Video Of Day

Subscribe Youtube

Saturday, 24 November 2018

DONGGENG MIGANI "TUGAPA DUBUJU"

Foto Daerah Kemandoga
Sebelum mengikuti kisah ini, bayangkanlah terlebih dahulu akan letak geografis daerah orang Migani yang berbukit-bukit, gunung-gemunung, stepa dan sabana di bagian ketinggian, berudarah amat dingin dan jarak antar perkampungan yang sangat berjauhan seperti; jarak antara perkampungan wilayah Weandoga dengan Mbiandoga, Kemandoga dengan Dogandoga dan sebaliknya. Daerah-daerah ini membutuhkan satu hari lebih untuk berjalan dari satu kampung ke kampung yang lain.

TUGAPA DUBUJU

Hiduplah seorang ibu di daerah Kemandoga. Ibu ini sedang hamil, tetapi saat ini ia memilih untuk berjalan seorang diri ke Dogandoga. Pilihanya ini, ia buktikan dengan mulai berjalan pada jam 06.00 (pagi). Dalam perjalanan, ia istirahat di beberapa tempat seperti di Usulu Ndoga, Kendea Agapa, Buuga Kumbate dan beberapa tempat lainnya, tetapi ia belum pernah merasakan capek maupun rasa sakit. Dalam keadaan aman-aman seperti ini, ia melanjutkan perjalanannya hingga sampai di suatu tempat yang tidak pernah ia duga bahwa di tempat itu akan terjadi sesuatu pada dirinya. Dari tempat ini, tiba-tiba saja ia merasa sakit persalinan yang luar-biasa. Maka, terpaksa ia duduk di rerumputan dan melahirkan bayinya di situ. Sesudah melahirkan seorang bayi laki-laki, entah bagaimana ia meninggalkan bayi itu di rerumputan tersebut dan pergi meninggalkannya.

Ilustrasi Foto 
Anjing Penyelamat
Setelah beberapa menit kemudian, datanglah seekor anjing hutan, mengambil bayi itu dan membawanya ke Tugapa (stepa) tempat tinggalnya. Di sana, ia meletakkan bayi itu di tempat tidurnya yang sudah dialasi dengan rumput kering hangat. Sesudah mengamankannya, Anjing itu sungguh-sungguh berusaha keras, agar anak itu tidak mati dengan berbagai macam cara, mulai dari memberi kehangatan, memberi makan dan minuman. Pokoknya, Anjing ini tanpa hentinya berupaya piarah anak itu hingga umur satu bulan. Pada usia ini, anak itu diberi nama “Tugapa Dubuju”. Tugapa Dubuju ini dibesarkan oleh anjing itu dengan penuh kasih sayang seperti tadi. Kasih sayang anjing ini selalu ia perlihatkannya lewat berbagai usahanya dalam seluruh proses memelihara anak itu dengan mengusahakan makanan, minuman, daging-dangingan, buah-buahan, menyediakan tempat tidur yang hangat, pakaian dan sarana-sarana hidup lainnya, hingga Tugapa Dubuju berumur 15 Tahun. Oleh karenanya, maka anak ini sungguh-sungguh sadar dan menerima kenyataan bahwa Anjing itu adalah Ayah sekaligus Ibu kandungnya.

Pada umur 15 Tahun, bapaknya berpikir untuk segera carikan sebuah kampak dan parang untuk anaknya, supaya ia bisa gunakan untuk belajar membangun rumah dan membuat kebun untuk mereka. Untuk mewujudkan tujuan ini, ia menuju ke hutan dan berburu selama tiga hari. Dan, di hutan itu, ia berhasil menangkap banyak kus-kus (so). Sesudah memperolehnya, ia membawanya ke salah satu perkampungan di tanah orang Migani untuk menemui seorang Sonowi. Di sana, ia berhasil menemui seorang Sonowi. Setelah ia bertemu dengan Sonowi yang ia cari, ia menyatakan niatnya kepada Sonowi itu sambil menyerahkan semua hasil buruan kepadanya. Sonowi ini pun menerima Anjing itu dengan sangat ramah, mendengarkannya dengan baik serta menerima seluruh hasil buruan yang ia serahkan itu. Kemudian kepada Anjing itu diberikan sebuah kampak dan sebuah parang seperti yang ia inginkan. Parang dan kampak yang telah ia dapatkan ini ia bawa dengan penuh suka cita dan selanjutnya ia menyerahkan kedua sarana kerja itu kepada anaknya Tugapa Dubuju.

