Video Of Day

Subscribe Youtube

Sunday, 30 September 2018

REFLEKSI PASTORAL TENTANG MOTIVASI MASUK PROGRAM PASCA SARJANA


Fr. Yeskiel Belau
Pengantar

Perasaan tertarik pada pilihan hidup sebagai seorang Imam Projo telah bertumbuh dalam diri saya sejak masa kanak-kanak. Perasaan yang telah bertumbuh sejak masa kanak-kanak ini, telah saya jaga dan kembangkan sesuai dengan usia saya dan tingkatan pendidikan Imamat yang telah saya lalui. Oleh karena adanya pengalaman mengembangkan panggilan hidup sebagai seorang Imam Projo ini, maka saya akan memulai refleksi ini dengan harapan agar motivasi saya masuk Program Pasca Sarjana pun menjadi jelas.

Dalam rangka mewujudkan tujuan itu, terlebih dahulu saya sebutkan bagian-bagian yang akan saya isi dalam tulisan ini, yaitu; Pertama, perasaan tertarik saya pada pilihan hidup sebagai Imam Projo di masa kanak-kanak, yang terdiri dari masa Sekolah Dasar (SD) dan masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan judul “masa pertumbuhan panggilan Imamat”. Kedua, perasaan tertarik saya pada pilihan hidup sebagai seorang Imam Projo pada masa Pendidikan Imamat, yang tediri dari masa Seminari Menengah dan Seminari Tinggi, dengan judul “masa menumbuhkan panggilan Imamat. Ketiga, perasaanku yang sama pada masa praktek Tahun Orientasi Pastoral dan Tahun Karya, dengan judul “masa praktek hidup sebagai orang yang terpanggil”. Keempat, kesimpulan atas refleksi-refleksi itu sebagai motivasi saya masuk Program Pasca Sarjana dengan judul membalas kasih Allah.

Masa Pertumbuhan Panggilan Imamat

Seperti yang telah saya katakan dalam kata pengantar di atas, saya ini merasa tertarik pada pilihan hidup sebagai seorang Imam Projo itu mermula dari masa Sekolah Dasar (SD) saat berada di Paroki Misael Bilogai. Pertumbuhan panggilan saya ini tentu mempunyai alasan. Alasan yang saya maksudkan adalah peristiwa religius dan tokoh-tokoh yang mendorong saya mulai merasakan ketertarikan saya pada pilihan hidup sebagai seorang Imam Projo. Hal ini berarti bahwa perasaan saya itu sungguh didorong oleh peristiwa religius dan tokoh-tokoh yang saat itu bertugas di Paroki Misael Bilogai. Oleh karena kenyataan ini, maka selanjutnya saya akan jelaskan peristiwa religius dan tokoh-tokoh yang yang saya maksud itu.

Pertama, peristiwa religius. Peristiwa religius yang saya maksudkan adalah satu, peristiwa tahbisan Imamat Pastor Antonius Belau OFM, di Paroki Misael Bilogai. Dalam perayaan tahbisan ini, saya melihat ribuan orang berdatangan untuk mengikuti perayaan tahbisan itu dan sesudahnya orang Migani mengadakan pesta yang sangat besar di halaman Gereja. Dengan melihat dan mengalami perayaan tahbisan serta pesta syukuran itu, saya pernah mengakuinya sebagai peristiwa religius yang sungguh hebat dan tentu mempunyai kerinduan untuk mengikuti jejak Pastor yang telah ditahbiskan itu. Dua, kebiasaan umat Paroki Misael Bilogai saat menjemput para Pastor yang datang ke Bilogai. Dalam hal ini, umat Migani maupun umat Ndaua dan Lani yang ada mempunyai kebiasaan tari-tarian dengan menggunakan busana adat serta nyanyian-nyanyian yang menggembirakan saat menjemput petugas Pastoral yang datang ke Paroki Bilogai. Dalam acara ini, biasanya semua sikap dan gerakan umat setempat memperlihatkan penghormatan mereka kepada para Pastor yang datang melayani mereka di Paroki Bilogai. Kebiasaan umat seperti ini juga pernah saya lihat, ikuti dan akui saat itu sebagai peristiwa yang sangat menakjubkan serta selanjutnya dalam hati saya menumbuhkan niat untuk menjadi seorang Imam juga.

