Video Of Day

Subscribe Youtube

Saturday, 13 July 2019

KONSEP MEGO MENURUT ORANG MIGANI DAN MAKNANYA DALAM KEHIDUPAN ORANG MIGANI


Abstrak
Foto Yeskiel Belau
Konsep Mego menurut orang Migani dan maknanya dalam kehidupan orang Migani. Inilah topik yang telah saya bahas dalam tulisan ini. Pilihan membahas topik ini dalam tulisan ini dengan tujuan menggali konsep Mego, menemukan kebenaran tentang konsep Mego dan perkenalkan temuan tentang konsep Mego menurut orang Migani itu sebagai nilai filosofi lokal penting yang khas bagi mereka di dunianya. Dalam mewujudkan tujuan ini, saya   menggunakan metode wawancara dan studi pustaka dengan pendekatan ilmu Fenomenologi, Antropologi Budaya dan Filosofis. Dengan bantuan metode dan pendekatan ilmu-ilmu ini, saya menemukan bahwa konsep Mego sesungguhnya mempunyai hubungannya yang erat dengan filsafat barat dan karenanya konsep ini memuat makna filosofis yang amat mendalam bagi orang Migani.

Kata Kunci: Mego, Mego-Au, EMO, Pikiran, Makna.

1.    Pendahuluan
Manusia adalah makluk yang berakal budi. Sebagai makluk yang berakal budi, ia mempunyai keingintahuan yang tinggi dan kemauan keras sebagai sifat uniknya. Manusia yang memiliki sifat seperti ini dianggap sebagai makluk yang paling sempurna dari makluk penghuni bumi yang lainnya. Sebagai makluk yang sempurna ia mampu berkreasi menciptakan sesuatu dan membangun dunianya dengan baik adanya. Keberhasilan seperti ini tentu disebabkan oleh kemampuan otak, cara berpikir dan hasil pikiran yang dimaksud itu[1].

Berdasar pada penjelasan itu, benar bahwa manusia yang memiliki rasa ingin tahu sudah terbiasa dituntun oleh pikirannya untuk mencari tahu segala sesuatu yang menjadi misteri baginya. Dalam hal ini, biasanya manusia selalu bertanya “apa, bagaimana, mengapa begini dan begitu?”. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini hanya bisa dijawab dengan pikiran manusia. Pikiran manusia menuntun orang mencari tahu hingga menemukannya. Kemudian pengetahuan yang ditemukan dikombinasikan dengan pengetahuan yang baru, sehingga menjadi pengetahuan yang lebih baru lagi dan seterusnya. Inilah cara manusia membangun dunia, mengembangkan diri dan hidupnya di dunia ini sebagai makluk yang berakal budi[2]. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan suku bangsa Migani sebagai bagian dari makluk yang berakal budi? Pertanyaan ini akan dijawab dalam tulisan ini dengan bantuan beberapa petanyaan lain lagi, yaitu; seperti apa pikiran atau akal budi menurut orang Migani? Bagaimana maknanya (pikiran/akal budi) dalam kehidupan orang Migani yang mendiami Kabupaten Intan Jaya Papua?

Nilai filosofi yang bersifat lokal[3] dalam budaya Suku bangsa Migani amat berhubungan dengan Mego. Mego artinya pikiran manusia. Maka orang Migani yang dalam dirinya terdapat Mego ini, meyakini secara sungguh bahwa semua rumusan nilai budaya yang telah tertata rapih dalam budaya mereka, yang senantiasa mereka hidupi dalam usaha meraih kesejahteraan hidupnya itu bersumber dari Mego ini. Artinya bahwa semua yang ada dalam kebudayaa orang Migani seperti; Amakane (salam damai), Hajii (konsep keselamatan), Nggane-Au (cinta kasih)), Pea Wogo Waya (ritual perdamaian), Jeba-Disia (rekonsiliasi), Hagomahitia (persatuan), Mai Wogo Waga Mindia (ritual perizinan), Dua Dia (kerja), Nduni (rumah laki-laki) dan Minai (rumah perempuan)[4] dan lain sebagainya adalah hasil cipta pikiran yang mereka sebut Mego ini.

