Fr. Yeskiel
Belau
Pengantar
Perasaan tertarik pada pilihan hidup sebagai seorang
Imam Projo telah bertumbuh dalam diri saya sejak masa kanak-kanak. Perasaan yang
telah bertumbuh sejak masa kanak-kanak ini, telah saya jaga dan kembangkan sesuai
dengan usia saya dan tingkatan pendidikan Imamat yang telah saya lalui. Oleh
karena adanya pengalaman mengembangkan panggilan hidup sebagai seorang Imam
Projo ini, maka saya akan memulai refleksi ini dengan harapan agar motivasi saya
masuk Program Pasca Sarjana pun menjadi jelas.
Dalam rangka mewujudkan tujuan itu, terlebih dahulu
saya sebutkan bagian-bagian yang akan saya isi dalam tulisan ini, yaitu; Pertama, perasaan tertarik saya pada
pilihan hidup sebagai Imam Projo di masa kanak-kanak, yang terdiri dari masa
Sekolah Dasar (SD) dan masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan judul “masa pertumbuhan panggilan Imamat”. Kedua, perasaan tertarik saya pada
pilihan hidup sebagai seorang Imam Projo pada masa Pendidikan Imamat, yang
tediri dari masa Seminari Menengah dan Seminari Tinggi, dengan judul “masa menumbuhkan
panggilan Imamat”. Ketiga,
perasaanku yang sama pada masa praktek Tahun Orientasi Pastoral dan Tahun Karya,
dengan judul “masa
praktek hidup sebagai orang yang terpanggil”. Keempat, kesimpulan atas refleksi-refleksi itu sebagai motivasi saya
masuk Program Pasca Sarjana dengan judul membalas kasih Allah.
Masa Pertumbuhan
Panggilan Imamat
Seperti yang telah saya katakan dalam kata pengantar
di atas, saya ini merasa tertarik pada pilihan hidup sebagai seorang Imam Projo
itu mermula dari masa Sekolah Dasar (SD) saat berada di Paroki Misael Bilogai.
Pertumbuhan panggilan saya ini tentu mempunyai alasan. Alasan yang saya maksudkan
adalah peristiwa religius dan tokoh-tokoh yang mendorong saya mulai merasakan
ketertarikan saya pada pilihan hidup sebagai seorang Imam Projo. Hal ini
berarti bahwa perasaan saya itu sungguh didorong oleh peristiwa religius dan
tokoh-tokoh yang saat itu bertugas di Paroki Misael Bilogai. Oleh karena
kenyataan ini, maka selanjutnya saya akan jelaskan peristiwa religius dan
tokoh-tokoh yang yang saya maksud itu.
Pertama, peristiwa religius. Peristiwa religius yang
saya maksudkan adalah satu, peristiwa
tahbisan Imamat Pastor Antonius Belau OFM, di Paroki Misael Bilogai. Dalam
perayaan tahbisan ini, saya melihat ribuan orang berdatangan untuk mengikuti
perayaan tahbisan itu dan sesudahnya orang Migani mengadakan pesta yang sangat
besar di halaman Gereja. Dengan melihat dan mengalami perayaan tahbisan serta
pesta syukuran itu, saya pernah mengakuinya sebagai peristiwa religius yang
sungguh hebat dan tentu mempunyai kerinduan untuk mengikuti jejak Pastor yang
telah ditahbiskan itu. Dua, kebiasaan
umat Paroki Misael Bilogai saat menjemput para Pastor yang datang ke Bilogai. Dalam
hal ini, umat Migani maupun umat Ndaua dan Lani yang ada mempunyai kebiasaan tari-tarian dengan menggunakan
busana adat serta nyanyian-nyanyian yang menggembirakan saat menjemput petugas
Pastoral yang datang ke Paroki Bilogai. Dalam acara ini, biasanya semua sikap
dan gerakan umat setempat memperlihatkan penghormatan mereka kepada para Pastor
yang datang melayani mereka di Paroki Bilogai. Kebiasaan umat seperti ini juga
pernah saya lihat, ikuti dan akui saat itu sebagai peristiwa yang sangat
menakjubkan serta selanjutnya dalam hati saya menumbuhkan niat untuk menjadi
seorang Imam juga.
