Video Of Day

Subscribe Youtube

Saturday, 29 September 2018

TANGGAPAN DEWAN PAROKI BILOGAI ATAS KETIDAKHADIRAN PEMERINTAH KABUPATEN INTAN JAYA DALAM REKONSILIASI PASCA KONFLIK PILKADA 2017

Dewan Paroki Bilogai,
Yohanes Abugau
“Kami Sudah Melaksanakan Rekonsiliasi atas Konflik Pilkada Kabupaten Intan Jaya. Maka Kalau Pemerintah Kabupaten Intan Jaya Mau Melaksanakan Rekonsiliasi Lagi, Maka Silahkan Datang dan Lakukanlah sendiri”.


Latar Belakang


Dunia ketahui bahwa Pilkada Kabupaten Intan Jaya Tahun 2017, telah melahirkan konflik antar warga (pendukung pasangan calon Bupati nomor urut dua dan tiga). Konflik yang sudah diketahui ini lahir pada 24 Februari 2017. Sesudah terlahir, selanjutnya para pendukung saling menyerang mulai dari Yokatapa, Tigamajigi, Lapangan Terbang dan di halaman Gereja Katolik, Paroki Missael Bilogai. Menurut Dewan Paroki Bilogai, Yohanes Abugau, “pertikaian di halaman Gereja Katolik Bilogai terjadi begitu sengit. Anak-panah dari berbagai sisi mengalir seperti air hujan ke arah Gereja dan Pastoran, tempat di mana salah satu pasangan calon Bupati berlindung. Panah-panah itu sebagian mengkenai umat yang berusaha melindungi gedung Gereja dan Pastoran, termasuk seorang Pewarta (Gembala) dari Stasi Nggalunggama. Pewarta Nggalunggama ini tewas tertusuk anak-panah tajam, tepat di pintu masuk Pastoran. Sebagian anak-panah tertancap di halaman Gereja dan atap Pastoran”.
Foto atap Pastoran Bilogai yang tertancap panah. 
Demikian juga pertikaian serupa terjadi di sekitar Yokatapa, Tigamajigi, Lapangan Terbang dan sekitarnya. “Dalam pertikaian itu pernah tercatat tujuh orang meninggal dunia dan enam ratus orang terluka parah. Untuk persoalan warga yang sudah meninggal, telah diselesaikan secara adat oleh Bupati terpilih dengan keluarga korban baru-baru ini. Sementara mereka yang terluka, sudah mendapatkan perawatan dan telah pulih kembali. Konflik itu juga disertai dengan saling membakar rumah, barak-barak Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan kantor-kantor pemerintahan yang sudah terbangun. Semuanya ini masih rata dengan tanah hingga saat ini” lanjut Dewan Paroki.

Sebelumnya Pastor Dekan, Dekenat Migani – Puncak Jaya, Pastor Yustinus Rahanggiar Pr, pernah menceritakan pengalamannya kepada penulis, saat penulis ada di Bilogai pada 5 Juli 2018, bahwa “saya baru melihat pertarungan sengit seperti itu di halaman Gereja hingga Pastoran ini. Bayangkan, saya yang menggunakan jubah dan berusaha menghentikan konflik itu pun mereka serang dengan anak-panah, tetapi tidak tahu apa yang menghindarkan saya dari serangan itu. Sayang, serangan itu justru mengkenai pewarta Stasi Nggalunggama yang berada di belakang saya”. Sesudah Pastor sharingkan pengalamannya, ia juga menyatakan niatnya untuk segera adakan upacara rekonsiliasi, yang melibatkan semua kalangan masyarakat tanpa memandang perbedaan bersama Pemerintah yang lebih dulu menyatakan niatnya untuk itu.

Sejalan dengan penjelasan konflik dan sharing di atas, pada saat yang sama Pastor Paroki dan Dewannya pernah mengatakan bahwa “Wajah Paroki kami ini masih berlumuran darah, darah yang telah tertumpah dalam konflik Pilkada. Tubuhnya juga masih tertusuk oleh panah yang tertancap. Maka kami refleksikan bahwa, apakah ini ada pengaruhnya dengan kenyataan hidup umat yang semakin jauh dari Gereja? Apakah itu ada hubungannya dengan tingginya masalah-masalah sosial dan kematian umat kami?. Kedua pertanyaan ini menuntut kami untuk segera adakan upacara rekonsiliasi bersama umat, meskipun belum ada kejelasan dari pihak Pemerintah”.

Selanjutnya mereka komunikasikan refleksi itu kepada Pastor Paroki Bilai, Pastor Ronal Sitanggang Pr, Pastor Paroki Titigi, Pastor Yanuarisus Yogi Pr, dan para pendeta serta tokoh adat dan umat yang ada. Sesudah mendapat persetujuan para pemimpin ini, bersama mereka mulai menyiapkan sebuah upacara rekonsiliasi yang inkulturatif bersama umat mereka.

Sesudah seluruh persiapan selesai, maka pada hari Senin, 3 September 2018 terlaksanalah upacara rekonsiliasi Inkulturatif yang diimpikan itu di halaman Gereja Paroki Misael Bilogai. Menurut dewan paroki, sesuai dengan rencana, peserta yang hadir dalam upacara itu adalah umat Katolik dari Paroki Bilogai, Paroki Titigi, Paroki Bilai, perwakilan umat Protestan yang ada di sana dan masyarakat adat setempat. Bagaimana dengan pemerintah Kabupaten Intan Jaya? Ia menjawab Pemerintah Kabupaten Intan Jaya tidak ada satu pun yang hadir. Bagaimana tanggapannya atas ketidakhadiran Pemerintah Kabupaten Intan Jaya ini?