Kedua, tokoh-tokoh. Tokoh-tokoh yang saat itu menjadi figur penting dalam menumbuhkan panggilan Imamat dalam diri saya adalah Pastor Marthen Kwayo Pr, Pastor Jhon Bunai Pr dan Pastor Dominikus Dulione Hodo Pr. Pada masa kanak-kanak itu, saya melihat ketiga sosok  ini dan mengagumi gaya hidup mereka yang baik serta kagum dengan kertampilan-ketrampilan yang mereka miliki. Gaya hidup mereka yang baik, yang juga telah menarik perhatian saya saat itu adalah keteraturan hidup mereka di Pastoran, kewibawaan mereka dalam memimpin perayaan Ekaristi, kebiasaan mereka mengajak umat untuk hidup baik (setiap hari umat harus berusaha menjadi orang yang baik, dengan berpikir sesuai dengan kehendak Allah (EMOO), berkata jujur sesuai dengan kehendak EMOO dan juga berbuat sesuai dengan kehendak Allah). Sedangkan ketrampilan-ketrampilan mereka yang telah menarik perhatian saya saat itu adalah berolah raga sepak bola, Volly, silat, kemampuan mereka menangani peralatan listrik dengan baik dan lain sebagainya.

Pengalaman hidup para Pastor seperti itulah yang menarik hati saya saat itu untuk belajar keras dengan harapan agar saya juga bisa memiliki keteraturan hidup, dapat memimpin Perayaan Ekaristi, mengajak umat hidup baik dan juga memiliki ketrampilan-ketrampilan sama seperti mereka. Selanjutnya berdasarkan kemauan saya untuk memilih hidup sebagai seorang Imam Projo ini menuntut saya harus menjadi anak yang baik. Menjadi anak yang baik berarti mendengarkan dan melaksanakan semua nasehat baik yang disampaikan oleh orang tua, para pembina asrama, para guru dan para Pastor dengan penuh tanggung jawab. Tuntutan yang telah muncul dalam hati saya ini mulai saya realisasikan semampu saya saat itu. Bukti adanya usaha saya merealisasikan tuntutan itu adalah saya selalu rengkin satu (1) di kelas, menjadi anak yang bisa memimpin teman-teman (Ketua OSIS), terlibat dalam anggota Misdinar dan akhirnya lulus SD dengan nilai yang memuaskan (juara umum).

Sesudah tamat SD YPPK Bilogai, saya melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Kerom (SMP N.1 Arso). Proses perjalanan saya menuju ke Jayapura dan terus ke Kabupaten Kerom untuk melanjutkan Pendidikan ini dan juga masa studi saya di SMP tersebut pada tahun pertama itu sangat menyedihkan. Saya katakan sangat menyedihkan, karena saya pergi tanpa membawa pundi-pundi, maka tuntutan memenuhi kebutuhan studi dan hidup saya pun serba sulit di sana saat itu. Maka di masa itu saya selalu memilih untuk mencari kerja dan bekerja apa saja. Usaha saya ini sering membuahkan hasil, tetapi juga gagal. Namun saya tidak pernah putus asah, justru saya terus berusaha dengan penuh semangat setiap hari.

Kenyataan hidup saya yang serba sulit itu, membuat panggilan saya yang telah bertumbuh sejak masa kanak-kanak itu sudah mulai kabur bahkan terancam hilang. Namun dalam konteks yang sama, saya sebagai anak yang telah mengalami pengalaman hidup yang baik bersama para Pastor yang telah saya sebutkan tadi, maka saya senantiasa utamakan doa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Selain utamakan doa dalam hidup pribadi, saya juga aktif dalam doa bersama di Gereja setiap hari Minggu dan hari-hari lain yang diwajibkan Gereja.

Dalam suasana hidup saya seperti itu, suatu hari saat saya sedang bekerja di pingir jalan, Pastor Wilhelmus Sinawil Pr, Pastor Paroki St. Wilibrodus Arso saat itu datang dan menyapa saya katanya “adik, saya biasa lihat kamu kerja di jalan-jalan ini. Sebenarnya kamu asal dari mana dan mengapa setiap hari kamu selalu kerja?” Saya pun memperkenalkan diri dan menjelaskan keberadaan saya serta tujuan dari kebiasaan saya kerja apa saja di Arso itu. Mendengar semua yang telah saya jelaskan itu Pastor pun tunduk sejenak dan meminta saya untuk tinggal bersamanya di Pastoran Arso Kota. Permintaan Pastor ini saya terima dengan senang hati dan hari itu juga saya ikuti Pastor ke Pastoran dan tinggal dengannya di Pastoran Arso Kota.