Memahami akan gambaran umum di atas dan Mego yang telah melahirkan nilai-nilai itu, maka selanjutnya akan dijelaskan Mego secara khusus beserta maknanya dalam kehidupan orang Migani. Dalam mewujudkan tujuan ini, tulisan ini akan dimulai dengan pengertian Mego beserta penjabarannya, makna mego dalam kehidupan orang Migani dan penutup yang berisi kesimpulan.   

2.    Pengertian Mego
Kata “Mego” dalam bahasa Migani mempunyai arti “pikiran”. Kata pikiran dalam bahasa Indonesia berasal dari kata pikir, yang artinya “akal budi”[5]. Maka kata pikiran (Mego) dalam konteks ini kita pahami sebagai proses orang Migani berpikir tentang segala sesuatu. Segala sesuatu yang dimaksud adalah tentang diri sendiri, sesama, alam, Yang Ilahi dan segala kebutuhan hidup mereka sebagai manusia itu sendiri[6]. Dengan definisi ini, kita mengetahui bahwa pengertian Mego menurut orang Migani ialah pikirannya sendiri/akal budinya sendiri sebagai manusia.

Sehubungan dengan penjelasan pengertian itu, kita mengetahui bahwa melalui pikiran; Pertama, orang Migani dengan sadar dapat mengarahkan diri dan sesamanya kepada kebaikan sejati. Kedua, dengan sadar pula menjalin relasi yang harmonis dengan sesama, leluhur, alam dan dengan Yang Ilahi. Ketiga, menciptakan segala sesuatu yang mereka butuhkan dalam hidup sehari-hari. Keempat, mampu menyesuaikan diri dengan alam. Kelima, orang Migani menetapkan norma-norma hidup. Keenam, menghasilkan penghayatan-penghayatan khusus yang bisa membawa mereka pada kebahagiaan (keselamatan) hidup, yaitu; tatanan rumusan nilai yang telah disebutkan di atas. Semuanya menjadi mungkin oleh karena keingin tahuan orang Migani itu dituntun Mego yang dimaksud ini.

Pemaparan pengertian Mego dan pengaruhnya dalam seluruh aspek kehidupan orang Migani secara gari besar itu membuka wawasan kita untuk melihat lebih jauh tentang Mego. Melihat Mego lebih jauh berarti telusuri asal-usul Mego itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa kita dapat menemukan dia (sumber mego) yang ditelusuri dan menemukan maknanya secara jelas dalam seluruh aspek kehidupan orang Migani. Untuk mencapai tujuan ini, marilah kita mulai telusuri dengan melihat petunjuk asal-usul Mego dalam penggunaan kata Mego oleh orang Migani.

Berkaitan dengan hal itu, ada beberapa istilah yang selalu digunakan oleh orang Migani dalam berkomunikasi. Istilah-istilah yang dimaksud itu ada yang berperan seperti penunjuk arah kepada keberadaan asal-usul mego itu sendiri. Oleh karenanya, maka istilah-istilah yang dimaksud itu akan disebutkan di sini, yaitu; Mego-Tui/Hiwa (ada pikiran), mego tawa (tidak ada pikiran), mego enoa (pikiran dewasa), mego sao (pikiran belum dewasa), mego usua (pikiran terpuji), mego biga (pikiran tidak terpuji) dan Mego-Au (sumber pikiran) dan lain sebagainya. Istilah-istilah ini selalu digunakan oleh orang Migani dalam komunikasi sesuai dengan konteks tertentu. Dan, dari sekian istilah ini, istilah Mego-Au diyakini berperan sebagai penunjuk arah adanya asal-usul Mego[7]. Oleh karena keyakinan ini, maka Mego-au menjadi pokok pembicaraan berikut ini.

