersangkutan dan satu-dua umat.
Meskipun demikian, kami tetap adakan sering pengalaman iman.
Belajar dari pengalaman itu, maka
selanjutnya saya memilih untuk menunggu momen yang tepat guna beribadat bersama
umat di Kombas, misalnya; saat Berulang Tahun, Syukuran dan Ibadat Arwah. Namun
permintaan umat mengenai hal ini juga minim. Karena itu, terpaksa saya selalu
kujungi Emawa-emawa di setiap Kombas dan menemui umat yang ada dan mendengarkan
kisah-kisah hidup mereka lalu pulang.
2.4.
Rencana
kerja keempat (Pembinaan Iman)
Rencana pembinaan iman umat pernah saya realisasikan
bersama dengan para pewarta dan Pastor Paroki pada Bulan Kitab Suci. Dalam
Bulan Kitan Suci ini, kami pernah berjalan dari Stasi ke Stasi dan bersama umat
pula mengadakan pendalaman Kitab Suci. Proses pembinaan iman yang telah kami
lalui itu berlangsung demikian: Diawali dengan nyanyian pembukaan, doa pembuka,
kata pengantar, membacakan Kitab Suci, sering pengalaman iman dalam terang
Kitab Suci, penegasan, nyanyian, doa penutup dan berkat penutup.
Pembinaan iman umat khusus untuk OMK
Paroki, secara formal telah saya jalankan di sekolah-sekolah yang ada (SMP
& SMA). Sementara pembinaan iman bagi anak-anak SD dan mereka yang tidak
sekolah, yang juga belum tersapa, dapat saya jalankan saat-saat kemping rohani
dan kegiatan bersama di Gereja. Dalam kegiatan seperti ini, selalu saya ingatkan
bahwa “kaum muda-mudi itu masa depan Gereja Katolik di Paroki ini. Maka
bersedia mengikuti kegiatan-kegiatan rohani di Gereja itu pilihan yang baik”.
Namun saya juga tetap mengakui bahwa pembinaan khusus bagi OMK Paroki yang
terarah belum terlaksana dengan baik. Persoalan ini terjadi oleh karena minimnya
kerja sama antara saya dengan pengurus OMK Paroki. Meskipun saya selalu mendekati
pengurus OMK dan memberitahukan rencana ini, tetapi belum juga menjadi
kenyataan. Saya juga pernah umumkan di Gereja, supaya OMK berkumpul untuk
membahas hal-hal yang perlu untuk memajukan iman. Namun hasilnya tetap sama,
maka saya pernah berpikir untuk mencari solusi lain lagi untuk mengumpulkan
mereka, yakni; lewat jalur olahraga, tetapi perlengkapan olahraga yang adalah
milik Paroki itu pun kurang jelas keberadaannya. Karena itu, rencana ini belum
berhasil. Maka pada masa Tahun Karya saya akan fokus pada bagian ini.
3.
PENEGASAN
PILIHAN HIDUP
Masa
Orientasi Pastoral, bagi saya adalah satu masa di mana saya belajar untuk
menuju kedewasaan dalam panggilan, terutama pembentukan mental pribadi, hidup
rohani, berelasi dengan umat, mempunyai pengalaman berkarya dan mengenal medan
Pastoral. Dalam hal ini, saya sadar bahwa semua ini akan menjadi kekayaan saya,
jika saya belajar dengan rendah hati. Oleh karena sadar akan hal ini, maka
sejak awal saya sudah mulai dengan memberi perhatian serius pada bidang-bidang
tersebut. Maka, sesudah memiliki sejumlah pengalaman, pada kesempatan ini saya
akan menegaskan pilihan hidup saya dengan sadar dan mau.
Sebelum
menegaskan pilihan hidupku itu, saya perlu kemukan di sini bahwa hidup sebagai
seorang Imam maupun sebagai seorang kepala keluarga itu baik adanya. Penilaian
ini lahir dari hasil belajar saya dari Pastor Pembina dan Umat di Paroki TOP. Saya
telah belajar sedikit, bagaimana hidup sebagai seorang Imam dari Pastor Pembina
dan bagaimana hidup sebagai seorang kepala keluarga dari setiap umat yang telah
saya jumpai.