Sesudah saya berada di Pastoran, Pastor Paroki memberi kepercayaan kepada saya untuk menjaga dan memelihara semua fasilitas Paroki yang ada. Saya pun menerima tugas ini dan dengan tekun menjaga serta memeliharanya sambil belajar di di SMP N.1 Arso kelas II dan juga aktif dalam semua kegiatan Gereja saat itu. Dengan proses ini, maka panggilan saya yang sudah mulai kabur dan terancam hilang itu bertumbuh kembali.

Sesudah panggilan saya itu sudah bertumbuh lagi dan lulus dari SMP N.1 Arso, saya memohon Pastor Wilhelmus Pr, untuk lanjutakan jenjang pendidikan saya yang berikutnya di Seminari Menengah St. Fransiskus Asisi Waena Jayapura. Permohonan saya ini dikabulkan oleh Pastor Wilhelmus. Persetujuannya ini ia buktikan dengan memberikan rekomendasi dan langsung hantar saya ke Seminari menengah St. Fransiskus Asisi Waena Jayapura lantas bayar biaya hidup saya di Seminari untuk satu Tahun. Kesempatan studi ini saya maksimalkan dengan mengikuti semua proses pembinaan di Seminari Menengah St. Frasiskus Asisi Waena dengan baik.

Demikianlah pengalaman saya dalam menumbuhkan panggilan hidup sebagai seorang Imam Projo dalam diri saya pada masa kanak-kanak yang dapat saya jelaskan. Kalau dilihat, dalam pengalaman-pengalaman saya itu benar-benar memuat peristiwa dan para tokoh yang telah memungkinkan dan membantu menumbuhkan panggilan hidup saya sebagai seorang Imam Projo. Oleh karena itu, saya akui bahwa Tuhan sungguh telah turut bekerja dalam hidup dan pertumbuhan panggilan saya ini. Tuhan itu hebat dan penyelamatku.

Masa Menumbuhkan Panggilan Imamat

Pada tahun 2006, saya sudah ada di Seminari Menengah St. Fransiskus Asisi Waena Kelas Persiapan Pertama (KPP). Di tahun 2006 ini, seperti yang telah saya katakan di atas, saya tekun mengikuti dan alami semua proses pembinaan di Seminari Menengah hingga lulus pada kelas persiapan pertama. Dalam proses studi tahun pertama di Seminari menengah ini saya tidak mengalami kesulitan dalam hal biaya dan pemenuhan kebutuhan hidup saya yang lain.

Studi tahun kedua, ketiga dan tahun keempat di Seminari Menengah, saya mengalami kesulitan yang luar biasa. Kesulitan yang telah saya alami itu berkaitan dengan biaya hidup di Seminari Menengah, yang saat itu diminta wajib bayar uang sebanyak dua ratus lima puluh ribu rupiah (250.000) per bulan dan biaya SPP pada SMA YPPK Teruna Bakti Waena sebanyak Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah (75.000). Kesulitan ini terjadi, karena bapak Pastor yang selama setahun yang lalu biaya saya itu pergi studi lanjut di Pilipina juga. Orang tua saya pun sulit dihubungi. Oleh karena kenyataan ini, maka saya hanya tetap bertahan, namun ternyata pada akhir semeter kedua, saya diberi surat tagihan biaya Seminari. Dalam surat itu tertuliskan pemberitahuan tentang jumlah uang yang harus saya bayarkan, jika saya ingin tetap berada di Seminari Menengah itu. Jumlah uang yang telah disebutkan dalam surat tagihan itu sebanyak Tujuh Jutah Rupiah. Beban ini tentu mustahil saya bayarkan dalam kondisi saya seperti itu. Maka saat itu saya memilih untuk keluar dari Seminari saja.