3.    Mego-Au
Mego-Au terdiri dari dua kata dalam bahasa Migani (Miga Dole), yaitu; “Mego” dan “Au”. Secara harafiah kata “Mego” artinya pikiran seperti yang dikatakan di atas. Sedangkan “Au” artinya sumber atau asal-usul. Maka secara mendalam dapat diartikan bahwa; Pertama, Mego-Au adalah sumber pikiran atau asal-usul pikiran. Kedua, Mego-Au ialah kekuatan pikiran dalam menggerakkan manusia Migani untuk bertindak dan memilih semua yang baik, benar, jujur dan yang adil. Mengerti akan penjelasan bagian ini, maka selanjutnya akan saya jelaskan Mego-Au sebagai sumber pikiran atau asal-usul pikiran dan Mego-Au sebagai kekuatan pikiran.

·      Mego-Au Sumber/Asal-usul Pikiran
Bagian ini akan dijelaskan dengan menelaah kebiasaan hidup suku Migani. Dalam hal ini, suku bangsa Migani senantiasa menjalani kehidupan mereka dengan kekuatan Mego-Au (sumber pikiran). Oleh karena seperti ini, maka pertanyaan selanjutnya adalah siapa sumber atau asal-usul pikiran itu? Pertanyaan ini menuntun saya dalam menyelesaikan bagian ini.

Dalam kehidupan sehari-hari, orang Migani selalu mengutamakan pikiran. Mengutamakan pikiran berarti bahwa Mego-Au itu mereka apriorikan dalam seluruh aktifitas hidup mereka. Oleh karena mengapriorikan Mego-Au ini, maka semua orang Migani mengetahui dengan baik bahwa semua pilihan hidup dan keputusan-keputusan orang Migani atas pilihan-pilihan itu pasti benar, baik, adil dan jujur. Namun dalam praktek hidup, ternyata ada orang yang memilih apa yang jauh dari pemikiran seperti ini, yakni; tidak benar, buruk, tidak adil dan bohong serta memutuskan itu untuk dilakukan, maka mereka yang bertingkah seperti itu senantiasa disebut sebagai orang yang Mego-Au Tawa (tidak ada pikiran/pumber pikiran)[8].

Identitas baru yang dikenakan kepada orang yang hidup tidak sesuai dengan Mego-Au itu mengandung makna kemarahan yang bersifat membangun. Kemarahan yang bersifat membangun berarti bahwa dalam kata itu telah memuat ajakan bagi orang yang bersangkutan untuk segera sadar dan mengakui bahwa tindakannya itu tidak sesuai dengan Mego-Au. Oleh karenanya maka orang seperti itu harus kembali kepada nilai-nilai hidup yang baik (kesadaran). Sehingga melalui sikap hidupnya yang baik itu, orang mengenalnya sebagai orang yang Mego-Au Hiwa. Kata hiwa artinya ada. Maka Mego-Au Hiwa berarti orang yang mempunyai pikiran, yang mempunyai sumber pikiran atau asal-usul pikiran dalam dirinya. Berikut ini adalah sebuah contoh yang bisa memperjelas bagian ini[9]:

“Bapak Linus menyuruh anaknya Yulius yang sedang bermain game, supaya ia segera belajar semua mata pelajaran yang akan diujikan pada SMP N.1 Sugapa – Kabupaten Intan Jaya. Namun Yulius tidak menghiraukan ajakan ayahnya, ia terus asyik bermain game. Oleh karena seperti ini, maka sekali lagi Bapak Linus mengajak anaknya dengan suara yang keras dan tegas. Kata Bapak Linus “Yulius engkau Mego-Au tawa (engkau tidak mempunyai pikiran sama sekali). Mendengar perkataan ini, anaknya lantas kaget, merasa malu dan lekas sadar. Yulius diam terpaku di tempat, kemudian sesudahnya ia mulai belajar tekun. Dengan proses ini, saat melaksanakan ujian di sekolah, Yulius pun mampu menjawab pertanyaan ujian dengan sesuai, sehingga dinyatakan lulus. Selanjutnya melihat keberhasilan anaknya, bapak Linus pun memujinya dengan berkata, “Yulius engkau Mego-Au hiwa (Engkau membunyai pikiran/sumber pikiran)”.