Berdasarkan
pengalaman belajar itu, saya melihat tingkat kesulitan dan kemudahan hidup
sebagai sorang Imam maupun sebagai seorang kepala keluarga. Tingkat kesulitan
hidup sebagai seorang Imam adalah hidup sendiri seumur hidup. Dalam hidup
sendiri ini, seorang Imam harus mengatasi masa-masa sulitnya sendiri. Masa-masa
sulit yang dimaksud adalah saat sakit, lapar, tak berdaya, diteror dan lain
sebagainya. Selain itu, ia juga mempunyai tanggung jawab yang besar dalam
membina iman dan menjaga moral umat yang begitu banyak, yang juga berbeda-beda
segalanya itu. Jadi, saya akui bahwa ternyata hidup sebagai seorang Imam itu
berat.
Demikian
juga dengan tingkat kesulitan hidup sebagai seorang kepala keluarga. Seorang
kepala keluarga harus memikul beban hidup seluruh anggota keluarga dan
kerabatnya seumur hidup juga. Secara jelas tingkat kesulitan hidup seorang
kepala keluarga itu berawal dari masa pembentukan keluarga, keluarga muda,
keluraga dewasa, hingga keluarga usia lanjut. Dalam seluruh proses ini, seluruh
beban hidup keluarga ada di pundak seorang kepala keluarga. Maka terkesan tidak
ada hidup tanpa beban. Oleh karena itu saya juga akui bahwa hidup sebagai
seorang kepala keluarga juga memang berat.
Model
pilihan hidup itu kedua-duanya berat. Maka pertanyaannya; model pilihan hidup
mana yang harus saya pilih dan tegaskan di sini? Pertanyaan inilah yang akan
saya jawab pada bagian ini. Dalam menjawab pertanyaan ini, saya mengawalinya
dengan kemukakan motivasi saya menjalani TOP di Paroki TOP ini. Secara jujur saya
kemukakan di sini bahwa motivasi kesediaanku menjalani masa TOP ini adalah
cita-citaku menjadi seorang Imam. Pertanyaanya mengapa saya mau menjadi Imam?
Menjawab pertanyaan kedua ini, saya kutip dari penegasan saya dalam refleksi
sebelum turun TOP. Demikian penegasan itu: Saya hanya menyebutkan
lima alasan yang menurut saya amat berpengaruh dominan pada pilihan hidupku.
Kelima alasan yang selalu memperkuat pilihan hidupku itu antara lain:
Pertama,
saya merasa bahwa Tuhan telah mengangkat saya dari parit (bagian ini dan bagian
keempat pernah saya refleksikan sejak Seminari Menegah, TOR dan Tingkat I STFT
“Fajar Timur”. Dalam refleksi itu saya telah melihat dan menyaksikan kebaikan
Tuhan yang luar biasa atas diriku dan seluruh hidupku yang mula-mula tidak ada
arti menjadi hidup yang penuh harapan. Kedua,
saya betul-betul merasa terpanggil untuk hidup sebagai seorang calon Imam
dan Imam (merasa mencintai dan dicintai Tuhan). Ketiga, saya mau membagi kasih Kristus secara bebas kepada semua
orang yang membutuhkan, sehinggah mereka yang tersapa mengalami kasih Tuhan. Keempat, menjadi Imam Kristus adalah
cita-cita saya sejak masa kanak-kanak saat masih di Paroki asalku, Paroki
Misael Bilogai. Kelima, saya mau ikut
serta dan terlibat secara aktif dalam menyiapkan Jalan Tuhan/Parate Viam Domini di Keuskupanku,
Keuskupan Timika.
Meskipun demikian, saya sudah kemukakan
di atas bahwa hidup sebagai seorang imam itu berat. Maka pada kesempatan ini,
walau seperti itu saya tetap memilih untuk hidup sebagai seorang Imam.
Barangkali semua tingkat kesulitan hidup yang telah kusebutkan di atas itulah
yang dimaksudkan oleh Kristus dengan berkata “Barang Siapa yang mau menjadi
murid-Ku, ia harus Menyangkal diri, Memikul Salibnya dan mengikuti Aku”. Saya
mau menyangkal diri, memikul salibku dan mau mengikuti Dia. Saya yakin, saya
tidak sendirian, Dia ada, saya di dalam Dia. Jadi, saya tetap memilih untuk
menjadi Imam Kristus di Keuskupan Timika. Pilihan ini bukanlah sebagai bentuk
pelarian, bukan juga dipaksakan oleh situasi atau oleh orang lain, tetapi
pilihan saya sendiri yang berdasar pada kesadaran pribadi, tahu dan mau.