Selanjutnya saya merasa malu, jika dalam kondisi seperti itu tetap bertahan di Seminari. Maka saya menyimpan semua barang milik saya dan berjalan menuju gapura pintu masuk Seminari hendak pergi keluar dari Seminari. Saat itu Pastor Rektor, Jhon Kore OFM melihat saya yang keluar dengan memikul tas saya. Ia memangil saya dan menanyakan tujuan saya. Saya pun menjelaskan tujuan saya itu, tetapi Pastor katakan “anak, saya mengenal kamu bahwa kamu mempunyai kemampuan operasi mesin babat rumput dan rajin bekerja di halaman Seminari ini. Jadi, saat ini saya bebaskan semua tunggakanmu itu dan selanjutnya, kamu bisa perbaiki semua mesin babat rumput yang rusak serta selanjutnya tugasmu adalah bersihkan seluruh halaman Seminari ini setiap bulan, sebagai pengganti biaya Seminari Menengah ini”. Kebijaksanaan Pastor Rektor ini saya terima dengan senang hati dan saya kembali tinggal di Seminari lagi.

Kebijaksanaan Rektor itu saya hargai dengan perbaiki semua mesin babat rumput yang telah rusak dan setiap bulan saya bersihkan halaman Seminari selama tiga tahun, seperti yang telah ditugaskan oleh Pastor Rektor. Dalam melaksanakan tugas ini, tentunya saya tidak terhindar dari rasa lelah dan cape, tetapi dengan senang hati saya melaluinya dengan penuh tanggung jawab sambil belajar pelajaran-pelajaran yang telah saya peroleh dari sekolah serta mengikuti seluruh proses pembinaan di Seminari Menengah sebagai tahap menumbuhkan panggilan hidup saya sebagai seorang Imam Projo. Proses Pendidikan di Seminari Menengah ini terus saya tekuni hingga tamat pada tahun 2010. Sesudah menerima hasil kelulusan, saya melamar ke Keuskupan Timika dan turut melaksanakan test masuk ke STFT “Fajar Timur” Abepura Jayapura. Lamaran yang telah saya kirim ke Keuskupan Timika itu diterima dan dinyatakan lulus oleh Bapak Uskup Timika. Demikian juga test masuk STFT itu pun dinyatakan lulus.

Selanjutnya saya yang sudah diterima oleh Bapak Uskup Timika sebagai calon Imam Projo Keuskupan Timika ini menekuni studi di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar Timur” pada tahun pertama. Di tahun pertama ini, saya melalui proses studi dan mengalami proses pembinaan di Seminari Tinggi Interdiosesan Yerusalem Baru dengan tekun. Kemudian tahun kedua, saya bersama teman-teman angkatan mejalani masa Tahun Orientasi Rohani di Nabire sesuai dengan arahan Bapak Uskup dan Komisi Panggilan Keuskupan Timika. Pada masa TOR ini saya juga belajar hidup Rohani sebagai dasar dari hidup panggilan saya selama satu tahun.

Sesudah menjalani masa TOR, saya kembali lagi ke STFT “Fajar Timur” untuk lanjutkan studi di semester tiga. Sesampainya saya di STFT “Fajar Timur” saya mulai studi dari semester tiga hingga berakhir di semester delapan. Secara umum, dalam studi selama empat tahun itu, saya dapat membekali diri saya dengan berbagai ilmu yang telah saya dapatkan dari kampus, membekali diri dengan pembinaan-pembinaan rohani di Seminari Tinggi dan juga membekali diri dengan membaca buku-buku di perpustakaan serta berbagai media lain yang bisa membantu.

Upaya-upaya itu saya tekuni dengan alasan bahwa semua itu pasti akan menumbuhkan iman saya akan Allah Tritunggal Maha Kudus dengan mantap, menumbuhkan intelektual saya yang baik dan membantu saya senantiasa berpikir sesuai dengan kehendak Allah, berkata sesuai dengan kehendak Allah serta berbuat pun sesuai dengan kehendak Allah (saya menjadi orang baik), sebagai mana yang telah dikatakan oleh para Pastor saat saya masih kanak-kanak di Bilogai.

Dengan laluinya semua proses studi, yang juga adalah proses pembentukan kepribadian saya dengan pengetahuan iman dan pengetahuan umum itu, selesai jugalah proses studi untuk program Strata Satu (S-1) di STFT “Fajar Timur” Abepura Jayapura. Oleh karena selesai, maka saya siapkan diri untuk datang ke Keuskupan Timika untuk menerima tugas dari Bapak Uskup saya. Kesiapan saya datang ke Keuskupan untuk menerima tugas ini membuktikan bahwa dengan menekuni proses Pendidikan di Seminari Menengah, menjalami masa TOR, Seminari Tinggi dan studi di STFT “Fajar Timur” itu telah menumbuhkan panggilan hidup dalam diri saya sebagai seorang calon Imam Projo Keuskupan Timika. Dan, dalam suasana panggilan yang tumbuh subur dan mantap ini, saya telah datang ke Keuskupan Timika di saat itu untuk menerima tuga belajar di Paroki TOP dan TOK dalam bimbingan Pastor Paroki yang dipercayakan oleh Bapak Uskup untuk membimbing saya.

