Video Of Day

Subscribe Youtube

Thursday, 15 November 2018

TINAWI DIYA (TINAI-DIA)

Oleh Daniel Hagimuni
Pengantar
Foto Bulan Bercahaya di tanah orang Migani
Saya sebagai anak muda dari suku Migani merasa amat penting untuk menulis tentang nilai-nilai budaya suku Migani yang mendiami wilayah Dogandoga, Kemandoga, Mbiandoga dan Weandoga. Perasaan betapa pentingnya mengangkat nilai-nilai budaya dengan menulis ini, saya ungkapkan dengan menulis salah satu nilai budaya yang saya sebut “Tinawi Diya”. Mendengar sebutan ini, anda pasti bertanya-tanya, apa yang dimaksud dengan “Tinawi Dia”, penjelasannya seperti apa dan sebagainya. Munculnya rupa-rupa pertanyaan seperti ini di benak setiap orang Migani itu tentu sekali, apalagi saudara-saudara yang bukan dari suku Migani. Baiklah, untuk menjawab keingin-tahuan kita ini, saya memulainya berikut ini. Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Pengertian Tinawi Diya
Sebutan Tinawi Diya berasal dari bahasa Migani. Kata yang berasal dari bahasa Migani ini terdiri dari dua kata, yaitu; Tinawi dan Diya. Tinawi artinya bulan. Sedangkan kata Diya mengandung arti proses melakukan sesuatu. Berdasarkan definisi ini, saya mengajak anda melihat lebih jauh lagi tentang maksud penggunaan kedua kata ini. Kita lihat, Tinawi dalam pemahanman orang Migani itu berhubungan dengan malam hari. Pemahaman ini tentu, karena kita ketahui bahwa bulan itu pada hakikatnya bertugas untuk menerangi kegelapan malam. Maka gambaran tentang ini yang ada di benak orang Migani adalah terang atau cahaya bulan di malam hari. Dalam suasana malam yang diterangi cahaya bulan ini, orang Migani biasa melakukan banyak aktifitas, salah satunya adalah “mencari kus-kus di hutan”. Proses mencari kus-kus inilah yang disebut Tinawi Diya. Lebih singkatnya biasa disebut “Tinai-Dia”, maka selanjutnya baca “TINAI-DIA”. Dengan penjelasan ini kita ketahui bahwa Tinai-Dia yang dimaksud ini mempunyai pengertian “proses orang Migani mencari kus-kus di hutan pada malam hari yang diterangi oleh cahaya bulan” untuk memenuhi kebutuhan lauk-pauk. Lalu bagaimana proses persiapan mencari kus-kus di malam hari seperti itu?

Persiapan Tinai-Dia  
Proses Tinai-Dia dalam budaya suku Migani selalu tejadi pada malam hari seperti yang telah dikatakan pada bagian pengertian. Proses ini bisa dilakukan oleh seorang Migani sendiri, bisa juga dalam kelompok yang terdiri dari dua orang, tiga orang atau lima orang bahkan lebih dari itu. Sebelum melakukan Tinai-Dia, orang Migani yang hendak melakukannya perlu persiapan sarana-sarana yang cukup. Selanjtnya akan disebutkan sarana-sarana yang perlu dipersiapkan oleh seorang pemburu dalam budaya Migani. Sarana-sarana Tinai-Dia yang perlu dipersiapkan itu adalah busur (bui), anak-panah (mala), obor  (tambu), makanan (nua noa), pembuat api (siwine-mamone), noken (ombo), kampak (iwi), jalo (parang), pisau (sangge) dan lain sebagainya yang diperlukan.

Semua sarana itu bisa dipersiapkan secara lengkap bila proses Tinai-Dia itu berlangsung lama (Dua – Tiga Minggu) di tempat yang jauh (biasanya disebut Somba Naya), tetapi jika hanya hendak adakan proses Tinai-Dia di dekat-dekat saja, maka hanya membutuhkan busur, anak-panah dan tambu. Ini adalah bahan dasar yang tidak boleh tidak ada dalam proses Tinai-Dia. Jika sudah persiapkan semua yang dibutuhkan seperti itu, maka selanjutnya mulai dengan perjalanan menuju tempat untuk melakukan proses Tinai-Dia.

Tempat Melakukan Tinai Dia
Prosese Tinai-Dia mulai dilakukan dengan membawa semua sarana yang telah di siapkan. Biasanya, orang yang melakukan Tinai-Dia sudah ketahui tempat-tempat yang biasa dilalui oleh kus-kus, yaitu; Nggama/nggamago (hutan sekitar bekas kebun yang ada dekat hutan besar atau di tengah hutan besar, tetapi dengan pohon-pohon yang relatif kecil dan pendek), Onemba (jalan kus-kus yang biasa dilaluinya pada malam hari. Jalan kus-kus ini biasanya terletak pada dahan kayu bagian atas yang saling menghubungkan dari arah kiri dan kanan jalan manusia), Boagimba (pohon besar yang biasa didatangi kus-kus untuk memakan kulit kayu itu, daunnya serta bermain-main di situ) dan Mboemba (jurang batu yang biasa didatangi kus-kus untuk mencari makanan). Lalu bagaimana proses tinai dia di tempat-tempat seperti ini?