4. REFLEKSI
“PENEMUAN JATI DIRI SEBAGAI CALON IMAM”
Setelah
membahas evaluasi rencana kerja dan menegaskan pilihan hidup saya, kini saya
akan refleksikan seluruh masa TOP yang telah saya lalui di Paroki TOP ini sebagai
proses penemuan jati diri saya sebagai calon Imam Diosesan Timika. Sehubungan
dengan rencana refleksi ini, saya juga tetap mengakui bahwa refleksi kali ini
ada hubungan yang jelas dengan refleksi dalam Laporan TOP pertama dan kedua. Karena
itu supaya lebih jelas, saya mengulang kembali bahwa dalam laporan TOP pertama,
saya pernah memuat refleksi dengan judul kesamaan dan perbedaan sebagai
motivasi belajar. Sedangkan dalam laporan TOP kedua, saya berefleksi dengan
judul belajar membaca peluang, merencanakan dan berbuat. Kemudian dalam laporan
TOP yang terakhir ini, saya memilih judul “Penemuan Jati Diri Sebagai Calon
Imam”.
Argumen
utama dalam pemilihan judul-judul refleksi itu adalah ketetapan konsentrasi
Frater TOP (saya) pada masa tertentu. Misalnya, konsentrasi pada tahap pertama
adalah pengenalan seluruh medan TOP. Pada tahap kedua, merencanakan sesuatu
untuk dikerjakan. Dan, tahap ketiga ini adalah masa evaluasi. Jadi, masa
refleksi tahap pertama, kedua dan yang terakhir ini berbeda-beda, tetapi mempunyai
satu tujuan. Kerena itu, saya juga menegaskan di sini bahwa judul refleksi yang
ketiga ini merupakan kesimpulan dari yang pertama dan yang kedua itu. Hal ini
mengandung arti bahwa judul refleksi pertama dan kedua menghasilkan atau
melahirkan judul refleksi saat ini. Jadi, judul refleksi saat ini adalah ouput
dari seluruh masa TOP saya di Paroki St. Fransiskus Obano. Oleh karena
kenyataan ini, maka selanjutnya saya akan merefleksikan judul refleksi ini di
sini.
Penemuan jati diri sebagai calon Imam semakin menjadi
kenyataan bagi saya dalam masa TOP ini. Dalam hal ini, saya percaya bahwa seluruh
proses TOP yang telah saya lalui di Paroki TOP ini adalah proses belajar untuk
mencari jati diri saya sebagai Calon Imam Projo. Keyakinan ini betul bahwa
penemuan jati diri saya sebagai calon imam itu saya rasakan melalui
bidang-bidang berikut ini:
1.
Bidang Liturgi
1.1.
Pelayanan
Tugas utama Pelayanan Pastoral adalah di bidang Liturgi. Pelayanan
di bidang Liturgi meliputi Ibadat Sabda pada Hari Minggu, Hari Raya, Ibadat
Kombas, Syukuran, Peringatan dan Pemakaman. Perayaan Hari Minggu dan Hari
Raya dapat saya laksanakan sesuai dengan jadwal yang ada dan kebutuhan
Pastoral. Sementara Ibadat Kombas, Syukuran, Peringatan dan Pemakaman dapat
saya jalankan berdasarkan permintaan umat atas persetujuan Pastor Paroki.
Pelayanan Ekaristi di setiap Kombas dijalankan oleh Pastor Paroki, tetapi untuk
memimpin Ibadat Sabda, pertama-tama saya mempersiapkan buku panduan Ibadat
Sabda, Kitab Suci dan Jubah. Bentuk persiapan yang saya lakukan adalah
mendalami teks Kitab Suci melalui buku referensi yang dikontekskan pada moment
dan realita hidup umat.
1.2.
Perkembangan
Pribadi Dalam Berliturgi
Perkembangan
pribadi saya hingga di akhir masa TOP ini menunjukkan bahwa ada perubahan dari
waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut kemahiran berliturgi, trampil dalam
menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti oleh umat dan penguasaan
kosa kata serta tata bahasa yang logis serta sistematis, sehingga umat dapat
mengerti apa yang saya sampaikan dalam renungan maupun dalam berdiskusi. Kenyataan
ini dapat saya rasakan pada tiga bulan pertama, yang saat itu terkesan
mengawan, monoton dan berulang-ulang jalan pikiran, karena malu dan gugup.