Kedua, tokoh-tokoh. Tokoh-tokoh yang saat itu
menjadi figur penting dalam menumbuhkan panggilan Imamat dalam diri saya adalah
Pastor Marthen Kwayo Pr, Pastor Jhon Bunai Pr dan Pastor Dominikus Dulione Hodo
Pr. Pada masa kanak-kanak itu, saya melihat ketiga sosok ini dan mengagumi gaya hidup mereka yang baik
serta kagum dengan kertampilan-ketrampilan yang mereka miliki. Gaya hidup mereka
yang baik, yang juga telah menarik perhatian saya saat itu adalah keteraturan
hidup mereka di Pastoran, kewibawaan mereka dalam memimpin perayaan Ekaristi,
kebiasaan mereka mengajak umat untuk hidup baik (setiap hari umat harus
berusaha menjadi orang yang baik, dengan berpikir sesuai dengan kehendak Allah
(EMOO), berkata jujur sesuai dengan kehendak EMOO dan juga berbuat sesuai
dengan kehendak Allah). Sedangkan ketrampilan-ketrampilan mereka yang telah
menarik perhatian saya saat itu adalah berolah raga sepak bola, Volly, silat,
kemampuan mereka menangani peralatan listrik dengan baik dan lain sebagainya.
Pengalaman hidup para Pastor seperti itulah yang
menarik hati saya saat itu untuk belajar keras dengan harapan agar saya juga
bisa memiliki keteraturan hidup, dapat memimpin Perayaan Ekaristi, mengajak
umat hidup baik dan juga memiliki ketrampilan-ketrampilan sama seperti mereka.
Selanjutnya berdasarkan kemauan saya untuk memilih hidup sebagai seorang Imam
Projo ini menuntut saya harus menjadi anak yang baik. Menjadi anak yang baik
berarti mendengarkan dan melaksanakan semua nasehat baik yang disampaikan oleh orang
tua, para pembina asrama, para guru dan para Pastor dengan penuh tanggung
jawab. Tuntutan yang telah muncul dalam hati saya ini mulai saya realisasikan
semampu saya saat itu. Bukti adanya usaha saya merealisasikan tuntutan itu
adalah saya selalu rengkin satu (1) di kelas, menjadi anak yang bisa memimpin
teman-teman (Ketua OSIS), terlibat dalam anggota Misdinar dan akhirnya lulus SD
dengan nilai yang memuaskan (juara umum).
Sesudah tamat SD YPPK Bilogai, saya melanjutkan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Kerom (SMP N.1 Arso). Proses
perjalanan saya menuju ke Jayapura dan terus ke Kabupaten Kerom untuk
melanjutkan Pendidikan ini dan juga masa studi saya di SMP tersebut pada tahun
pertama itu sangat menyedihkan. Saya katakan sangat menyedihkan, karena saya
pergi tanpa membawa pundi-pundi, maka tuntutan memenuhi kebutuhan studi dan
hidup saya pun serba sulit di sana saat itu. Maka di masa itu saya selalu memilih
untuk mencari kerja dan bekerja apa saja. Usaha saya ini sering membuahkan
hasil, tetapi juga gagal. Namun saya tidak pernah putus asah, justru saya terus
berusaha dengan penuh semangat setiap hari.
Kenyataan hidup saya yang serba sulit itu, membuat
panggilan saya yang telah bertumbuh sejak masa kanak-kanak itu sudah mulai
kabur bahkan terancam hilang. Namun dalam konteks yang sama, saya sebagai anak
yang telah mengalami pengalaman hidup yang baik bersama para Pastor yang telah
saya sebutkan tadi, maka saya senantiasa utamakan doa dalam menghadapi
kesulitan-kesulitan hidup. Selain utamakan doa dalam hidup pribadi, saya juga
aktif dalam doa bersama di Gereja setiap hari Minggu dan hari-hari lain yang
diwajibkan Gereja.
Dalam suasana hidup saya seperti itu, suatu hari
saat saya sedang bekerja di pingir jalan, Pastor Wilhelmus Sinawil Pr, Pastor
Paroki St. Wilibrodus Arso saat itu datang dan menyapa saya katanya “adik, saya
biasa lihat kamu kerja di jalan-jalan ini. Sebenarnya kamu asal dari mana dan
mengapa setiap hari kamu selalu kerja?” Saya pun memperkenalkan diri dan
menjelaskan keberadaan saya serta tujuan dari kebiasaan saya kerja apa saja di
Arso itu. Mendengar semua yang telah saya jelaskan itu Pastor pun tunduk
sejenak dan meminta saya untuk tinggal bersamanya di Pastoran Arso Kota.