Proses Tinai Dia
Ilustrasi Malam di tanah Orang Migani
Sesudah seseorang atau beberapa orang yang hendak melakukan Tinai-Dia itu (hanya laki-laki) berada di tempat-tempat yang disebutkan tadi, dia atau mereka mulai melakukan proses Tinai-Dia. Proses melakukan Tinai-Dia di tempat-tempat itu sesungguhnya berbeda-beda. Jika melakukan Tinai-Dia di Nggamago, orang berjalan keliling dengan membawa obor, mencari kus-kus dengan sangat teliti dan jikalau menemukan kus-kus bergerak sambil lari menjauhi orang di atas pohon, maka mereka menghentikan dia dengan menggoyangkan pohon-poho yang ada di sekitarnya lalu saat dia berhenti sejenak, saat itu lantas memanahnya.

Sementara di Onemba, itu orang melakukannya dengan memadamkan obor yang dibawanya tadi dan tinggal diam (tenang), menantikan kus-kus yang akan lewat di situ. Di sini, orang tidak diperbolehkan bercerita, batuk atau melakukan aktifitas lain yang bisa menggagalkan datang dan laluinya kus-kus di jalannya itu. Hal yang paling penting di sini adalah kesabaran orang dalam menanti kus-kus dan dengan teliti mendengarkan tanda-tanda datangnya kus-kus serta sikap berjaga-jaga tanpa rasa menggantuk yang amat tinggi (antusiasme). Dalam konteks kesiapan seperti ini, jika kus-kus lalui di jalannya yang dijaga, maka orang yang menantinya langsung memanahnya dengan busur dan anak-panah yang telah ia pegang erat-erat.

Kalau dilakukan di Boagimba, biasanya orang membawa obor lalu mengecek di boagimba itu, apakah ada kus-kus di pohon itu atau nihil? Jika ada, maka orang akan mengepungnya dan memanah. Demikian juga di Mboemba, di mboemba ini juga orang membawa obor lalu datang berdiri di tebing jurang batu yang disebut tadi, kemudian melemparkan batu atau potongan kayu ke dalam jurang batu itu dan ketika itu kus-kus yang ada di dalamnya pasti akan lari ke pohon yang ada di sekitar tebing itu, maka di saat ini orang memanahnya dan jika berhasil maka bisa mengambilnya di bagian dasar dari jurang batu itu.

Foto kus-kus hasil Tinai Dia
Proses Tinai-Dia seperti itu, biasa diwariskan dari generasi ke genasi hingga saat ini. Penjelasan ini mengandung arti bahwa saat ini, orang Migani masih terus menghidupi cara mencari dan menemukan kebutuhan lauk-pauk seperti ini (Tinai-Dia). Kenyataan seperti ini terbukti oleh karena jasa para orang tua Migani sejak dahulu hingga saat ini dalam memberikan pendidikan tentang Tinai-Dia yang efektif kepada anak-anak mereka. Pendidikan tentang Tinai-Dia yang efektif itu terjadi dalam bentuk kata-kata dengan memberi nasehat maupun lewat perbuatan nyata yang disebut nasehat tanpa kata-kata atau pendidikan tanpa kata-kata kepada generasi orang Migani.  

Demikianlah penjelasan tentang proses Tinai-Dia yang selalu dilakukan oleh orang Migani pada malam hari yang diterangi bulan di tanah orang Migani Dogandoga, Kemandoga, Mbiandoga dan Weandoga. Pertanyaan selanjutnya adalah melalui cerita tentang Tinai-Dia ini nilai apa yang hendak diajarkan kepada kita? Silahkan berefleksi!

Selanjunya kami hendak mengatakan "Ingatlah bahwa kehidupan ini seumpama Tinai-Dia”. Maka jalanilah hidup ini dengan semangat Tinai-Dia. Semangat Tinai-Dia adalah berusaha menanti, berjuang sungguh-sungguh supaya bisa mendapatkan hasilnya yaitu kebahagiaan hidup. Kebahagian hidup yang dimaksud adalah saat mencapai cita-cita kita yang dikehendaki oleh EMO[1], cita-cita yang Ia tanamkan dalam relung hati kita dan saat hidup menikmatinya hingga kembali bersatu lagi dengan-Nya di Hajii Emo.

Untuk itu, jangan lupa siapkan semua sarana yang diperlukan dalam mengusahakannya seperti, berbuat baik (berpikir positif, mau kerja keras, sabar, antusias, teliti, berani, trampil, taat pada pendidikan tradisi) dan berdoa (membangun hubungan yang harmonis dengan EMO melalui sesama manusia dan ciptaan lainya), sebagaiman orang Migani mempersiapkan sarana-sara Tinai-Dia dengan mantap untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Dengan ini kami akui bahwa kita bisa mencapai tujuan yang kita perjuangkan dalam hidup ini, yaitu kebahagian hidup di dunia dan keselamatan kekal ketika kita beralih dari dunia ini. EMO menyertai anda, Selamat “Tinai-Dia”, selamat berjuang!

Editor Yeskiel Belau





[1] EMO artinya “Yang Ilahi” atau Tuhan menurut Suku Migani.
Lokasi: Intan Jaya Regency, Papua, Indonesia

0 komentar:

Post a Comment

The Best

PENGERTIAN FILSAFAT