Namun sesudah melewati masa itu sambil berefleksi dan belajar, kini saya merasa
bisa menguasai pribadi dan pendengar. Dalam perubahan ini, saya juga
menyampaikan renungan kepada umat dari altar/mimbar dengan percaya diri. Oleh
karena kenyataan ini, maka saya merasa apa yang saya sampaikan dalam renungan
itu dapat dimengerti oleh umat dengan baik. Mengenai hal ini, selalu diberitahu
oleh umat dan para pewarta.
Perkembangan
lain yang juga sangat bermanfaat bagi saya adalah penguasaan tata cara
Ibadat yang disesuaikan dengan masa Liturgis seperti Pesta, Peringatan, Hari
Raya dan masa Biasa. Renungan pun dapat saya fokuskan pada tema yang
bersangkutan, sehingga setiap Minggu tidak terkesan berulang-ulang atau
kehilangan inspirasi dan kata-kata. Karena itu, saya mempergunakan fasilitas Paroki
seperti buku-buku dan majalah untuk mencari dan menemukan inspirasi baru.
Proses belajar dan belajar menuju pembiasaan/habitus dalam berliturgi memberi
satu kondisi penemuan jati diri sebagai rohaniwan dalam menekuni tugas pokok
saya. Perkembangan ini mengandaikan bahwa proses internalisasi pelayanan
liturgi cukup menjadi bekal bagi saya dalam melangkah ke jenjang selanjutnya.
1.3.
Hal Yang Perlu Dibenahi
Meskipun
ada perkembangan dalam diri saya seperti yang telah dikemukakan di atas, tetapi
saya juga tetap mengakui bahwa masih ada hal yang perlu saya benahi. Hal yang
saat ini saya ketahui adalah masalah pengaturan waktu pribadi. Pengaturan waktu
yang saya maksudkan adalah waktu bangun pagi. Dalam hal ini, kadang-kadang saya
terlambat bangun pagi, terlambat doa pribadi, terlambat menyiapkan makanan dan
bekerja. Keterlambatan ini seringkali menimbulkan efek buruk bagi saya sendiri,
yakni; tidak makan pagi atau siang, bekerja dan melayani umat juga dengan
tergesa-gesa, tidak nyaman serta kehilangan konsep. Maka untuk mengatasinya
saya perlu aktifkan alaram pada HP dan melatih diri untuk bangun saat alaram
itu berbunyi.
1.4.
Hidup Doa
Harian
Selama
masa TOP, saya aktif mengikuti misa harian di beberapa tempat, seperti di Emawa
Paroki pada Hari Selasa, Di Kombas dan di Gereja pada Hari Minggu. Namun beberapa
bulan ini saya merasa ada kekosongan rohani, entah kenapa belum mengerti
faktornya, kadangkala karena lelah, kurang semangat dan sebagainya. Sementara
untuk doa ovifisi, misalnya laudes, vesper dan kompletorium tidak diadakan
bersama tetapi masing-masing. Maka pengalaman menunjukkan bahwa saya kurang
menghidupi doa pribadi ini. Untuk doa sebelum atau sesudah makan, biasa berdoa
sendiri kadang juga bersama Pastor bila makan bersama. Sedangkan doa menjelang
tidur malam dan bangun pagi, menjadi satu kebutuhan pokok saya, sehingga tidak
pernah lalai.
Figur
Pastor Paroki yang tekun melaksanakan semua kegiatan Pastoral termasuk
merayakan Ekaristi di mana saja dan kapan saja menunjukkan teladan yang baik
bagi saya dalam mengembangkan rohani. Kematangan pengolahan rohaninya
menginspirasikan saya betapa pentingnya hidup rohani bagi saya menuju
kematangan pribadi. Pembagian waktu yang tepat dan ketekunannya juga selalu saya
pelajari. Demikian juga dengan sikap kebapaan yang ditunjukkan bukan dengan
kata-kata saja, tetapi juga dengan teladan dan kesetiaan.
