Video Of Day

Subscribe Youtube

Sunday, 11 November 2018

ASAL-USUL ALAM SEMESTA DAN MANUSIA MENURUT ORANG MIGANI

Foto Fransiskus Sondegau


Orang Migani mempunyai konsep tentang "Penciptaan" alam semesta dan manusia. Konsep yang dimiliki oleh orang Migani tentang penciptaan ini, diyakini benar-benar lahir dari sebuah kekaguman orang Migani sendiri terhadap keberadaan alam semesta ini beserta segala sesuatu yang berdiam dan membisu di dalamnya, yang juga memiliki keteraturan dan keindahan yang tak dapat dirumuskan dengan kata-kata, serta keunikan manusia di muka bumi ini termasuk dirinya sendiri yang memang amat sulit dipahami. Kekaguman orang Migani atas semua kenyataan seperti ini, biasa mereka ungkapkan dengan perkataan “Tiwao, EMO Ge Konoa-Kanoa Kago Ongga Dagamee”. Artinya: Heran Sekali atas Segala Sesuatu Yang Telah Diciptakan oleh EMO, dengan Keindahan dan Keunikannya masing-masing ini". 

Kekaguman yang diungkapkan lewat kata-kata itu biasa dibuktikan dengan ekspresi menggeleng-gelengkan kepala, bersiul, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan sangat cepat, bercerita kepada sesama dan lain sebagainya. Sehubungan dengan penjelasan ini, dalam memperluas kekaguman dan ekspresi terhadapnya yang ada, orang Migani mempunyai kisah yang amat menarik (mitos) tentang penciptaan alam semesta ini, beserta segala sesuatu yang membisu di dalamnya. Kisah yang dimaksud itu akan dikisahkan pada bagian berikut ini.

Pada mulanya, bumi berbentuk bulat, seperti buah labu (Nagambulu Obo Naga). Di dalam dunia yang berbentuk bulat seperti ini, segala yang ada, diadakan oleh Yang ADA dengan keindahan dan keunikannya masing-masing. Dunia pada masa itu, merasakan damai, aman, sejahtera dan segala yang ada, berada dalam keharmonisan dan satu kesatuan. Sebab, semuanya belum dipisah-pisahkan dan terbagi-bagi. Segala jenis ciptaan yang ada di dunia ini pun, bisa berbicara dan berdialog antara satu sama lain, seperti manusia. Orang Migani menyebut dunia dan tempat itu, dengan sebutan MBUBU-MBABA, yang artinya tempat atau pusat segala sesuatu yang ada, diadakan oleh Yang ADA atau Pengada (Ko noa ka noa wigiapa). Orang Migani menyebut yang ADA itu, dengan sebutan EMO.

Setelah segala ciptaan berkembang biak di dalam dunia yang berbentuk bulat itu, EMO (Ongga dega Me/Pengada) membelah dan membaginya menjadi dua belahan, yakni belahan atas dan belahan bawah. Belahan atas disebut dengan Langit, dan ditempatkan di atas sebagai atap. Sedangkan belahan bawah disebut dengan Bumi, dan ditempatkan di bawah, sebagai landasan atau pijakan. Dengan demikian, langit ditempatkan pada tempatnya (aiga deo toga aigapa hata), bumi ditempatkan pada tempatnya (mai deo toga maipa hata). Kemudian, segala isinya ditempatkan pada tempatnya dalam keindahan dan keunikannya masing-masing. Dan manusia pun ditempatkan pada tempatnya, berbeda dengan yang lain, dengan hak dan tanggung jawabnya.

Dalam situasi yang berbeda itu, terjadilah suatu revolusi. Segala sesuatu menjadi suatu keterpisahan dari keutuhan dan kesatuannya. Akibatnya situasi menjadi “kacau-balau”[1]. Maksudnya, langit dipisahkan dari bumi, gelap dipisahkan dari terang, setan dipisahkan dari manusia, binatang dipisahkan dari tumbuhan dan segala setuatu dipisah-pisahkan oleh EMO dari keutuhannya masing-masing.

Dalam situasi yang kacau-balau itu, Mai Bega dan Mai Du[2] pun keluar dari MBUBU-MBABA bersama anak-anaknya. Dengan peristiwa perubahan/revolusi secara total, langit dan bumi pun semakin menjauh dan meluas. Maka, Mai Bega dan Mai Du mengutus dan membagi anak-anaknya ke setiap wilayah yang ada di bumi ini. Dengan demikian, masing-masing anak membentuk bangsanya masing-masing dan memenuhi bumi. Akhirnya, anak-anak dari Mai Bega dan Mai Du inilah, manusia berkembang hingga saat ini, termasuk orang Migani sendiri.
Berdasarkan mitos singkat di atas, pandangan dan pemahaman orang Migani, bahwa pada mulanya, EMO menciptakan langit dan bumi, serta segala isinya. Setelah menciptakan, EMO menempatkan langit pada tempatnya, bumi pada tempatnya, alam pada tempatnya, penunggu pada tempatnya, hewan pada tempatnya dan manusia pada tempatnya, dengan hak dan tanggung jawabnya masing-masing.

Namun, manusia pada umumnya dan Orang Migani khususnya, penuh dengan nafsu akan kekayaan dan kepuasan diri. Berdasarkan nafsu itu, manusia cenderung untuk mengacau-balaukan dan merusak keindahan alam semesta di mana-mana; membisniskan keindahan alam di mana-mana seakan itu miliknya; dan menjual tanah di mana-mana. Semuanya itu, pelecehan dan menodai Karya Tangan EMO. Kita akan diadili, akibat perbuatan kita sendiri. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab kematian dan bencana massal di mana-mana di alam semesta ini dan di zaman ini.


Oleh Fransiskus Sondegau


[1]Segalanya mengalami kebinggungan, ketika diperhadapkan dengan situasi baru, perubahan secara total.
[2] Maibega terdiri dari dua kata yakni Mai dan Bega. Mai artinya tanah dan Bega artinya brung. Jadi arti lurusnya burung tanah, tetapi maksudnya seorang laki-laki yang diciptakan dari tanah. Begitupun nama Maidu. Mai artinya tanah dan Du artinya air. Jadi arti lurusnya tanah air,  tetapi dalam budaya Migani, Du selalu ditujukan kepada nama perempuan dan Bega selalu ditujukan pada laki-laki. Oleh sebab itu, Maibega arti filosofisnya adalah seorang laki-laki sejati yang diciptakan dari tanah, yang akhirnya menjadi bapa segala bangsa. Dan Maidu arti filosofisnya adalah seorang perempuan yang diciptakan dari tanah, yang memberi kehidupan kepada segala bangsa (semua manusia), bagaikan air yang pada hakekatnya memberi kehidupan kepada segala ciptaan yang ada di bumi,yang menjadi ibu segala bangsa. 
Lokasi: Intan Jaya Regency, Papua, Indonesia

2 comments:

The Best

PENGERTIAN FILSAFAT