Demikianlah contoh yang bisa memperjelas keberadaan Mego-Au dalam diri manusia Migani dan kekuatan yang termuat dalam kata Mego-Au yang mampu mendarkan manusia seraya membawa mereka kembali kepada (kesadaran) kebaikan sejati. Bayangkalah, jika Bapak Linus tidak mengatakan Mego-Au tawa, pasti Yulius anaknya tidak akan belajar dan hasilnya pasti sangat menyedihkan, sehingga selanjutnya ia bisa hidup dalam banyak kesulitan.

Setelah menelusuri sepintas tentang peranan Mego-Au dalam hidup orang Migani, kita kembali lagi kepada pertanyaan tadi, siapa sumber Mego-Au/asal-usul Mego-Au itu? Sebetulnya jawaban atas pertanyaan ini telah dikemukakan melalui penjelasan di atas secara tersirat, tetapi supaya lebih jelas lagi, maka saya menjawabnya di sini pula. Jadi, Mego-Au yang diapriorikan oleh orang Migani dalam seluruh hidupnya itu mereka yakini bersumber dari EMO[10]. EMO adalah nama Wujud Tertinggi atau Yang Ilahi menurut suku mereka. Hal ini berarti bahwa Yang Ilahi menurut mereka inilah sumber dan asal-usul Mego-Au. Oleh karena seperti ini, maka orang Migani mempercayai akan adanya muatan dua pemahaman yang mempunyai pengaruh besar pada aktifitas pikiran mereka, yaitu; pikiran murni dan sumber pikiran murni itu sendiri.

Sesudah mengetahui penjelasan itu, akhirnya kita mengetahui bahwa dalam seluruh aktifitas hidup orang Migani amat dituntun oleh pikiran murni dan asal-usul pikiran murni itu sendiri. Kedua hal ini tentu mempunyai peranannya yang khas sendiri. Peranan pikiran murni adalah membantu manusia mengungkapkan eksistensinya sebagai manusia melalui, perkataan, pebuatan dan sikap hidup. Sedangkan peranan asal-usul pikiran itu adalah menyediakan energi (seperti produsen) dan penyalur kekuatan (seperti distributor) kepada pikiran murni untuk menjalankan fungsinya secara profesional. Oleh sebab mengerti akan bagian ini, maka secara alamiah pikiran manusia Migani itu mempunyai hubungan yang langsung dengan sang sumbernya[11], yaitu; EMO. Maka berikut ini akan dijelaskan Mego-Au sebagai kekuatan pikiran.

·      Mego-Au Sebagai Kekuatan Pikiran
Kita telah mempunyai sejumlah pengetahuan tentang EMO sebagai asal-usul Mego-Au. Maka bagian ini, akan diperlihatkan pemahaman Mego-Au sebagai kekuatan pikiran orang Migani. Dalam hal ini, orang Migani menyakini bahwa Mego-Au mempunyai peranan besar dalam mengungkapkan eksistensi kemanusiaan manusia Migani dalam seluruh aktifitasnya. Hal ini berarti bahwa EMO sendiri yang memampukan pikiran orang Migani untuk mengungkapkan eksistensi kemanusiaannya. Eksistensi kemanusiaan mereka dapat mereka ungkapkan melalui; perkataan, pilihan tepat, perbuatan baik dan sikap hidup yang sesuai dengan kehendak EMO[12].

Dengan lalui proses seperti itu, aktifitas pikiran para pendahulu orang Migani menghasilkan nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan generasinya[13] saat ini. Hasil pemikiran mereka yang sedang dihidupi oleh orang Migani itu disebut sebagai kearifan lokal dalam budaya suku Migani, sebagaimana yang telah disebutkan pada bagian awal di atas. Maka sesuai dengan perjanjian, selanjutnya akan dijelaskan tentang makna Mego dalam kehidupan orang Migani.

4.    Makna Mego Dalam Kehidupan Orang Migani
Berdasarkan seluruh penjelasan tentang Mego, mulai dari pengertian dan penjabarannya yang terdiri dari Mego-Au, Mego-Au sebagai sumber pikiran atau asal-usul pikiran dan Mego-Au sebagai kekuatan pikiran di atas, saya akan koleksi apa yang menjadi makna dari penjelasan tentang Mego itu bagi kehidupan orang Migani dan kemukakan semua itu pada bagian ini dengan tujuan memperjelas makna konsep Mego yang dihayati oleh orang Migani dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa makna Mego dalam kehidupan orang Migani adalah kehidupan orang Migani sebagai manusia itu sendiri. Makna Mego ini cukup mendalam dan bersifat abstrak, maka akan disederhanakan pada bagian berikut ini.