Permintaan Pastor ini saya terima dengan senang hati dan hari itu juga saya
ikuti Pastor ke Pastoran dan tinggal dengannya di Pastoran Arso Kota.
Sesudah saya berada di Pastoran, Pastor Paroki
memberi kepercayaan kepada saya untuk menjaga dan memelihara semua fasilitas
Paroki yang ada. Saya pun menerima tugas ini dan dengan tekun menjaga serta
memeliharanya sambil belajar di di SMP N.1 Arso kelas II dan juga aktif dalam
semua kegiatan Gereja saat itu. Dengan proses ini, maka panggilan saya yang
sudah mulai kabur dan terancam hilang itu bertumbuh kembali.
Sesudah panggilan saya itu sudah bertumbuh lagi dan
lulus dari SMP N.1 Arso, saya memohon Pastor Wilhelmus Pr, untuk lanjutakan
jenjang pendidikan saya yang berikutnya di Seminari Menengah St. Fransiskus
Asisi Waena Jayapura. Permohonan saya ini dikabulkan oleh Pastor Wilhelmus.
Persetujuannya ini ia buktikan dengan memberikan rekomendasi dan langsung
hantar saya ke Seminari menengah St. Fransiskus Asisi Waena Jayapura lantas
bayar biaya hidup saya di Seminari untuk satu Tahun. Kesempatan studi ini saya
maksimalkan dengan mengikuti semua proses pembinaan di Seminari Menengah St.
Frasiskus Asisi Waena dengan baik.
Demikianlah pengalaman saya dalam menumbuhkan
panggilan hidup sebagai seorang Imam Projo dalam diri saya pada masa
kanak-kanak yang dapat saya jelaskan. Kalau dilihat, dalam pengalaman-pengalaman
saya itu benar-benar memuat peristiwa dan para tokoh yang telah memungkinkan
dan membantu menumbuhkan panggilan hidup saya sebagai seorang Imam Projo. Oleh
karena itu, saya akui bahwa Tuhan sungguh telah turut bekerja dalam hidup dan
pertumbuhan panggilan saya ini. Tuhan itu hebat dan penyelamatku.
Masa Menumbuhkan
Panggilan Imamat
Pada tahun 2006, saya sudah ada di Seminari Menengah
St. Fransiskus Asisi Waena Kelas Persiapan Pertama (KPP). Di tahun 2006 ini,
seperti yang telah saya katakan di atas, saya tekun mengikuti dan alami semua proses
pembinaan di Seminari Menengah hingga lulus pada kelas persiapan pertama. Dalam
proses studi tahun pertama di Seminari menengah ini saya tidak mengalami
kesulitan dalam hal biaya dan pemenuhan kebutuhan hidup saya yang lain.
Studi tahun kedua, ketiga dan tahun keempat di
Seminari Menengah, saya mengalami kesulitan yang luar biasa. Kesulitan yang
telah saya alami itu berkaitan dengan biaya hidup di Seminari Menengah, yang
saat itu diminta wajib bayar uang sebanyak dua ratus lima puluh ribu rupiah (250.000)
per bulan dan biaya SPP pada SMA YPPK Teruna Bakti Waena sebanyak Tujuh Puluh
Lima Ribu Rupiah (75.000). Kesulitan ini terjadi, karena bapak Pastor yang
selama setahun yang lalu biaya saya itu pergi studi lanjut di Pilipina juga.
Orang tua saya pun sulit dihubungi. Oleh karena kenyataan ini, maka saya hanya
tetap bertahan, namun ternyata pada akhir semeter kedua, saya diberi surat
tagihan biaya Seminari. Dalam surat itu tertuliskan pemberitahuan tentang
jumlah uang yang harus saya bayarkan, jika saya ingin tetap berada di Seminari
Menengah itu. Jumlah uang yang telah disebutkan dalam surat tagihan itu
sebanyak Tujuh Jutah Rupiah. Beban ini tentu mustahil saya bayarkan dalam
kondisi saya seperti itu. Maka saat itu saya memilih untuk keluar dari Seminari
saja.