Saya
Frater perdana di Paroki St. Fransiskus Obano. Sebagai Frater perdana, saya merasa
bahwa Pastor Paroki telah memberi kebebasan sepenuhnya kepada saya untuk
mengerjakan apa saja yang bermakna bagi tugas pelayanan. Dalam hal ini, berbagai
kesempatan pernah diberikan kepada saya, seperti; mendampingi OMK dan kelompok
Misdinar mengikuti kegiatan pengembangan iman di Paroki tetangga, mengikuti
kegiatan-kegiatan pelayanan di tingkat Dekenat, menghadiri undangan atas nama
Paroki, memimpin Ibadat Sabda dan sebagainya. Hal yang menurut saya amat perlu,
tetapi belum melibatkan saya adalah pendalaman sistem administrasi Paroki dan
menejemen Paroki.
2. Relasi Sosial dan Lingkungan Hidup
2.1. Relasi
Dalam hal relasi, saya harus jujur bahwa selama
menjalani hidup di masa TOP ini, saya sudah berkomitmen untuk tidak membedakan siapa
pun berdasarkan latar belakang apa pun. Bagi saya, semua umat adalah sama.
Semua umat itu bagaikan kawanan domba yang perlu saya sapa dan layani secara
tulus. Memang ada umat yang kaya, miskin, pribumi, pendatang dan lain
sebagainya, tetapi itu menuntut saya untuk membongkar tembok pemisah ini, saya
harus membangun sikap penerimaan yang adil. Oleh karena itu, seperti yang telah
saya laporkan sebelumnya, menyangkut relasi tidak diragukan lagi. Hanya saja
ada satu hal yang perlu saya tingkatkan lagi yaitu, kunjungan bagi umat untuk
pengenalan yang lebih mendalam. Memang kunjungan ini penting, tetapi di
kalangan umat yang kadangkala tertutup dan tidak terbiasa, menjadi halangan
bagi saya mengunjungi semua keluarga. Maka, sejauh ini hanya beberapa keluarga
saja yang pernah saya kunjungi. Misalnya; keluarga para pewarta dan keluarga
anggota OMK yang saya kenal. Sebetulnya kunjungan yang bermakna bagi keluarga
adalah menyapa dan mengenal berbagai persoalan hidup yang dihadapi keluarga,
kemudian memberikan bentuk penguatan yang perlu, tetapi metode
seperti inilah yang kurang saya terapkan, karena mengingat persoalan yang saya
kemukakan di atas.
Selanjutnya
mengenai bentuk relasi saya dengan lawan jenis. Bentuk relasi ini benar-benar menjadi
tantangan berat bagi panggilan saya. Di Dekenat Paniai secara umum dan secara
khusus di Paroki TOP saya terdapat banyak cewe yang juga tidak bisa anggap
remeh soal kecantikannya. Jujur bahwa hal ini mendatangkan godaan tersendiri.
Oleh karena kenyataan ini, maka saya biasa menghadapi mereka dengan sikap
mengagumi dan berusaha menghilangkan sikap ingin memiliki. Sambil membangun
sikap ini, keakrapan dengan mereka tetap saya jalin, karena hal ini perlu bagi
saya dalam pengolahan afeksi dan mental. Sejalan dengan upaya ini, saya juga
mempunyai kekuatan tersendiri untuk mengendalikan sikap ingin memiliki cewe,
yakni; mempertimbangkannya dengan motivasi saya berada di Paroki TOP, yaitu
kemauan saya mencapai cita-cita menjadi Imam. Juga pertimbangkan dengan harapan
keluarga, dukungan bapak Uskup dan umat yang saya layani. Pilihan menjadi
kepala keluarga atau menjadi imam memiliki tantangan yang sama, maka sebaiknya
saya tetap memilih menjadi imam keuskupan Timika, seperti yang telah saya
tegaskan di atas.
2.2. Peduli Lingkungan
Fenomena ancaman Global Worming
menginspirasikan semua orang agar selalu waspada dengan membangun sikap
tanggung jawab dalam menjaga lingkungan. Ancaman terhadap alam tetap terbuka
kapan saja, jika setiap orang kurang peduli dengan lingkungan hidup ini. Namun anehnya
bahwa penebangan liar dan ilegaloging tetap saja menjadi masalah kalayak di
seluruh tanah Papua ini termasuk Kabupaten Paniai hingga Paniai Barat. Maka
saya akui bahwa sebuah tindakan kecil, yaitu menanam pohon atau menjaga
kelestarian flora dan fauna dengan sikap menjaga adalah sebuah tindakan menyelamatkan
banyak orang. Bentuk kepedulian terhadap lingkungan hidup seperti ini dapat
saya bangun melalui himbauan kepada umat agar selalu menjaga kelestarian
lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan. Tindakan nyata dan sederhana yang
pernah saya lakukan di Paroki adalah menanam pohon dan bunga di halaman Gereja
Paroki St. Fransiskus Obano.