Masa Praktek Hidup Sebagai Orang yang Terpanggil

Sesampainya saya di Keuskupan, Bapak Uskup memberikan tugas belajar kepada saya untuk menjalani masa Orientasi Pastoral di Paroki St. Fransiskus Obano dalam bimbingan Pastor Sebastianus Amamean Pr. Saya pun menerima tugas ini dengan gembira dan lantas menuju ke tempat tugas untuk menjalani proses TOP. Sesampainya saya di Paroki TOP, saya disambut dengan baik oleh Pastor Paroki dan umat. Sambutan positif ini menandai kesediaan Pastor Paroki untuk mendampingi saya di masa TOP di sana.

Sesudah saya diterima sebagai Frater TOP di Paroki St. Fransiskus Obano, saya menjalani masa TOP itu dalam bimbingan Pastor Paroki. Dalam bimbingannya menjalani masa TOP ini, saya memulai dengan pengenalan medan TOP, yang di dalamnya memuat pengenalan geografis secara umum, pengenalan budaya umat setempat, pengenalan medan pelayanan Gereja Katolik setempat, yang juga meyelidiki jumlah Stasi dan Kombas serta mengetahui jumlah umat dengan mendata umat dari rumah ke rumah. Kemudian tahap kedua, saya mulai dengan perencanaan program pastoral yang bisa saya kerjakan di medan yang sudah saya kenal itu dan melaksanakan program kerja tersebut. Selanjutnya tahap ketiga yang telah saya lalui adalah evaluasi dan membenahi program kerja pastoral yang pernah saya rencanakan dan kerjakan itu.      

Dalam seluruh proses itu, saya melihat dan mempelajari kebudayaan umat setempat yang masih terjaga dengan baik dan iman umat yang luar biasa kokoh, karena telah berakar dalam kebudayaan mereka sendiri. Bukan hanya hal menakjubkan ini saja yang telah saya lihat, tetapi juga saya pun melihat banyak segi kehidupan umat yang amat memprihatinkan yaitu; segi kehidupan ekonomi umat, kehidupan pendidikan umat, segi kehidupan kesehatan umat dan politik. Segi-segi kehidupan umat yang memprihatinkan ini, tentu mustahil saya usahakan supaya umat bisa keluar dari sana. Maka saat itu saya hanya merencanakan program kerja yang bisa saya kerjakan untuk membantu mereka keluar dari sana secara perlahan seperti; mengajar di sekolah, mengadakan mendalaman iman, memberikan modal untuk membuka usaha kepada beberapa umat yang mempunyai kemampuan usaha, mengadakan ibadat di Kombas-Kombas dengan tekanan pada pentingnya kerja, hidup sehat dan juga pentingnya sekolah bagi anak-anak usia sekolah.

Dalam proses melaui semua pengalaman itu, ternyata saya menjumpai banyak hal yang sebetulnya berada dalam keprihatinan saya, tetapi tidak muda saya laksanakan. Bahkan dalam melaksanakan hal yang sederhana pun saya tetap mengalami kesulitan juga. Di sinilah saya dapat belajar bahwa bekerja demi kebaikan banyak orang oleh seorang diri itu sungguh membutuhkan pengorbanan, sebagaimana yang telah Yesus Kristus lakukan untuk keselamatan umat manusia. Oleh karena adanya kenyataan pengorbanan Yesus Kristus ini, maka dalam melaksanakan program kerja yang telah saya rencanakan itu pun saya lalui dengan baik hingga pada akhir masa TOP saya merasa puas dan tentunya bahwa semua itu telah saya akui dalam refleksi akhir sebagai kekuatan saya untuk melangkah ke jalan panggilan saya selanjutnya.