Selanjutnya saya merasa malu, jika dalam kondisi
seperti itu tetap bertahan di Seminari. Maka saya menyimpan semua barang milik
saya dan berjalan menuju gapura pintu masuk Seminari hendak pergi keluar dari
Seminari. Saat itu Pastor Rektor, Jhon Kore OFM melihat saya yang keluar dengan
memikul tas saya. Ia memangil saya dan menanyakan tujuan saya. Saya pun
menjelaskan tujuan saya itu, tetapi Pastor katakan “anak, saya mengenal kamu
bahwa kamu mempunyai kemampuan operasi mesin babat rumput dan rajin bekerja di
halaman Seminari ini. Jadi, saat ini saya bebaskan semua tunggakanmu itu dan
selanjutnya, kamu bisa perbaiki semua mesin babat rumput yang rusak serta
selanjutnya tugasmu adalah bersihkan seluruh halaman Seminari ini setiap bulan,
sebagai pengganti biaya Seminari Menengah ini”. Kebijaksanaan Pastor Rektor ini
saya terima dengan senang hati dan saya kembali tinggal di Seminari lagi.
Kebijaksanaan Rektor itu saya hargai dengan perbaiki
semua mesin babat rumput yang telah rusak dan setiap bulan saya bersihkan
halaman Seminari selama tiga tahun, seperti yang telah ditugaskan oleh Pastor
Rektor. Dalam melaksanakan tugas ini, tentunya saya tidak terhindar dari rasa
lelah dan cape, tetapi dengan senang hati saya melaluinya dengan penuh tanggung
jawab sambil belajar pelajaran-pelajaran yang telah saya peroleh dari sekolah
serta mengikuti seluruh proses pembinaan di Seminari Menengah sebagai tahap
menumbuhkan panggilan hidup saya sebagai seorang Imam Projo. Proses Pendidikan
di Seminari Menengah ini terus saya tekuni hingga tamat pada tahun 2010.
Sesudah menerima hasil kelulusan, saya melamar ke Keuskupan Timika dan turut melaksanakan
test masuk ke STFT “Fajar Timur” Abepura Jayapura. Lamaran yang telah saya
kirim ke Keuskupan Timika itu diterima dan dinyatakan lulus oleh Bapak Uskup
Timika. Demikian juga test masuk STFT itu pun dinyatakan lulus.
Selanjutnya saya yang sudah diterima oleh Bapak
Uskup Timika sebagai calon Imam Projo Keuskupan Timika ini menekuni studi di
Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar Timur” pada tahun pertama. Di tahun
pertama ini, saya melalui proses studi dan mengalami proses pembinaan di
Seminari Tinggi Interdiosesan Yerusalem Baru dengan tekun. Kemudian tahun
kedua, saya bersama teman-teman angkatan mejalani masa Tahun Orientasi Rohani
di Nabire sesuai dengan arahan Bapak Uskup dan Komisi Panggilan Keuskupan
Timika. Pada masa TOR ini saya juga belajar hidup Rohani sebagai dasar dari
hidup panggilan saya selama satu tahun.
Sesudah menjalani masa TOR, saya kembali lagi ke
STFT “Fajar Timur” untuk lanjutkan studi di semester tiga. Sesampainya saya di
STFT “Fajar Timur” saya mulai studi dari semester tiga hingga berakhir di
semester delapan. Secara umum, dalam studi selama empat tahun itu, saya dapat
membekali diri saya dengan berbagai ilmu yang telah saya dapatkan dari kampus, membekali
diri dengan pembinaan-pembinaan rohani di Seminari Tinggi dan juga membekali
diri dengan membaca buku-buku di perpustakaan serta berbagai media lain yang
bisa membantu.
Upaya-upaya itu saya tekuni dengan alasan bahwa semua
itu pasti akan menumbuhkan iman saya akan Allah Tritunggal Maha Kudus dengan mantap,
menumbuhkan intelektual saya yang baik dan membantu saya senantiasa berpikir
sesuai dengan kehendak Allah, berkata sesuai dengan kehendak Allah serta berbuat
pun sesuai dengan kehendak Allah (saya menjadi orang baik), sebagai mana yang
telah dikatakan oleh para Pastor saat saya masih kanak-kanak di Bilogai.
Dengan laluinya semua proses studi, yang juga adalah
proses pembentukan kepribadian saya dengan pengetahuan iman dan pengetahuan
umum itu, selesai jugalah proses studi untuk program Strata Satu (S-1) di STFT
“Fajar Timur” Abepura Jayapura. Oleh karena selesai, maka saya siapkan diri
untuk datang ke Keuskupan Timika untuk menerima tugas dari Bapak Uskup saya.