2.3. Pengembangan Bakat
Semua
orang mempunyai bakat atau kemampuan menguasai suatu bidang kehidupan, seperti;
menulis, kerajinan tangan, olahraga, kesenian, melukis, bermain musik dan lain
sebagainya. Demikian juga dengan saya. Saya mempunyai dua bakat yaitu, bermain
bola kaki dan menulis. Namun keduanya belum saya kembangkan dengan baik di
Paroki TOP ini, karena tempat olahraga dan sarananya tidak memungkinkan. Hanya
saja sesekali saya panaskan bilamana pergi ke Enarotali. Di sana saya bisa
bermain bola kaki bersamma dengan anak-anak muda di lapangan Suharto dan
menulis pengalaman-pengalaman serta informasi Paroki, lalu kirim ke media-media
yang saya kenal, seperti Gaiya, Somatua dan blog saya.
Makna
mengembangkan bakat yang saya pahami adalah satu cara manusia melihat
talentanya dan menggandakan talenta yang diberikan Tuhan itu untuk selalu
memuliakan Dia. Pewartaan Injil bukan saja melalui media suara yang dapat
didengar, tetapi juga melalui kedewasaan berolahraga dan tulisan-tulisan yang
bisa dimaknai orang dalam hidup. Kalau didalami secara cermat, melalui kedua
bakat ini juga menjelaskan banyak hal tentang Tuhan seperti yang selalu kita
dalami dalam Kitab Suci. Sebab melaluinya orang akan mengetahui gambaran kedewasaan
hidup, gambaran alam kehidupan, hidup sosial dan budaya. Maka, orang selalu
mengenal saya lewat bakat ini sebagai orang yang sedang menjalani masa TOP di
Paroki St. Fransiskus Obano. Bagi saya, hal ini menjadi partisipasi saya dalam perkenalkan
Paroki ini kepada dunia luas serta mengangkat nama umat setempat. Karena hal
ini, maka bakat yang ada pada saya ini, saya maknai sebagai bagian dari panggilan
saya untuk mewartakan karya keselamatan Tuhan yang terlaksana dalam hidup konkrit.
2.4. Kepedulian Pendidikan Umat
Selama
menjalani masa TOP di Paroki St. Fransiskus Obano, saya juga telah menaruh
kepedulian terhadap pendidikan umat setempat, khususnya Orang Muda Katolik
(OMK). Kepedulianku ini saya ungkapkan secara kongkrit dengan cara turun
langsung ke sekolah dan menjadi guru agama Katolik. Sebagai guru agama Katolik,
saya mengajar pelajaran agama Katolik di SMP N. 1 Obano dan SMA N. 4 Paniai
Barat. Dalam proses ini saya menggunakan buku-buku pelajaran sesuai dengan
tingkat pendidikan dan kurikulum yang berlaku. Dengan bantuan buku-buku sumber
ini, saya telah mengfokuskan diri untuk membina iman anak-anak didik,
mengarahkan mereka supaya hidup sebagai anak-anak Katolik yang baik di Paroki dan
mengarahkan mereka menjadi orang baik dalam hidup bermasyarakat. Saat ini saya
bersyukur, karena dengan upaya tersebut, OMK Paroki semakin menyadari akan
keberadaannya sebagai anak-anak Katolik dan semakin aktif dalam
kegiatan-kegiatan bersama di Gereja.
2.5. Finansial dan Kekayaan TOP
Bagian
finansial selalu menjadi sorotan urgen, karena berkaitan langsung dengan pertanggungjawaban
secara transparan. Pertanggungjawaban secara transparan mengenai keuangan
pribadi tentu akan menentukan kemampuan saya dalam mengatur keuangan yang lebih
besar di kemudian hari. Oleh karena itu, pada bagian ini saya akan melaporkan
soal finansial dan kekayaan TOP secara transparan. Sebelum itu saya mengakui akan
kelemahan saya dalam mencatat semua transaksi selama masa TOP ini. Namun yang
jelas bahwa dalam sebulan Keuskupan memberi uang saku Rp 750.000/bulan.
