Video Of Day

Subscribe Youtube

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, 30 April 2018

AMAKANEE


Yeskiel Belau

Pengantar

Foto Yeskiel Belau
Kata amakanee pernah kita dengar dari ucapan sesama dalam perjumpaan. Sesama yang mengucapkan kata ini tentu mempunyai niat yang baik, karena kata amakanee adalah sapaan salam khas suku bangsa Migani. Sapaan salam khas suku bangsa Migani ini bisa diucapkan oleh siapa pun dan kapan pun. Artinya bahwa sapaan salam amakanee ini bisa diucapkan oleh kaum bapak, kaum mama maupun anak-anak. Waktu pengucapannya juga bisa ucapkan pada pagi hari, sore maupun malam hari. Kenyataan ini membuktikan adanya makna yang tersirat di dalamnya. Maka dalam tulisan ini saya akan menampilkan makna sapaan amakanee ini. Dalam hal ini, akan saya mengawali dengan definisi sapaan amakanee. Semoga upaya ini dapat memberikan pemahaman tentang sapaan ini dan bisa digunakan dalam perjumpaan dengan sesama.

Definisi Amakanee

Kata amakanee berasal dari bahasa Migani (Miga Dole). Kata amakanee yang berasal dari Miga Dole ini terdiri dari dua kata, yaitu; “ama dan kanee”. Ama artinya; pertama, mama. Secara luas kata ama mengandung sapaan untuk semua mama. Kedua, mama saya. Pembuktiannya adalah huruf “a” pertama pada kata ama bisa menjadi satu kata tersendiri yang mempunyai arti saya. Jadi, huruf “a” menunjuk pada diri si pengucap sapaan yang dimaksud. Ketiga, susu manusia (pria maupun wanita). Maka saat orang Migani memberikan salam kepada sesama dengan ucapan amakanee, mereka selalu sertakan juga dengan ekspresi mengarahkan tangan kanan mereka pada dadanya tempat susu mereka berada. Sedangkan kata “kanee” mengandung kata sifat yang bisa dimengerti sebagai penyerahan sesuatu. Dalam konteks ini diartikan sebagai penyerahan salam yang mendalam dan iklas kepada pemberi salam. 

Makna Amakanee

Berdasarkan pengetahuan definisi kata amakanee yang telah kita peroleh di atas, maka selanjutnya kita akan melihat makna yang termuat di dalamnya. Mari kita memulainya: Kata ama atau mama mengandung dua makna besar. Pertama, ama atau mama saya yang mengandung, melahirkan dan mengasihi keluarga. Kedua, ama atau mama “alam”. Alam dikatakan mama, karena dalam tradisi orang Migani “alam” selalu diidentikkan dengan mama. Alam yang dimaksud adalah tanah, bukit dan gunung, yang mempunyai peranannya sendiri-sendiri. Tanah yang dengan penuh kasih bersedia menumbuhkan dan menjadi tempat pijak serta hidup manusia Migani. Bukit dan gunung yang senantiasa mengalirkan air dan mengandung sejuta bahan material penunjang kebutuhan hidup manusia Migani dari masa ke masa hingga kini dan selamanya.

Demikianlah kenyataan yang selalu dihayati oleh suku bangsa Migani dalam sejarah hidupnya hingga kini dan seterusnya. Dengan pengakuan ini, maka berikut ini akan saya perlihatkan semua kata-kata yang telah membentuk sapaan amakanee secara terstruktur. Jadi, sapaan amakanee merupakan gabungan kata dari kata ama (mama/mama saya), ama (susu) dan EMO (alam). Kata-kata ini mengandung maknanya sendiri-sendiri. Berikut adalah penjelasan kata-kata yang membentuk sapaan amakanee tersebut. 

Pertama, mama. Dalam kata mama diyakini telah mengandung lambang “Kasih” dan merupakan sapaan penghargaan terhadap semua ibu.
Kedua, mama saya (ama). Dalam kata ini diyakini telah memuat makna ungkapan ekspresi cinta dan pengakuan seseorang kepada ibunya sendiri yang mengandung, melahirkan dan menyusui dia dengan penuh kasih sayang. Kasih inilah yang hendak dia teturskan kepada sesama lewat sapaan salam amakanee

Ketiga, susu ibu (ama), yang berarti lambang kehidupan ini. Susu yang memberikan kekuatan atau energi (susu ibu sama dengan makanan) bagi bayi manusia. Bayi manusia akan tetap hidup, bertumbuh dan berkembang sebagai manusia sempurna dengan meminum susu ibu. 