Tanggapan Dewan Paroki Missael Bilogai

Sesudah 18 hari melaksanakan upacara rekonsiliasi itu, pada 22 September 2018, Dewan Paroki, Paroki Missael Bilogai, Yohanes Abugau mengirim informasi tentang pelaksanaan upacara itu dan tanggapannya atas ketidakhadiran Pemerintah Kabupaten Intan Jaya. Informasi dan tanggapannya ini, ia kirim melalui Massenger kepada penulis. Berkaitan dengan informasi pelaksanaan rekonsiliasi, ia mengatakan “Kami umat Paroki Bilogai, Bilai, Titigi dan umat Kristen Protestan dari Dogandoga dan Kemandoga sudah melaksanakan Upacara Perayaan Pencabutan Panah dan Pembersihan Darah secara Inkulturatif (Adat – Gerejani). Perayaan ini kami tanggung sendiri, tidak ada apa pun dari pihak pemerintah Kabupaten intan Jaya (dalang konflik)”. Setelah memberitahukan informasi ini, ia melanjutkan dengan penjelasan tentang tanggapannya atas ketidakhadiran Pemerintah Kabupaten Intan jaya dalam upacara rekonsiliasi itu.

Dewan Paroki mengirim tanggapannya; Pertama, upacara Pencabutan Panah dan Pembersihan Darah (rekonsiliasi) itu seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Intan Jaya, sebagai satu bentuk pertanggungjawabannya atas konflik yang telah ia lahirkan. Iya, mestinya Pemerintah hadir dalam upacara rekonsiliasi itu dan bersama umat melaksanakannya. Perhitungannya adalah supaya mereka menggunakan kesempatan itu untuk memohon maaf kepada umat (masyarakat) dan pimpinan Gereja-Gereja yang ada.

Kedua, kenyataan membuktikan bahwa sejak tahun 1974 hingga tahun 2018 ini, Gereja-Gereja yang ada telah menjadi fasilitator untuk Pemerintah dalam segala hal, tetapi sampai saat ini, Pemerintah tidak memperlihatkan jasa baiknya kepada Gereja. Pemerintah justru telah mengancam Gereja dengan kerusuhan yang berujung pada penumpahan darah, pembunuhan Pewarta Stasi Nggalunggama dan umat kami yang lain di halaman Gerejanya sendiri. Hal ini berarti bahwa akibat konflik pilkada itu, kami telah mengalami pengorbanan sana-sini, seperti; nyawa umat, harta benda, rumah dan moral umat. Sehingga efeknya saat ini banyak umat telah menjauh dari Gereja. Pengalaman ini merupakan tantangan sekaligus ujian yang telah kami hadapi sebagai pihak yang senantiasa menanggani kemanusiaan.

Ketiga, dalam hal memperbaiki relasi antar sesama, alam, leluhur dan dengan Yang Ilahi atas konfik itu, kami tidak menunggu Pemerintah. Waktu menunggu mereka sudah enam bulan berlalu. Maka kami telah memilih untuk tetap maju, walaupun tidak ada dukungan sama sekali dari Pemerintah. Pilihan ini dengan pertimbangan bahwa masyarakat Intan Jaya mau maju. Pihak Gereja juga mau maju dengan memulai program-program Pastoral yang telah direncanakan, seperti; pembinaan iman umat dewasa, pendampingan kaum muda-mudi, memulai pendalaman Kitab Suci, pada Bulan Kitab Suci ini, persiapkan acara Ulang Tahun Paroki yang akan dirayakan 12 Oktober, dengan berbagai lomba antar Stasi, membuka SMP YPPK di Bilogai yang baru, pelebaran lapangan sepak bola dan selesaikan gedung Gereja Stasi Tanah Putih yang telah macet. Oleh karena keinginan kami mau maju dan melayani umat melalui program-program kerja seperti ini, maka kami telah melakukan rekonsiliasi tanpa harus menunggu pemerintah.

Keempat, kami sudah melaksanakan upacara rekonsiliasi dan berusaha memohon Tuhan Allah mendamaikan kami dengan sesama, alam, leluhur dan dengan Dia sendiri demi keselamatan hidup kami di dunia ini dan di akhirat nanti. Dengan ini, batin kami sudah merasa lebih nyaman dan dalam keadaan ini kami telah memulai kehidupan kami yang baru. Maka, kalau Pemerintah Kabupaten Intan Jaya mau melaksanakan rekonsiliasi lagi, maka silahkan datang dan lakukanlah sendiri. Kami tidak akan ikut campur dalam rekonsiliasi Pemerintah. Dalam hal ini, umat sudah menyatakan niat mereka untuk hadir sebagai penonton saja.

Demikianlah tanggapan Dewan Paroki Bilogai atas ketidakhadiran Pemerintah Kabupaten Intan Jaya dalam Rekonsiliasi pasca Konflik Pilkada Tahun 2017, yang dapat kami sampaikan melalui tulisan ini. Semoga penjelasan singkat di bagian latar belakang membantu pembaca mengerti konteks dan selanjutnya memahami tanggapan Dewan Paroki ini, terutama Pemerintah kabupaten Intan Jaya.

Penulis, Yeskiel Belau

0 komentar:

Post a Comment

The Best

PENGERTIAN FILSAFAT