Pemberian uang saku ini sudah dimulai sejak bulan Januari 2016 – September
2016. Maka keseluruhan uang saku yang telah saya terima dari Keuskupan sampai
saat itu adalah sebesar Rp 6.750.000. Kemudian pada bualan Oktober ada
perubahan uang saku dari 750.000/bulan menjadi 1.500.000/bulan. Maka
keseluruhan uang saku yang telah saya terima dari Keuskupan hingga saat ini
adalah sebesar Rp 17.250.000. Selain dana ini, saya juga sesekali diberi uang
oleh umat yang saya jumpai dalam perjalanan, baik sebagai ongkos transportasi
maupun harga pulsa, rokok dan stipendium. Dana pemberian umat ini pun belum
pernah saya catat sesudah menggunakannya. Namun dana ini maupun uang saku
selalu saya gunakan demi tujuan yang baik, seperti mengurus kebutuhan pokok
saya, transportasi, servis motor Paroki, membatu umat yang meminta bantuan, menyiapkan
kebutuhan pelayanan Pastoral bagi saya dan selebihnya saya gunakan untuk
membiayai proses duka mamaku yang telah berpulang pada bulan Januari 2017 yang
lalu.
Bentuk
keyayaan yang pernah saya terima dan yang sudah saya gunakan di Paroki TOP
adalah satu kamar tidur. Dalam kamar ini ada subuah kasur, empat buah selibut,
satu meja dan satu kursi. Juga, ada sebuah sepeda motor milik Pastor Paroki,
yang biasa saya gunakan, namun selama enam bulan belakangan motor itu diambil
tanpa pemberitahuan oleh keluarga Pastor Paroki dan menjadi milik mereka, jadi
selama enam bulan itu saya telah bergerak secara manual. Fasilitas Paroki yang
lain, saya tidak tahu sampai sekarang ini. Yang jelas pengalaman membuktikan
bahwa apa yang kurang, selalu saya usahakan sendiri demi mempermudah pelayanan.
Meskipun kenyataannya seperti ini, tetapi saya tetap mengakui bahwa semua
pemanfaatan finansial dan kekayaan ini dapat mempermudah saya dalam pelayanan.
Sehingga bukan semata-mata memupuk kekayaan pribadi saja, tetapi cukup untuk
bermanfaat.
Hal
yang kurang baik dalam diri saya dalam mengatur finansial adalah mental boros.
Mentalitas saya yang boros ini membuat kas tabungan saya selalu kosong. Hal ini
sama dengan masalah saya yang kedua, yaitu, kesulitan mencatat transaksi
keuangan pribadi. Kedua hal ini betul-betul menjadi indikator bahwa saya kurang
memperhatikan hal yang prioritas. Dan, ternyata melalui refleksi ini saya mengetahui
akan semua hal yang perlu saya benahi termasuk dual itu dan secara khusus
mengenai interioritas saya, karena semuanya bertolak darinya. Hal ini amat
perlu sebelum saya membenahi umat soal manajement keuangan untuk masa depan. Karena
itu, memang betul bahwa hidup tanpa belajar menuju kematangan pribadi adalah
hidup tanpa makna. Namun hidup belajar dari kekurangan dan kelalaian selalu menjadi
tuntutan mutlak bagi saya sebagai calon Imam. Selanjutnya saya bersyukur bahwa
selama TOP di Paroki St. Fransiskus Obano, saya bisa belajar banyak dari Pastor
Sebastian Amamean Pr., yang selalu tertib dalam semua bidang Pastoral di
Paroki, terutama dalam mengatur keuangan. Saya berharap ketika kelak saya
menjadi seorang Imam, dapat kembambangkan apa yang telah saya pelajari dari
Pastor Pembina.
Masa
TOP adalah masa di mana saya bersedia belajar semua bidang Pelayanan Pastoral
yang telah saya refleksikan di atas dan mengenal medan karya Pastoral, yang
pernah saya laporkan dalam laporan TOP perta serta belajar membaca peluang,
merencanakan dan berbuat sesuatu yang positif demi pengembangan iman umat, yang
pernah saya laporkan melalui laporan kedua dan juga evaluasi atas semua ini.