Ilustrasi Tugapa Dubuju 
bersama Ayahnya
Tugapa Dubuju pun menyambut kedatangan ayahnya dengan antusias serta menerima usaha ayahnya itu dengan penuh syukur. Selanjutnya ia mulai menggunakan sarana itu membangun sebuah rumah (Nduni) yang sangat hangat, bagus (usua) dan kebun besar (tope indo) untuk mereka. Di dalam kebun ini mereka menanam segala jenis bibit tanaman dan semua ini tumbuh subur, sehingga memberikan hasil yang sangat memuaskan. Karena itu mereka amat kelimpahan berbagai jenis makanan maupun buah-buahan. Dalam kelimpahan ini, Ayah Tugapa Dubuju berjalan-jalan di dalam kebun itu dan melihat-lihat seluruh hasil tanaman mereka dan mengaguminya sambil berpikir bahwa sesungguhnya anaknya itu mesti mempunyai seorang kekasih (istri). Kini ia mencari akal untuk menemukan istri untuk anaknya.

Keesokan harinya, ayah Tugapa Dubuju menyatakan niatnya untuk pergi ke perkampungan masyarakat yang cukup jauh. Di hari itu, ia mulai berjalan hingga pada malam hari ia sampai juga di perkampungan yang ia tuju. Di sana, ia mencari Nduni dan setelah menemukannya ia tidur di situ hingga bangun pada siang hari karena kecapean. Setelah bangun, ia mendengar banyak suara dari arah kebun baru. Maka ia pun keluar dari Nduni itu, lalu mendengarkan dengan baik. Sesudah mendengarkan dari halaman Nduni itu, ia ketahui bahwa suara-suara itu tidak jauh dari tempat itu. Maka ia memilih untuk menuju ke sana dan melihat apa yang terjadi di sana. Ternyata di kebun baru itu ada beberapa gadis sedang bekerja. Mereka bekerja dengan gantungkan noken-noken mereka yang dibuat dari jembelo dan dome itu secara rapih di kayu pagar samping (jabopa) yang juga tidak terlalu jauh dari posisi keberadaan mereka. Anjing itu mendekati noken-noken para putri itu dan menyembunyikan semua noken mereka, kecuali satu noken yang berisikan kulit bia yang ternama.  Noken ini dia ambil, gantungkan di leher dan lari setelah bersuara kepada putri-putri itu tanda bahwa dia sedang membawa sesuatu kepunyaan mereka.

Ilustrasi Foto 
Tempat Timbah 
Air Minum
Anjing itu terus berlari dan semua gadis tadi mengejarnya dengan sangat cepat, tetapi mereka tidak berhasil. Maka terpaksa, putri yang lain kembali, tetapi putri pemilik noken yang dibawa Anjing tadi, terus berlari seorang diri mengejar anjing itu hingga sampai di rumah mereka di Tugapa. Perempuan itu mengikuti anjing itu secara diam-diam dari belakang dan sembunyi di tempat mereka timbah air minum. Sementara itu, anjing tersebut masuk ke dalam rumah dengan hosa sekali. Dalam keadaan ini, ia minta Tugapa Dubuju untuk segera timbahkan air minum untuknya. Maka Tugapa Dubuju pun mengambil tempayang (buni) dan menuju ke tempat timbah air untuk mengambil air buat ayahnya. Saat ia hendak menimbah air ini, ia kaget sekali ketika melihat seorang gadis cantik yang bersenbunyi di situ. Demikian juga gadis itu pun kaget melihat Tugapa Dubuju yang begitu gagah. Mereka saling memandang dan berkenalan. Kata laki-laki itu "Amee... Aga go tau-mina te, Miga mina" (Hei... engkau putri setan atau putri manusia). Jawab perempuan itu "Amee... Ago tau-mina dua, miga-mina dua, Miga Minangga". (Hei... saya bukan putri setan, saya putri manusia). Setelah mereka bercakap-cakap dan kenalan Tugapa Dubuju membawanya ke rumah.