Maksud makna Mego dalam kehidupan orang Migani yang disebutkan itu ialah Mego atau akal budi manusia Migani yang telah dijelaskan di atas itu merupakan satu-satunya hal substansial bagi keberadaan “hidup” manusia Migani itu sendiri. Pemahaman ini tentu, karena kenyataan membuktikan bahwa Mego orang Migani itu membuat dirinya lebih istimewa dari makluk lain di bumi ini. Keistimewaannya terlihat pada penggunaan Megonya dalam melihat keberadaan “hidup”, menerimanya dan mengembangkannya dengan penuh tanggung jawab.

Selanjutnya dengan kekuatan Mego itu, orang Migani melihat “hidup” yang sudah ada, bukan mengadakan hidup. Kemuadian mereka menerima hidup yang sudah ada itu dan mengembangkannya dengan penuh tanggung jawab. Hidup yang dilihat, diterima dan dikembangkannya ini diyakini diadakan oleh Yang Ilahi (EMO), yang disebut Megou-Au tadi. Berdasarkan keyakinan seperti inilah orang Migani melihat, menerima dan jalani “hidup” dengan mengapriorikan Mego sebagai dasar dari eksistensi kemanusiaan mereka.

Penjelasan bagian akhir itu mengandung arti bahwa keberadaan orang Migani sejak masa nenek moyang, hingga masa generasinya sekarang ini beserta segala atribut yang kita sebut kebudayaan mereka merupakan hasil dari Mego. Melalui Megolah orang Migani mengetahui asal-usulnya, menciptakan tradisinya, menciptakan sarana-sarana hidupnya, menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan menemukan pengetahuan-pengetahuan yang menunjang kehidupan mereka yang khas di alamnya yang khas pula. Dalam hal ini, katakanlah bahwa tidak ada sesuatu pun yang terdapat dalam kehidupan orang Migani begitu saja, semua ada oleh karena kekuatan Mego yang didayai oleh Mego-Au atau EMO sebagai sumber dan asal-usulnya.

Sehubungan dengan penjelasan itu, Mego yang didayai oleh EMO itu juga bermakna dalam mengungkapkan kemanusiaan manusia Migani itu sendiri dalam kehidupannya. Ungkapan ini dijelaskan lebih lanjut dengan pemahaman bahwa memang manusia Migani yang menggunakan Mego dalam memahami segala sesuatu di lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia Migani memproduksi sesuatu untuk hidupnya. Dengan demikian manusia Migani mampu melakukan perubahan dalam diri dan dunianya dan memang sebagian besar perubahan dalam diri dan dunianya merupakan akibat dari aktivitas Mego manusia Migani itu sendiri. Oleh karena kenyataan ini, maka sangat wajar apabila Mego diyakini sebagai konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia Migani di dunianya. Hal ini berarti bahwa tanpa Mego, kemanusiaan manusia Migani tidak mempunyai makna sama sekali, tetapi oleh karena keberadaan Mego dalam dirinya, maka hidup dan diri mereka di muka bumi ini menjadi bermakna hingga selama-lamanya.

Semua penjelasan mengenai makna Mego dalam kehidupan orang Migani itu bersifat garis besar yang bisa membantu kita memahami akan topik yang dibahas ini. Makna mego selebihnya bisa dilihat pada pembahasan sebelumnya. Kirannya upaya ini menambah wawasan setiap kita tentang pengetahuan Mego menurut orang Migani dan maknanya bagi mereka.

5.    Penutup
Konsep Mego adalah paham pikiran menurut suku bangsa Migani yang mendiami wilayah Dogandoga, Kemandoga, Mbiandoga (Kabupaten Intan Jaya) dan Weandoga (Kabupaten Paniai – Propinsi Papua. Konsep Mego yang dipahami pikiran ini didefinisikan sebagai proses orang Migani berpikir tentang segala sesuatu. Segala sesuatu yang dimaksud adalah tentang diri sendiri, sesama, leluhur, alam, Yang Ilahi dan segala kebutuhan hidup mereka sebagai manusia itu sendiri.

