Injil:
Mrk 9:30-39
Yeskiel Belau
Yesus tidak memikirkan apa yang akan Ia dapat dari manusia, tetapi Ia berpikir untuk memberikan apa yang ada pada diri-Nya kepada manusia.
Foto Yeskiel Belau |
Kisah dalam Injil Mrk. 9:30-39 ini dengan lugas mengunkapkan hal yang dipertentangkan oleh para rasul. Siapa yang
terbesar di antara mereka? Pertentangan yang terjadi itu merupakan sikap yang amat manusiawi. Para rasul tidak melihat lebih jauh. Tidak mengerti akan apa yang dikatakan Yesus dalam ayat 30-32. Di mana
Yesus mewartakan apa yang akan
dialami-Nya, yaitu; Penderitaan.
Yesus memikirkan apa yang harus Ia beri kepada manusia, bukan memikirkan apa yang harus Ia dapat dari manusia. Siapa yang bisa seperti ini? Memang, pilihan hidup seperti ini tidak mudah bagi kita. Hanya Yesus yang telah mampu melakikannya. Dan, memang inilah bentuk nyata dari pemberian apa yang ada pada diri-Nya kepada manusia, yaitu; diri-Nya sendiri secara utuh.
Sebelumnya, dalam pengajara-Nya, Yesus memberitahukan kedua kalinya tentang penderitaan itu
kepada para murid-Nya. “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia
dan mereka akan membunuh Dia” (ayat 31b). Namun berharga dan berkualitasnya
sikap Hidup itu, “tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit” (ayat 31c).
Tetapi para murid tidak mengerti.
Yesus juga mengajarkan hal yang sama dalam bentuk
perumpamaan. Ia merangkul seorang anak kecil dan bersabda; “Barang siapa
menyambut seorang anak kecil seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan,
barang siapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang
mengutus Aku” (ayat 37). Hendaknya kita menelusuri lebih jauh kehendak Tuhan di
sini. Untuk itu kita perluh ajukan pertanyaan refleksi. Siapa yang dimaksud
dengan anak kecil? Apa maknanya? Mengapa para murid tidak mengerti? Baiklah kita
merefleksikannya.
Sebagaimana kita tahu sifat anak-anak bahwa mereka amat
membutuhkan perhatian, perlindungan dan ketergantungan penuh dari ayah dan
ibunya. Perhatian, perlindungan dan pemberian dari orang tua bersifat searah.
Artinya sifat orang tua adalah memberi. Orang
tua tidak mengharapkan balasan dari anak-anaknya. Karena memang mereka
tidak punya apa-apa?
Saudara terkasih jikalau demikian; jelas bahwa lambang
dari anak-anak kecil tadi adalah mereka yang miskin, lemah, tertindas, sakit
dan menderita. Karena mereka tidak mungkin hidup bahagia kalau tidak ditopang
oleh mereka yang mampu. Mereka juga mengalami kesulitan membalas pemberian
orang lain dengan setimbal, selain ucapan terimakasih. Sebab mereka tidak
memiliki sejumlah barang yang bisa diberi dari dirinya. Karena itu, kaum ini
amat membutuhkan pertolongan dari setiap orang yang berada. Meskipun begitu sejak
dahulu bangsa Yahudi menganggapnya sebagai kaum yang dikutuk Allah. Maka
paradigma inilah yang ditentang oleh Yesus.
Yesus memperjuangkan nasib mereka habis-habisan. Ia memberi makan (roti) (Bdk Mrk 6:30-44, Mat 14: 13-21, Luk
9:10-17, Yoh 6:1-13). Yesus juga memberi penyembuhan (salah satunya Bdk Mrk 6:53-55). Ia membangkitkan (Bdk luk
8:54-56). Dan, masih banyak hal lain yang dibuat Yesus demi nasib hidup kaum
tersebut. Sebagai ucapan terimakasih dari mereka yang miskin, lemah, tertindas,
sakit, dan menderita, Yesus hanya mendapat pengakuan sebagai raja mereka.
Sehingga Yesus ditangkap dan dibunuh oleh penguasa Yahudi.
Itulah konsekuensi
yang harus ditanggung Yesus. Itulah yang Yesus wartakan kedua kalinya
kepada murid-murid-Nya, tetapi mereka tidak mengerti. Hal apa yang membuat para
murid tidak mengerti? Mereka terlalu over ego. Mereka terus pertentangkan siapa
yang terbesar di antara mereka. Artinya mereka memikirkan apa yang akan didapat
dari kemuritan Yesus. Apa yang mereka dapat dari Yesus untuk kebahagiaan hidup
di dunia ini?
Saudara terkasih di dunia kita pun orang masih memandang
kaum miskin, lemah, tertindas, sakit dan menderita sebelah mata. Membiarkan
dalam keterburukan hidup, kemiskinan, kebodohan, penindasan dan intimidasi. Kaum
yang mampu hidup nyaman, serba ada, bahagia dan bergembira atas kedudukannya. Padahal
barangkali keberadaan dan kedudukannya dimungkinkan juga oleh mereka.
Kita sering berpikir apa imbalannya jika saya berbagi kepunyaanku, kemampuanku
serta otoritasku dengan mereka. Karena memang bersifat searah (hanya memberi). Meski seperti ini, sesungguhnya sikap inilah yang dikehendaki oleh Yesus. Karena itu, janganlah
kita memikirkan apa yang akan saya dapatkan dari mereka. Tetapi hendaklah
memikirkan apa yang harus saya berikan kepada mereka.
Jika tidak demikian kita
tidak akan mengerti kehendak Yesus untuk selamanya. Seperti para murid yang
tidak mengerti hakekat pewartaan Yesus saat itu, karena over ego. Kita pun akan
dipandang manusia yang amat mementingkan diri-sendiri, beragama tetapi tidak
beriman dan gagal mewujudkan kasih. Oleh karena itu wujukanlah kasihmu dalam
Iman akan Yesus Kristus. Semoga!
0 komentar:
Post a Comment