Gadis itu pun mengikuti pemuda yang baru saja ia temuai ini ke rumahnya, di sana ia bertemu juga dengan Anjing yang telah ia ikuti tadi. Perempuan itu ketakutan, tetapi Anjing itu mengajak dia untuk tetap rileks dan santai. Kemudian, setelah beberapa saat, ia mengembalikan nokennya dan menerima perempuan itu sebagai anak mantu. Putri itu pun menerima semua yang diberikan dan sampaikan oleh Anjing itu kepadanya dengan sangat suka cita, karena memang Tugapa Dubuju calon suaminya itu sangat tampan. Usai proses ini berlalu, Anjing itu memberikan sejumlah harta kepada perempuan itu supaya ia gunakan dalam hidup dan sebagian disimpannya untuk keturunannya nanti. Selanjutnya, di hari itu mereka pesta (mina buga-mindia) dan siapkan harta maskawin secukupnya. Setelah semuanya sudah beres, anjing itu mulai sakit, karena memang sudah sangat tua. Maka anaknya berusaha merawat dengan penuh kasih sayang, tetapi ia tidak tertolong. Anjing yang dianggap ayah kandung oleh Tugapa Dubuju itu tutup usia di pelukan anaknya yang ia cintai. Sayang, kini Tugapa Dubuju benar-benar Dubuju, benar-benar yatim-piatu.

Ilustrasi Ingatan 
Tugapa Dubuju 
Perasaan duka atas kepergian ayahnya adalah pengalaman terburuk bagi Tugapa Dubuju dalam seluruh hidupnya. Berhari-hari ia begitu tampak muram memikirkan sang ayahnya yang sangat mencintainya. Namun, kehadiran istrinya yang telah diperjuangkan oleh ayahnya tadi benar-benar menjadi kekuatan terbesar baginya untuk tetap bertahan dengan menerima kenyataan sambil lalui hidup secara lebih dewasa. “Ayahmu sangat bahagia, ia sukses menyelamatkanmu, menyelamatkan kita. Semuanya seperti terencana, karena itu bukalah matamu dan lihatlah ayahmu sangat bahagia di sana, kamu harus kuat. Inilah hidup, laluilah hidup ini apa pun pahitnya, aku akan selalu menemanimu” kata sang istri menghibur suaminya.

Tugapa Dubuju pun bangkit, memeluk istrinya dan kembali jalani hidupnya. Dalam hidup, Tugapa Dubuju dan istrinya selalu ingat akan hak-hak ayahnya. Mereka selalu menaruh makanan di makam, berkomunikasi dengannya di makam bila mereka hendak melakukan sesuatu, memberitahukan niat-niat baik mereka kepadanya dengan bekata-kata di makam dan melakukan ritual-ritual. Dengan demikian hidup mereka diberkati, mereka hidup di Tugapa sebagai sebuah keluarga yang sangat harmonis. Dalam suasana ini, mereka berhasil melahirkan lebih dari seratus anak***. Kisah Dalam Bahasa Migani Menyusul.**. Cerita ini dikisahkan oleh Yulianus Belau & Penulis adalah Yeskiel Belau.

Ilustrasi Anjing Penyelamat
(Ayah Tugapa Dubuju)
dalam ingatan Tugapa Dubuju.







Lokasi: Intan Jaya Regency, Papua, Indonesia

0 komentar:

Post a Comment

The Best

PENGERTIAN FILSAFAT