Sesudah menyelesaikan masa TOP di Paroki St. Fransisku Obano, Bapak Uskup memberi tugas belajar untuk menjalani masa TOK di Paroki Tiga Raja Katedral Timika dalam bimbingan Pastor Paroki Amandus Rahadat Pr. Setelah saya berdada di Paroki Tiga Raja, saya diberi tugas oleh Pastor Paroki untuk selalu siap sedia melayani berbagai bentuk ibadat Sabda sesuai dengan permintaan umat di Kombas-Kombas maupun di kator-kantor. Maka tuga ini saya terima dan jalani dengan penuh tanggung jawab selama satu tahun.

Dalam melaksanakan tugas pelayanan itu, saya juga dapat mempelajari banyak segi kehidupan umat seperti; heterogenitas suku bangsa umat yang berdomisili di Paroki Tiga Raja Timika, relasi-relasi yang baik maupun buruk di antara umat, semangat hidup menggereja yang positif maupun negatif, karier umat yang mapan maupun memprihatinkan dan pandangan-pandangan politik umat yang saling bertolak belakang serta motivasi keberadaan mereka di kota Timika yang juga berbeda-beda. Dalam kenyataan hidup umat seperti inilah, saya menjalani masa TOK dan semuanya itu telah menambah wawasan Pastoral bagi saya sebagai calon Imam Projo yang wajib merangkul semua umat yang berbeda, semua yang aktif dan tidak aktif, semua yang baik dan buruk sebagai umat Allah yang perlu saya layani dalam karya Pastoral saya ke depan.

Membalas Kasih Allah

Kisah hidup saya pada masa pertumbuhan panggilan Imamat, masa menumbuhkan panggilan Imamat dan praktek hidup sebagai orang yang terpanggil itu saya akui sebagai kasih Allah yang sungguh-sungguh menjadi kenyataan bagi saya. Kehadiran kasih Allah yang sungguh-sungguh telah menjadi kenyataan ini, saya rasakan lewat berbagai peristiwa dan setiap tokoh yang telah saya sebutkan dalam kisah hidup saya di atas. Maka pertanyaan selanjutnya bagi saya adalah bagaimana saya bisa membalas kasih Allah ini? Untuk menjawab kasih Allah bagi saya ini, saya harus tetap bertahan pada jalan panggilan ini. Bertahan pada jalan panggilan ini berarti dengan tekun dan setia melalui semua proses pendidikan Imamat.

Program Pasca Sarjana adalah salah satu bagian proses Pendidikan menuju pada tangga Imamat. Maka saya sebagai colon Imam, menyatakan kesediaan saya untuk menekuni studi pada Program Pasca Sarjana di mana pun tempatnya. Kesediaan saya menekuni studi Program Pasca Sarjana ini dengan motivasi bahwa semoga saya dapat membalas kasih Allah dengan menjadi seorang Imam. Sehingga pun saya dapat menyerahkan hidup saya seutuhnya kepada-Nya dalam karya Pastoral di mana pun saya ditugaskan oleh Bapak Uskup.

Selain rencana saya membalas kasih Allah itu, saya juga selalu akan bersedia hidup taat pada segala perintah-Nya. Sebab Ia bersabda “Jikalau kamu menuruti perintahku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya (Yoh. 15:10)”. Hal ini berarti bahwa saya juga akan selalu siap untuk berkorban bagi-Nya, baik itu waktu, tenaga maupun seluruh hidup saya. Dalam hal ini, saya bisa belajar dari Injil Yohanes 12:3, yang mengatakan “Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bauh minyak itu semerbak di seluruh rumah itu”. Saya percaya bahwa tindakan Maria ini menunjukkan betapa ia sangat mengasihi Tuhan, sehingga rela memberikan semua harta miliknya yang sangat berharga itu. Di sinilah Tuhan melihat hati Maria yang begitu tulus mengasihi-Nya dan meberikan pengampunan dosa yang membawa dia pada keselamatan.   

Kesediaan saya belajar dari Maria itu bukan untuk mempersembahkan harta benda sepertinya, tetapi hanya mempersembahkan hidup saya dalam segala keterbatasan dan kedosaan ini kepada-Nya sebagai persembahan hidup. Inilah yang akan saya lakukan sebagai ungkapan kasih saya kepada Tuhan yang lebih dulu mengasihi saya. Semoga Allah yang Maha Kasih menolong saya dalam mengungkapkan kasih saya kepada-Nya.   

0 komentar:

Post a Comment

The Best

PENGERTIAN FILSAFAT