Keempat, alam (Emo), yakni; dasar kasih dari semua itu. Emo mendasari seluruh seluk-beluk dan dinamika hidup orang Migani. Karena itu, manusia Migani meyakini bahwa Emolah yang memungkinkan keberadaannya di Wilayah Dogandoga, Kemandoga, Mbiandoga dan Weandoa. Karena Emo bersedia memberikan dirinya untuk tinggal di dalamnya dan menikmatinya turun-temurun. Peranan Emo amat sentral dan sebagai nadi dalam segi kehidupan, Ia luas dan melampaui akal pemikiran manusia Migani.

Dengan mengetahui beberapa kata yang membentuk sapaan salam khas orang Migani tersebut, kita dapat merumuskan suatu makna yang bisa dijadikan sebagai pegangan bagi kita ke depan. Rumusan yang dimaksud adalah bahwa sapaan salam khas suku bangsa Migani “amakanee” mengandung unsur manusiawi dan Rohani yang amat penting. Manusiawi artinya; ia memuat sumber kasih kepada sesama manusia. Hal ini berarti bahwa sapaan amakanee benar-benar mengandung penghargaan kasih yang kekal di masa lalu atau yang melatar-belakanginya, mengandung sikap sopan-santun, kebaikan, menghormatan, persahabatan dan harapan akan adanya perwujudan “Cinta Kasih” yang sempurna dan keharmonisan hidup antara sesama manusia. Rohani artinya; memuat spirit yang bersumber dari Emo yang melampaui dan mendasari manusia serta segala sesuatu. Amakanee mengandung Kasih Emo yang meluap dan yang amat besar.  

Kasih Emo itulah yang terpancar pada manusia Migani untuk hidup bagi dirinya sendiri maupun diteruskannya kepada sesama dengan sapaan sederhana itu. Jadi, sapaan amakanee adalah penyerahan pancaran kasih ama yang sempurna secara total kepada sesama manusia untuk hidup berdamai, bersahabat, bermartabat dan harmonis. Pengertian ini membantu kita untuk mengerti akan arti kata amakane sebagai penyerahan kasih kepada sesama dengan ekspresi khasnya. Inilah sapaan khas suku bangsa Migani yang mengandung kasih.

Penutup 

Demikianlah tulisan ini saya akhiri dengan menampilkan harapan saya sebagai penulis. Harapan saya sebagai penulis sehubungan dengan sapaan amakanee ini adalah supaya semua orang yang mendengar dan mengucapkan sapaan amakanee lantas mengerti akan arti dan makna yang telah saya jelaskan di atas dan selanjutnya menumbuhkan niat baik, membagi kasih dan menerima kasih serta selalu berusaha membuktikan kasih itu dalam hidup sehari-hari lewat seluruh sikap hidup.

Amakanee…!



Friday, 27 April 2018

KEMUNGKINAN PEWARTAAN YESUS KRISTUS DALAM KONTEKS SUKU MIGANI


(Sebuah Tawaran Berkristologi Kontekstual)
Oleh
Kleopas Sondegau MIGANIJU
(Mahasiswa Magister  Ilmu Teologi Pasca-Sarjana, Universitas Katolik Parahyangan Bandung).