Kesiapan saya datang ke Keuskupan untuk menerima tugas ini membuktikan bahwa
dengan menekuni proses Pendidikan di Seminari Menengah, menjalami masa TOR,
Seminari Tinggi dan studi di STFT “Fajar Timur” itu telah menumbuhkan panggilan
hidup dalam diri saya sebagai seorang calon Imam Projo Keuskupan Timika. Dan, dalam
suasana panggilan yang tumbuh subur dan mantap ini, saya telah datang ke
Keuskupan Timika di saat itu untuk menerima tuga belajar di Paroki TOP dan TOK
dalam bimbingan Pastor Paroki yang dipercayakan oleh Bapak Uskup untuk
membimbing saya.
Masa Praktek
Hidup Sebagai Orang yang Terpanggil
Sesampainya saya di Keuskupan, Bapak Uskup
memberikan tugas belajar kepada saya untuk menjalani masa Orientasi Pastoral di
Paroki St. Fransiskus Obano dalam bimbingan Pastor Sebastianus Amamean Pr. Saya
pun menerima tugas ini dengan gembira dan lantas menuju ke tempat tugas untuk
menjalani proses TOP. Sesampainya saya di Paroki TOP, saya disambut dengan baik
oleh Pastor Paroki dan umat. Sambutan positif ini menandai kesediaan Pastor
Paroki untuk mendampingi saya di masa TOP di sana.
Sesudah saya diterima sebagai Frater TOP di Paroki
St. Fransiskus Obano, saya menjalani masa TOP itu dalam bimbingan Pastor
Paroki. Dalam bimbingannya menjalani masa TOP ini, saya memulai dengan
pengenalan medan TOP, yang di dalamnya memuat pengenalan geografis secara umum,
pengenalan budaya umat setempat, pengenalan medan pelayanan Gereja Katolik
setempat, yang juga meyelidiki jumlah Stasi dan Kombas serta mengetahui jumlah
umat dengan mendata umat dari rumah ke rumah. Kemudian tahap kedua, saya mulai
dengan perencanaan program pastoral yang bisa saya kerjakan di medan yang sudah
saya kenal itu dan melaksanakan program kerja tersebut. Selanjutnya tahap
ketiga yang telah saya lalui adalah evaluasi dan membenahi program kerja pastoral
yang pernah saya rencanakan dan kerjakan itu.
Dalam seluruh proses itu, saya melihat dan
mempelajari kebudayaan umat setempat yang masih terjaga dengan baik dan iman
umat yang luar biasa kokoh, karena telah berakar dalam kebudayaan mereka
sendiri. Bukan hanya hal menakjubkan ini saja yang telah saya lihat, tetapi
juga saya pun melihat banyak segi kehidupan umat yang amat memprihatinkan yaitu;
segi kehidupan ekonomi umat, kehidupan pendidikan umat, segi kehidupan
kesehatan umat dan politik. Segi-segi kehidupan umat yang memprihatinkan ini,
tentu mustahil saya usahakan supaya umat bisa keluar dari sana. Maka saat itu
saya hanya merencanakan program kerja yang bisa saya kerjakan untuk membantu
mereka keluar dari sana secara perlahan seperti; mengajar di sekolah,
mengadakan mendalaman iman, memberikan modal untuk membuka usaha kepada
beberapa umat yang mempunyai kemampuan usaha, mengadakan ibadat di
Kombas-Kombas dengan tekanan pada pentingnya kerja, hidup sehat dan juga pentingnya
sekolah bagi anak-anak usia sekolah.
Dalam proses melaui semua pengalaman itu, ternyata
saya menjumpai banyak hal yang sebetulnya berada dalam keprihatinan saya,
tetapi tidak muda saya laksanakan. Bahkan dalam melaksanakan hal yang sederhana
pun saya tetap mengalami kesulitan juga. Di sinilah saya dapat belajar bahwa bekerja
demi kebaikan banyak orang oleh seorang diri itu sungguh membutuhkan
pengorbanan, sebagaimana yang telah Yesus Kristus lakukan untuk keselamatan
umat manusia. Oleh karena adanya kenyataan pengorbanan Yesus Kristus ini, maka
dalam melaksanakan program kerja yang telah saya rencanakan itu pun saya lalui
dengan baik hingga pada akhir masa TOP saya merasa puas dan tentunya bahwa
semua itu telah saya akui dalam refleksi akhir sebagai kekuatan saya untuk melangkah
ke jalan panggilan saya selanjutnya.
Sesudah menyelesaikan masa TOP di Paroki St.
