Oleh Fransiskus Sondegau
Foto Fransiskus Sondegau (Dok. Yeskiel Belau) |
Selama ini orang takut dengan penyakit yang tidak ada obat, seperti
HIV/AIDS. Ketakutan manusia terhadap penyakit seperti ini memang menuntut orang
berwaspada, dengan penuh kehati-hatian dalam menyikapi relasi dan media yang
memungkinkan penyakit itu tertular.
Terlepas dari penyakit itu, ada juga
penyakit baru yang juga tidak ada obatnya di zaman ini. Penyakit baru ini pun merupakan
penyakit yang bisa ditularkan kepada sesama manusia secara turun-temurun. Dan,
tidak ada obatnya. Oleh karena kenyataan seperti ini, maka penyakit yang baru
ini disebut sebagai penyakit keturunan. "Penyakit Keturunan" yang
dimaksud itu adalah PENYAKIT POLITIK.
Memang kami lihat, penyakit politik sedang
mengancam Negara ini, secara khusus Papua – Kabupaten Puncak Papua, Kabupaten Intan
Jaya dan Kabupaten Pegunungan Bintang. Keyakinan ini berdasar pada pengalaman proses politik di Papua, dalam hal ini ketiga Kabupaten itu, yang pernah melahirkan konflik, permusuhan
dan kebencian antar sesama saudara hingga saat ini. Kenyataan seperti ini
selalu saja terjadi di sana, dalam proses pemilihan Bupati dan DPRD.
Sehubungan dengan itu, pengalaman
membuktikan bahwa lazimnya para calon pejabat sungguh-sungguh tidak menyadari
bahwa politik itu merupakan sebuah permainan, yang berlaku saat musimnya
berlangsung saja. Namun justru mereka berlaga seakan-akan semua waktu itu
musimnya, yang perlu mereka gunakan untuk berjuang mati-matian dengan cara-cara
yang brutal.
Dalam hal itu, seorang caleg yang kalah,
ia tidak biasa sadar bahwa dia itu adalah petarung hebat yang kalah. Ia juga
tidak sadar, kalau dalam setiap pertandingan politik, mesti satu calon yang harus
kalah dan satu calon yang lain harus menang. Dan, apa pun kenyataannya, itu
harus ia terima. Namun, yang selalu terjadi dewasa ini adalah calon yang
mengalami kekalahan tidak mau menerima kekalahannya. Justru ia cari jalan menuju
kemenangan dengan membujuk masyarakat (pendukungnya) untuk merebut kemenangan
dengan jalan kekeran dan konflik. Inilah yang disebut "Masalah di lapangan
pertandingan, dibawa masuk ke dalam rumah". Ini memang aneh, tetapi nyata.
Selanjutnya
proses politik dalam pemilihan Bupati dan DPRD dapat melahirkan konflik, permusuhan
dan kebencian antar sesama saudara, keluarga, marga, suku dan menjadikan semua
yang betentangan sebagai musuh. Inilah yang disebut PENYAKIT KETURUNAN.
Kalau dilihat, watak manusia seperti itu
tidak pantas mencalonkan diri sebagai kepala atau anggota apa pun. Sebab ia
pasti akan membuat masyarakat menderita fisik (luka-luka bahkan tewas), moral
rusak (menganggap yang salah itu benar), maupun gangguan psikis (batin tertekan,
abnormal).
Bertolak dari alasan-alasan itu, kita
lihat Kabupaten Intan Jaya secara khusus. Dalam hal ini, diyakini bahwa Kabupaten
Intan Jaya sudah terkontaminasi oleh penyakit keturunan yang di maksud tadi,
yatu; Penyakit Politik. Penyakit ini sudah terjangkit dalam setiap pribadi di
sana, baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan, petani maupun PNS, bagaikan
kanker yang mematikan. Obatnya apa dan harus dapat dari mana? Maaf, tidak ada
obat!
Dalam situasi seperti itu, banyak “Anak Muda Migani” yang; Pertama, baru selesai studi yang
pas-pasan. Kedua, belum mempunyai pengalaman
kerja apa pun di lapangan. Ketiga kedewasaan integritas yang masih sangat diragukan,
“Berlomba-lomba mencalonkan diri sebagai Wakil Rakyat Kabupaten Intan Jaya,
dengan alasan "Kini waktunya untuk
anak muda menciptakan perubahan".
Pertanyaannya adalah perubahan seperti apa
yang ada dalam konsep anda (Anak Muda Migani)
yang telah mencalonkan diri sebagai Wakil Rakyat. Dengan obat apakah, anda akan
menyembuhkan "penyakit keturunan" yang telah terjangkit dalam dirimu?
Yang diderita oleh masyarakat Kabupaten Intan Jaya? Atau apakah anda hendak
menambah kekuatan penyakit keturunan bagi dirimu sendiri dan masyarakat? Jikalau
anda hanya mau menonton penderitaan masyarakat yang kau lahirkan, berhentilah! Jangan
coba-coba. Anda akan susah dikemudian hari.
Jikalau anda benar-benar merasa
terpanggil, maka majulah sambil “waspada terhadap Penyakit Keturunan" yang
mematikan karakter manusia. Berusahalah yang terbaik untuk dirimu sendiri dan
sesamamu yang lain. Menjaga nama baikmu, keluargamu, pendukungmu, sukumu dan
Kabupatenmu.
Politik itu bukan penyebab penyakit, tetapi
yang menjadi penyebab penyakit adalah cara kita bermain politik. Cara orang bermain
politik yang brutal merupakan tempat lahirnya "Penyakit Keturunan". Maka
waspalah terhadap cara sesama bermain politik yang tidak sesuai dengan
hakekatnya dan bermainlah politik itu dengan cara yang cantik, mengesankan dan
bijaksana.
Pertanyaan Refleksi!
1. Bagaimana
cara anda bermain politik yang bijaksana?
2. Apakah anda bersedia menerima kekalahan dengan senang hati?
3. Apakah anda percaya bahwa anda tidak akan melahirkan masalah?
4. Apakah
anda mempunyai obat menyembuhkan penyakit keturunan?
Amakaniee Atuma Mene!
Jadilah petarung hebat. Walaupun kalah,
pasti engkau diingat dan tetap sebagai seorang petarung yang hebat.
Editor Yeskiel Belau
Luar biasa tulisannya, dan setuju sekali.
ReplyDeleteBegaju
Terimakasih atas apresiasinya, begaju.
Delete