Pembahasan pada bagian ini akan dilihat dalam kaitannya dengan nilai-nilai positif yang pernah ditunjukkan oleh tokoh ideal Peagabega ketika masih hidup di tengah-tengah kebudayaan suku bangsa Migani. Nilai-nilai positif yang dimaksud akan dibeberkan oleh penulis sebagai suatu tawaran dalam rangka pewartaan Yesus Kristus dalam konteks orang Migani. Penulis menyadari bahwa sebelum Peagabega diinkulturasikan ke dalam liturgi Gereja, kisah tentang Peagabega semula hanya dimiliki dan diketahui oleh klan tertentu seperti klan Nabelau, Pogau, Bagubau dan Agimbau. Namun dengan adanya perjumpaan antara kultur orang Migani dengan Gereja, maka setelah melewati proses yang panjang akhirnya Peagabega pun diinkulturasikan dalam liturgi Jumat Agung.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis sebagai bagian dari orang Migani Katolik, upaya inkulturasi yang dilaksanakan di Paroki Bilogai hanya terbatas pada kisah penangkapan dan pembunuhan Peagabega. Kisah yang demikian diinkulturasikan dalam liturgi Jumat Agung untuk mengenang kisah sengsara dan wafat Kristus di atas kayu salib. Dalam proses upacara Jumat Agung yang dilaksanakan pada setiap tahun, para pemeran tokoh Yesus selalu diberi nama Peagabega sehingga dalam liturgi tersebut terjadi integrasi nilai-nilai kultural dengan liturgi resmi Gereja. Dalam arti ini, tidak semua nilai-nilai positif yang telah ditunjukkan Peagabega diinkulturasikan ke dalam liturgi Gereja. Hal ini tampak dari tidak adanya lagu-lagu, doa-doa maupun katekese-katekese yang diajarkan dan dipraktekkan secara bersama untuk ditujukan kepada tokoh ideal Peagabega. Padahal praktek perayaan iman yang dilakukan secara kontekstual dengan memasukkan nilai-nilai positif lain dari teladan hidup Peagabega selain inkulturasi kisah penangkapan dan pembunuhannya dalam liturgi Jumat Agung mampu menghantar umat setempat semakin mengenal dan beriman kepada Yesus Kristus.

Dengan melihat dan mengalami realitas seperti itu, maka penulis hendak menawarkan sejumlah nilai-nilai positif yang telah direfleksikan berdasarkan teladan hidup Peagabega untuk kemudian dijadikan sebagai sarana pewartaan Kristus dalam konteks masyarakat setempat. Dalam hal ini, tema-tema yang akan disajikan oleh penulis merupakan sebuah tawaran bagi para petugas pastoral maupun umat setempat untuk bisa diinkulturasikan dalam liturgi Gereja sehingga pewartaannya sungguh kontekstual. Berikut ini adalah nilai-nilai positif yang dimaksud dalam upaya mewartakan Yesus Kristus dalam konteks orang Migani:
Pertama, peka terhadap situasi di sekitarnya. Orang Migani selalu hidup berkomunitas. Maka itu, mereka sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan ketimbang mementingkan diri dan kelompoknya sendiri. Tokoh Peagabega selama hidupnya pun selalu peka terhadap sesama yang lain. Ia mengharapkan kehidupan yang ideal bagi orang Migani sehingga segala niat jahat selalu dicegah. Peagabega tidak akan meninggalkan sesamanya hidup dalam kesulitan dan penderitaan. Oleh karena itu, dalam katekese-katekese bisa diangkat tema mengenai bagaimana orang Migani harus mengasah kepekaan terhadap sesama yang menderita dan membutuhkan perhatian sebagaimana Peagabega lakukan selama hidup. Upaya untuk bersikap peka terhadap sesama dan lingkungan di sekitar merupakan bagian dari keutamaan Kristus juga sebab Ia selalu melayani setiap orang melalui sikap kepekaan yang dimiliki-Nya.

Kedua, berkata jujur (wugumadole hindia). Orang Migani diharapkan untuk selalu berbicara jujur dalam berelasi dengan sesama. Melalui sikap kejujuran tersebut orang Migani akan terhindar dari prasangka-prasangka negatif yang dapat memecah belah satu dengan yang lain. Selama hidupnya, Peagabega selalu berkata benar atau tidak berbohong terhadap sesama yang dijumpainya. Oleh karena itu, Peagabega telah memberi teladan hidup yang baik kepada orang Migani agar selalu berbicara dengan jujur. Hal ini sesuai dengan anjuran Tuhan sendiri agar tidak bersaksi dusta terhadap sesama manusia (ingat Sepuluh Firman Allah yang ke-8). Teladan hidup Peagabega untuk berkata jujur tidak dilakukan dengan cara mengajar seperti Yesus Kristus tetapi ia tunjukkan lewat sikap hidup.