Tujuan
masa TOP itu bagi saya adalah supaya saya dapat menemukan “Jati Diri Saya Sebagai Seorang Calon Imam”. Kini, saya merasa
bersyukur karena saya telah belajar sedikit mengenai bidang-bidang pelayanan
Pastoral tersebut dan dengan pengalaman belajar ini, maka saya pun merasa
semakin menemukan jati diri saya sebagai seorang calon Imam Diosis Timika. Semoga
Tuhan terus membimbing saya dalam perjalanan panggilanku selanjutnya.
5.
Penutup
Dalam
laporan TOP terakhir ini saya telah kisahkan mengenai: Pertama, Evaluasi
rencana kerja saya di Paroki TOP. Dalam evaluasi ini, saya telah melihat bahwa Pengambilan
Data Umat itu sudah dirampung dengan baik dan telah serahkan kepada Pastor
Paroki. Kesuksesan ini dicapai bukan tanpa kesulitan, tetapi dengan melewati
berbagai kesulitan dan kemudahan. Rencana kerja kedua yang sudah saya evaluasi
adalah Menata Halaman Gereja Pusat Paroki. Rencana ini juga telah sukses
dikerjakan. Namun perlu diketahui bahwa dalam proses perealisasian rencana
kerja ini juga dengan bekerja keras seorang diri. Sementara itu rencana kerja
ketiga yang telah dicek dalam tulisan ini ialah Pembinaan Iman.
Pada
bagian rencana kerja ketiga itu secara formal telah saya realisasikan melalui
jalur pendidikan formal di SMP dan SMA yang ada. Sementara bagi mereka yang
belum tersapa, dapat saya dampinggi dalam kegiatan-kegiatan rohani di Gereja.
Namun saya juga telah akui bahwa pembinaan secara terarah bagi kaum muda-mudi
Paroki berlum terlaksana dengan baik, karena saya mengalami kesulitan
mengumpulkan umat usia dini (OMK) Paroki dan juga akibbat terjadinya pembatalan
kegiatan persiapan Porseni Bas di setiap Kombas. Sebab rencana ini disiapkan
juga untuk disisipkan saat pelaksanaan kegiatan yang dimaksud. Juga telah saya
evaluasi soal rencana saya untuk Mengujungi Kombas-Kombas yang ada. Bagian ini
telah saya jalankan sendiri dan selanjutnya bersama dengan para pewarta dan
Pastor Paroki, bertepatan dengan Bulan Kitab Suci.
Kedua,
saya telah menegaskan pilihan hidup saya bahwa saya tetap memilih untuk menjadi
seorang Imam. Ketiga, saya memuat refleksi mengenai “Penemuan Jati Diri Sebagai
Calon Imam”. Dalam membahas judul refleksi ini, saya telah membahas
bidang-bidang pelayanan Pastoral yang telah saya pelajari saat menjalani TOP,
seperti; bidang liturgi sebagai tugas pokok Pastoral dan relasi sosial serta lingkungan
hidup.
Bagian
akhir refleksi ini, saya menegaskan bahwa dengan peluang dan kesempatan TOP,
yang telah saya lalui ini, saya melihat diri saya sebagai seorang calon Imam yang
telah berhasil dan gagal. Sejalan dengan keyakinan ini, ada beberapa hal dalam
diri saya yang saya rasa sudah berkembang, berkat ketekunan saya dalam
proses belajar. Kotradiksi dengan hal ini, ada juga beberapa hal yang membuat
saya belum berkembang, maka perlu saya benahi diri lagi. Barangkali semua ini
masih terus terjadi karena sikap hedonis yang cenderung mengontrol saya di usia
muda ini. Terlepas dari itu, memang perkembangan diri yang lebih bermakna akan
ditentukan melalui upaya kerja keras matiraga dan pengorbanan saya sendiri.
Artinya bahwa tahap perkembangan diri yang bermakna itu akan terbentuk ketika
saya merasa gagal, kemudian bangkit dan berjuang lagi. Bersama Kristus pasti
Bisa!
Obano,
28 Mei 2017
Frater TOP.
Pastor Pembina
Yeskiel Belau Pastor Sebastianus Maipaiwiyai, Praja.