Foto Daerah Kemandoga |
Sebelum
mengikuti kisah ini, bayangkanlah terlebih dahulu akan letak
geografis daerah orang Migani yang berbukit-bukit, gunung-gemunung, stepa dan
sabana di bagian ketinggian, berudarah amat dingin dan jarak antar perkampungan
yang sangat berjauhan seperti; jarak antara perkampungan wilayah Weandoga
dengan Mbiandoga, Kemandoga dengan Dogandoga dan sebaliknya. Daerah-daerah ini membutuhkan satu hari lebih untuk berjalan dari satu kampung ke kampung yang lain.
TUGAPA DUBUJU
Hiduplah seorang ibu di daerah Kemandoga. Ibu ini sedang hamil, tetapi saat ini ia memilih untuk berjalan seorang diri ke Dogandoga. Pilihanya ini, ia buktikan dengan mulai berjalan pada jam 06.00 (pagi). Dalam perjalanan, ia istirahat di beberapa tempat seperti di Usulu Ndoga, Kendea Agapa, Buuga Kumbate dan beberapa tempat lainnya, tetapi ia belum pernah merasakan capek maupun rasa sakit. Dalam keadaan aman-aman seperti ini, ia melanjutkan perjalanannya hingga sampai di suatu tempat yang tidak pernah ia duga bahwa di tempat itu akan terjadi sesuatu pada dirinya. Dari tempat ini, tiba-tiba saja ia merasa sakit persalinan yang luar-biasa. Maka, terpaksa ia duduk di rerumputan dan melahirkan bayinya di situ. Sesudah melahirkan seorang bayi laki-laki, entah bagaimana ia meninggalkan bayi itu di rerumputan tersebut dan pergi meninggalkannya.
Hiduplah seorang ibu di daerah Kemandoga. Ibu ini sedang hamil, tetapi saat ini ia memilih untuk berjalan seorang diri ke Dogandoga. Pilihanya ini, ia buktikan dengan mulai berjalan pada jam 06.00 (pagi). Dalam perjalanan, ia istirahat di beberapa tempat seperti di Usulu Ndoga, Kendea Agapa, Buuga Kumbate dan beberapa tempat lainnya, tetapi ia belum pernah merasakan capek maupun rasa sakit. Dalam keadaan aman-aman seperti ini, ia melanjutkan perjalanannya hingga sampai di suatu tempat yang tidak pernah ia duga bahwa di tempat itu akan terjadi sesuatu pada dirinya. Dari tempat ini, tiba-tiba saja ia merasa sakit persalinan yang luar-biasa. Maka, terpaksa ia duduk di rerumputan dan melahirkan bayinya di situ. Sesudah melahirkan seorang bayi laki-laki, entah bagaimana ia meninggalkan bayi itu di rerumputan tersebut dan pergi meninggalkannya.
Ilustrasi Foto Anjing Penyelamat |
Setelah
beberapa menit kemudian, datanglah seekor anjing hutan, mengambil bayi itu dan
membawanya ke Tugapa (stepa) tempat tinggalnya. Di sana, ia meletakkan bayi itu di tempat tidurnya yang sudah dialasi dengan rumput kering hangat. Sesudah mengamankannya, Anjing itu sungguh-sungguh berusaha keras, agar anak itu tidak mati dengan berbagai macam cara, mulai dari memberi kehangatan, memberi makan dan minuman. Pokoknya, Anjing ini tanpa hentinya berupaya piarah anak itu
hingga umur satu bulan. Pada usia ini, anak itu diberi nama “Tugapa Dubuju”. Tugapa Dubuju ini dibesarkan oleh anjing itu
dengan penuh kasih sayang seperti tadi. Kasih sayang anjing ini selalu ia perlihatkannya
lewat berbagai usahanya dalam seluruh proses memelihara anak itu dengan mengusahakan
makanan, minuman, daging-dangingan, buah-buahan, menyediakan tempat tidur yang hangat,
pakaian dan sarana-sarana hidup lainnya, hingga Tugapa Dubuju berumur 15 Tahun. Oleh karenanya, maka anak ini sungguh-sungguh sadar dan menerima kenyataan bahwa Anjing itu adalah Ayah sekaligus Ibu kandungnya.
Pada
umur 15 Tahun, bapaknya berpikir untuk segera carikan sebuah kampak
dan parang untuk anaknya, supaya ia bisa gunakan untuk belajar membangun
rumah dan membuat kebun untuk mereka. Untuk mewujudkan tujuan ini, ia menuju ke hutan dan berburu selama tiga hari. Dan, di hutan itu, ia berhasil menangkap banyak kus-kus (so). Sesudah memperolehnya, ia membawanya ke salah satu perkampungan di tanah orang Migani untuk menemui seorang Sonowi. Di sana, ia berhasil menemui seorang Sonowi. Setelah ia bertemu dengan Sonowi yang ia cari, ia menyatakan niatnya kepada Sonowi itu sambil menyerahkan semua hasil buruan kepadanya. Sonowi ini pun menerima Anjing itu dengan sangat ramah, mendengarkannya dengan baik serta menerima seluruh hasil buruan yang ia serahkan itu. Kemudian kepada Anjing itu diberikan sebuah kampak dan sebuah parang seperti yang ia inginkan. Parang dan kampak yang telah ia dapatkan ini ia bawa dengan penuh
suka cita dan selanjutnya ia menyerahkan kedua sarana kerja itu kepada anaknya Tugapa Dubuju.