Dalam arti ini dapat dikatakan bahwa kejujuran akan dialami dan dirasakan oleh setiap orang melalui perkataan yang diucapkan maupun lewat sikap hidup. Kita juga dapat melihat bagaimana misi keselamatan Allah yang dilaksanakan Kristus melalui sikap keterbukaan dan kejujuran itu ternyata tidak diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat kala itu; sehingga Ia pun ditangkap, disiksa dan akhirnya mati di atas kayu salib. Namun demikian, keutamaan hidup yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Kristus menjadi nyata melalui peristiwa kebangkitan-Nya dari alam maut. Dalam hal ini, kebangkitan Kristus hendak membuka mata setiap orang bahwa Yesus Kristus adalah pribadi yang telah mengajarkan kebenaran Allah melalui keterbukaan dan kejujuran. Sikap kejujuran ini amat penting bagi orang Migani agar mampu menciptakan kehidupan yang damai dan aman sebagaimana ditunjukkan Peagabega lewat sikap hidupnya. Dengan demikian, orang Migani mampu melaksanakan amanah Tuhan sendiri untuk tidak bersaksi dusta terhadap sesama manusia.

Ketiga, berbuat baik kepada semua orang. Selama Peagabega hidup, ia tidak pernah memilih-milih dalam berbuat baik. Semua orang Migani berhak untuk menikmati hidup yang damai, aman dan sejahtera (Usuama Tugiago Undiago Dinuota). Oleh karena itu, Peagabega selalu menunjukkan sikap hidup yang baik kepada setiap orang yang dijumpainya. Walaupun sikap hidup ideal yang ditunjukkan tersebut bertujuan untuk kebaikan bersama (bonum commune) namun sebagian masyarakat kala itu merasa kenyamanan hidupnya diganggu oleh kehadiran Peagabega sehingga ia pun ditangkap, disiksa dan kemudian dibunuh. Memang seorang pribadi yang berbuat baik kepada banyak orang tidak selalu diterima dengan keterbukaan hati sehingga sering kali memunculkan prasangka-prasangka negatif atas berbagai kebaikan yang dilakukan oleh tokoh tertentu. Berkaitan dengan hal ini, Yesus pun pernah mengalaminya. Walaupun Ia berbuat baik untuk banyak orang namun masyarakatnya sendiri menolak-Nya (lih. Luk 4:16-30). Sekalipun begitu, orang Migani diajak untuk selalu berbuat baik kepada sesama tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain; sebab perbuatan baik yang muncul dari ketulusan hati merupakan salah satu nilai Kristus sebagaimana yang diwujudkan oleh tokoh Peagabega dalam konteks kultur orang Migani.

Keempat, mencegah berbagai kejahatan. Dalam hal ini, Peagabega tidak pernah menginginkan hidup manusia Migani dihantui ketakutan karena berbagai kejahatan yang terjadi dalam hidup mereka. Oleh karena itu, sebagai bentuk perhatiannya ia selalu mencegah niat-niat jahat yang hendak dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Peagabega sebagai manusia ideal yang memiliki sifat manusiawi dan adi-manusiawi, maka ketika setiap orang yang hendak melakukan suatu kejahatan tertentu, ia pun hadir di tempat itu untuk mencegahnya. Nilai hidup seperti ini juga mesti dibangun dalam kehidupan orang Migani. Dalam hal ini, orang Migani diharapkan untuk bukan menjadi pelaku kejahatan tetapi pencegah kejahatan sehingga tatanan hidup moral, etik, sosial, kultural, dan religius tetap terjaga dengan baik sebagaimana Tuhan sendiri kehendaki bagi semua manusia termasuk manusia Migani (bdk. Sepuluh Firman Allah yang ke- 6 sampai 10).

Kelima, berdoa dan bernyanyi (jiwibulindaya mbaine jamone dia). Para tua adat yang sering berdoa dan bernyanyi untuk memohon keselamatan hidup ideal dari Peagabega bagi keluarganya bisa diangkat dan diinkulturasikan ke dalam liturgi Gereja. Dalam hal ini, walaupun doa dan lagu yang ditujukan kepada sang Peagabega tersebut bersifat rahasia dan sakral bagi para tua adat dalam klan tertentu namun bila hal itu diekspresikan secara bersama dalam liturgi seperti yang telah dilakukan terhadap EMO, maka penghayatan iman umat setempat terhadap Yesus Kristus dan ajaran-Nya akan semakin mengakar dalam kultur orang Migani. Dalam konteks ini, permohonan hidup ideal yang ditujukan kepada Peagabega bisa dikolaborasi dengan Kristus sebagai penyelamat sejati sehingga tokoh Peagabega menjadi sarana untuk sampai kepada Yesus Kristus. Oleh karena itu, para tua adat diharapkan untuk bersikap terbuka seperti yang telah dilakukannya ketika melaksanakan upacara Jumat Agung dengan tokoh Peagabega agar nilai-nilai kultural yang positif dapat dihayati secara bersama sehingga saling memperkaya antara nilai-nilai kristiani dengan nilai kultural setempat.