Fransisku Obano, Bapak Uskup memberi tugas belajar untuk menjalani masa TOK di
Paroki Tiga Raja Katedral Timika dalam bimbingan Pastor Paroki Amandus Rahadat
Pr. Setelah saya berdada di Paroki Tiga Raja, saya diberi tugas oleh Pastor
Paroki untuk selalu siap sedia melayani berbagai bentuk ibadat Sabda sesuai
dengan permintaan umat di Kombas-Kombas maupun di kator-kantor. Maka tuga ini
saya terima dan jalani dengan penuh tanggung jawab selama satu tahun.
Dalam melaksanakan tugas pelayanan itu, saya juga
dapat mempelajari banyak segi kehidupan umat seperti; heterogenitas suku bangsa
umat yang berdomisili di Paroki Tiga Raja Timika, relasi-relasi yang baik
maupun buruk di antara umat, semangat hidup menggereja yang positif maupun
negatif, karier umat yang mapan maupun memprihatinkan dan pandangan-pandangan
politik umat yang saling bertolak belakang serta motivasi keberadaan mereka di
kota Timika yang juga berbeda-beda. Dalam kenyataan hidup umat seperti inilah,
saya menjalani masa TOK dan semuanya itu telah menambah wawasan Pastoral bagi
saya sebagai calon Imam Projo yang wajib merangkul semua umat yang berbeda,
semua yang aktif dan tidak aktif, semua yang baik dan buruk sebagai umat Allah
yang perlu saya layani dalam karya Pastoral saya ke depan.
Membalas Kasih
Allah
Kisah hidup saya pada masa pertumbuhan panggilan Imamat,
masa menumbuhkan panggilan Imamat dan praktek hidup sebagai orang yang
terpanggil itu saya akui sebagai kasih Allah yang sungguh-sungguh menjadi
kenyataan bagi saya. Kehadiran kasih Allah yang sungguh-sungguh telah menjadi
kenyataan ini, saya rasakan lewat berbagai peristiwa dan setiap tokoh yang
telah saya sebutkan dalam kisah hidup saya di atas. Maka pertanyaan selanjutnya
bagi saya adalah bagaimana saya bisa membalas kasih Allah ini? Untuk menjawab
kasih Allah bagi saya ini, saya harus tetap bertahan pada jalan panggilan ini. Bertahan
pada jalan panggilan ini berarti dengan tekun dan setia melalui semua proses
pendidikan Imamat.
Program Pasca Sarjana adalah salah satu bagian proses
Pendidikan menuju pada tangga Imamat. Maka saya sebagai colon Imam, menyatakan
kesediaan saya untuk menekuni studi pada Program Pasca Sarjana di mana pun
tempatnya. Kesediaan saya menekuni studi Program Pasca Sarjana ini dengan
motivasi bahwa semoga saya dapat membalas kasih Allah dengan menjadi seorang Imam.
Sehingga pun saya dapat menyerahkan hidup saya seutuhnya kepada-Nya dalam karya
Pastoral di mana pun saya ditugaskan oleh Bapak Uskup.
Selain rencana saya membalas kasih Allah itu, saya
juga selalu akan bersedia hidup taat pada segala perintah-Nya. Sebab Ia bersabda
“Jikalau kamu menuruti perintahku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti
Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya (Yoh. 15:10)”. Hal
ini berarti bahwa saya juga akan selalu siap untuk berkorban bagi-Nya, baik itu
waktu, tenaga maupun seluruh hidup saya. Dalam hal ini, saya bisa belajar dari
Injil Yohanes 12:3, yang mengatakan “Maka Maria mengambil setengah kati minyak
narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya
dengan rambutnya; dan bauh minyak itu semerbak di seluruh rumah itu”. Saya
percaya bahwa tindakan Maria ini menunjukkan betapa ia sangat mengasihi Tuhan,
sehingga rela memberikan semua harta miliknya yang sangat berharga itu. Di
sinilah Tuhan melihat hati Maria yang begitu tulus mengasihi-Nya dan meberikan
pengampunan dosa yang membawa dia pada keselamatan.
Kesediaan saya belajar dari Maria itu bukan untuk
mempersembahkan harta benda sepertinya, tetapi hanya mempersembahkan hidup saya
dalam segala keterbatasan dan kedosaan ini kepada-Nya sebagai persembahan hidup.
Inilah yang akan saya lakukan sebagai ungkapan kasih saya kepada Tuhan yang
lebih dulu mengasihi saya. Semoga Allah yang Maha Kasih menolong saya dalam
mengungkapkan kasih saya kepada-Nya.
0 komentar:
Post a Comment