Ilustrasi Tugapa Dubuju bersama Ayahnya |
Keesokan
harinya, ayah Tugapa Dubuju menyatakan niatnya untuk pergi ke
perkampungan masyarakat yang cukup jauh. Di hari itu, ia mulai berjalan hingga pada
malam hari ia sampai juga di perkampungan yang ia tuju. Di sana, ia mencari Nduni
dan setelah menemukannya ia tidur di situ hingga bangun pada siang hari karena kecapean. Setelah bangun, ia mendengar banyak suara
dari arah kebun baru. Maka ia pun keluar dari Nduni itu, lalu mendengarkan dengan baik. Sesudah mendengarkan dari halaman Nduni itu, ia ketahui bahwa suara-suara itu tidak jauh dari tempat itu. Maka ia memilih
untuk menuju ke sana dan melihat apa yang terjadi di sana. Ternyata di kebun baru
itu ada beberapa gadis sedang bekerja. Mereka bekerja dengan gantungkan
noken-noken mereka yang dibuat dari jembelo dan dome itu secara rapih di kayu pagar
samping (jabopa) yang juga tidak terlalu jauh dari posisi keberadaan mereka. Anjing itu
mendekati noken-noken para putri itu dan menyembunyikan semua noken mereka, kecuali
satu noken yang berisikan kulit bia yang ternama. Noken ini dia
ambil, gantungkan di leher dan lari setelah bersuara kepada putri-putri itu
tanda bahwa dia sedang membawa sesuatu kepunyaan mereka.
Ilustrasi Foto Tempat Timbah Air Minum |
Anjing
itu terus berlari dan semua gadis tadi mengejarnya dengan sangat cepat, tetapi
mereka tidak berhasil. Maka terpaksa, putri yang lain kembali, tetapi putri pemilik noken yang dibawa Anjing tadi, terus berlari seorang diri mengejar anjing itu hingga sampai di
rumah mereka di Tugapa. Perempuan itu mengikuti anjing itu secara diam-diam dari belakang dan
sembunyi di tempat mereka timbah air minum. Sementara itu, anjing tersebut masuk ke dalam
rumah dengan hosa sekali. Dalam keadaan ini, ia minta Tugapa Dubuju untuk segera timbahkan air minum untuknya. Maka Tugapa Dubuju pun mengambil
tempayang (buni) dan menuju ke tempat timbah air untuk mengambil air buat
ayahnya. Saat ia hendak menimbah air ini, ia kaget sekali ketika melihat seorang gadis cantik yang bersenbunyi di
situ. Demikian juga gadis itu pun kaget melihat Tugapa Dubuju yang begitu gagah.
Mereka saling memandang dan berkenalan. Kata laki-laki itu "Amee... Aga go tau-mina te, Miga mina" (Hei... engkau putri setan atau putri manusia). Jawab perempuan itu "Amee... Ago tau-mina dua, miga-mina dua, Miga Minangga". (Hei... saya bukan putri setan, saya putri manusia). Setelah mereka bercakap-cakap dan kenalan Tugapa Dubuju membawanya ke rumah.
Gadis itu pun mengikuti pemuda yang baru saja ia temuai ini ke rumahnya, di sana ia bertemu juga
dengan Anjing yang telah ia ikuti tadi. Perempuan itu ketakutan, tetapi Anjing itu mengajak dia untuk tetap rileks dan santai. Kemudian, setelah beberapa saat, ia mengembalikan nokennya dan menerima
perempuan itu sebagai anak mantu. Putri itu pun menerima semua yang diberikan dan sampaikan oleh Anjing itu kepadanya dengan sangat suka cita, karena memang Tugapa Dubuju calon suaminya itu sangat tampan. Usai proses ini berlalu, Anjing itu
memberikan sejumlah harta kepada perempuan itu supaya ia gunakan dalam hidup dan sebagian disimpannya untuk keturunannya nanti. Selanjutnya, di hari itu mereka pesta (mina
buga-mindia) dan siapkan harta maskawin secukupnya. Setelah
semuanya sudah beres, anjing itu mulai sakit, karena memang sudah sangat tua. Maka anaknya berusaha merawat
dengan penuh kasih sayang, tetapi ia tidak tertolong. Anjing yang
dianggap ayah kandung oleh Tugapa Dubuju itu tutup usia di pelukan anaknya yang
ia cintai. Sayang, kini Tugapa Dubuju
benar-benar Dubuju, benar-benar
yatim-piatu.
Ilustrasi Ingatan Tugapa Dubuju |
Tugapa Dubuju pun bangkit, memeluk istrinya dan kembali jalani hidupnya. Dalam hidup, Tugapa Dubuju dan istrinya selalu ingat akan hak-hak
ayahnya. Mereka selalu menaruh makanan di makam, berkomunikasi dengannya di makam bila mereka hendak melakukan sesuatu, memberitahukan niat-niat baik
mereka kepadanya dengan bekata-kata di makam dan melakukan ritual-ritual. Dengan demikian hidup mereka diberkati, mereka hidup di
Tugapa sebagai sebuah keluarga yang sangat harmonis. Dalam suasana ini, mereka berhasil melahirkan
lebih dari seratus anak***. Kisah Dalam Bahasa Migani Menyusul.**. Cerita ini dikisahkan oleh Yulianus Belau & Penulis adalah Yeskiel Belau.
0 komentar:
Post a Comment