Keenam, melestarikan tanaman khas seperti kigimugi, dibilaba, aebugi dan musi iji. Ketika Peagabega melakukan karya-karya keselamatan bagi orang Migani, ia menggunakan tanaman-tanaman khas tersebut untuk mencegah kematian dan bencana alam seperti banjir dan longsor. Oleh karena itu, orang Migani perlu melestarikannya dengan cara menanam di sekitar rumah dan di tempat-tempat tertentu agar jenis tumbuhan tersebut tidak punah oleh karena adanya perkembangan zaman. Tujuan dari pelestarian itu adalah agar kehidupan orang Migani terhindar dari bahaya malapetaka. Dalam arti ini, Tuhan juga selalu hadir dan menyapa setiap suku bangsa termasuk suku bangsa Migani melalui unsur-unsur kebudayaan yang ada sebagai salah satu cara untuk menampakan wajah-Nya. Maka itu, tujuannya bukan supaya menyembah sejumlah tanaman khas tersebut tetapi dilihat sebagai sarana yang digunakan oleh Tuhan untuk memberi keselamatan hidup sejati kepada orang Migani melalui perantaraan sang tokoh Peagabega.
Empat jenis tanaman khas yang pernah dipakai Peagabega kala itu:

Bapak Benny Sondegau sedang menunjuk Rumput Kigimugi
Rumput Dibilaba Kelihatan Hijau di bahwah
Keladi Aebugi
Musi Iji
Ketujuh, tidak menaruh iri hati dan dendam terhadap sesama. Dalam hidupnya, Peagabega dimusuhi banyak orang. Ia dimusuhi bukan karena melakukan kejahatan tetapi justru sebaliknya berbuat baik kepada sesama. Oleh karena adanya sikap iri hati dan dendam terhadap Peagabega maka ia pun akhirnya ditangkap dan dibunuh. Sikap seperti ini harus dihindari oleh orang Migani pada zaman sekarang. Orang Migani harus memberi apresiasi kepada orang tertentu yang telah menunjukkan kebaikan bagi semua orang dan bukan sebaliknya menaruh iri hati dan dendam. Oleh karena itu, setiap orang dituntut untuk mengembangkan setiap talenta atau kharisma yang diberikan oleh Tuhan (lih. 1Kor 12:1-11) agar  dapat membawa kebaikan diri, sesama dan terutama demi kemuliaan Tuhan.

Kedelapan, tidak membunuh. Terkait dengan hal ini, orang Migani harus sadar bahwa kehidupan setiap manusia adalah milik Tuhan. Maka itu, Tuhanlah yang berhak atas hidup setiap orang. Oleh karena itu, tindakan membunuh sesama manusia merupakan suatu perbuatan yang tidak dikehendaki oleh Tuhan sendiri (ingat Sepuluh Firman Allah yang ke- 5). Dalam hal ini, perbuatan para leluhur orang Migani yang pernah membunuh Peagabega tersebut tidak perlu ditiru oleh generasi masa kini. Orang Migani perlu menghargai kehidupan sesama manusia dengan cara tidak membunuh sebagaimana Tuhan ingatkan kepada seluruh umat manusia melalui Sepuluh Firman-Nya.

Kesembilan, menghargai orang yang telah lanjut usia. Setiap orang Migani lahir dan besar dalam lingkungan sebuah keluarga. Dalam keluarga tersebut ada ayah dan ibu sebagai orangtua yang melahirkan anak-anak. Apapun alasannya setiap orang akan mengalami masa tua. Oleh karena itu, orang Migani harus menghindari sikap mengeluh dan apalagi merasa diri repot mengurusi segala kebutuhan orangtua yang telah lanjut usia. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah apabila ada yang mengatakan “lebih baik orangtua itu mati cepat daripada merepotkan orang muda yang masih hidup”. Sikap seperti ini pernah terjadi ketika Peagabega masih hidup di tengah-tengah orang Migani. Oleh sebab itu, sikap untuk tidak menghargai orangtua harus ditinggalkan oleh orang Migani karena Tuhan sendiri melalui Firman-Nya mengatakan “Hormatilah Ibu-Bapamu” (ingat Sepuluh Firman Allah yang ke-4).

The Best

PENGERTIAN FILSAFAT