Konsep Mego yang memuat pemahaman seperti itu diakui bersumber dari Yang Ilahi, yang juga orang Migani sebut dengan nama EMO. Oleh karena pengakuan seperti ini, maka selanjutnya keyakinan akan adanya kontribusi daya kepada Mego oleh EMO ini untuk menjalankan fungsi Mego secara profesional pun tidak diragukan. Artinya bahwa EMO mempunyai peranan utama dalam keberadaan Mego dan sebagai penyedia daya bagi orang Migani untuk berekspresi sebagai ungkapan eksistensi kemanusiaan manusia Migani.

Berpijak pada kekuatan itu, selanjutnya Mego berperan aktif dalam memberikan makna yang cukup signifikan dalam seluruh aspek kehidupan orang Migani. Keberadaan Mego bagi orang Migani adalah hidupnya sendiri. Maka dalam dirinya Mego berproses untuk menerimanya daan jalani hidup itu dengan penuh tanggung jwaab sebagai ungkapan eksistensi kemanusiaan manusia Migani itu sendiri.

Dafrat Pustaka
Frans Magnis Suseno. 1991. Berfilsafat Dari Konteks. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama.
--------------------------. 1992. Filsafat Kebudayaan Politik: Butir-Butir Pemikiran Kritis. Jakarta. Gramedia.
J.H. Rapar. 2002. Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Agustinu dan Machiavelli. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.
Mark B. Woodhouse. 2000. Berfilsafat Sebuah Langkah Awal. Yogyakarta. Kanisius.
Natalis Tabuni. 1997. Relasi Orang Migani Dengan EMO. Jayapura. STFT “Fajar Timur”.
Pius A. Partanto, Trisno Yuwono. 1994. Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya. Arkola.

Daftara Nama-Nama Informan
No.
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Alamat
1.
Abraham Selegani
65 Tahun
Laki-laki
Pewarta Tua I
Intan Jaya
2.
Dominikus Belau
28 Tahun
Laki-laki
Tokoh Pemuda
Intan Jaya
3.
Hendrikus Belau
32 Tahun
Laki-laki
Pewarta Muda
Intan Jaya
4.
Linus Belau
65 Tahun
Laki-laki
Tokoh Adat
Intan Jaya
5.
Markus Ulau
63 Tahun
Laki-laki
Pewarta Tua 2
Intan Jaya
6.
Mosses Belau
47 Tahun
Laki-laki
Dokter
Jayapura











[1]J.H. Rapar. Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Agustinu dan Machiavelli. (Jakarta:PtnRajaGrafindo Persada, 2002).hlm.292.
[2] Mark B. Woodhouse. Berfilsafat Sebuah Langkah Awal. (Yogyakarta:Kanisius, 2000).hlm.15.
[3]Sumber tentang budaya orang Migani sangat sulit ditemukan, kecuali skripsi-skripsi yang pernah dituliskan. Maka tulisan ini bertolak dari skripsi-skripsi yang ada dan merupakan hasil refleksi sendiri atas kebudayaan saya sendiri serta wawancara dengan tokoh-tokoh orang Migani yang dipercaya melalui Telepon.
[4]Hasil Wawancara dengan Bapak Markus Ulau (Pewarta Tua) di Stasi Baitapa - Intan Jaya, Papua melalui Telepon Seluler, pada Sabtu 04 November 2018, jam 03.45 WIB.
[5]Pius A. Partanto, Trisno Yuwono “Kamus Kecil Bahasa Indonesia” Arkola Surabaya, 1994. hal. 365.
[6]Hasil Wawancara Bapak Moses Belau di Jayapura melalui Telepone Seluler, Senin, 5/11/2018:02:20 WIB.
[7]Hasil Wawancara dengan Abraham Selegani “Pewarta Tua Stasi Baitapa” Intan Jaya-Papua melalui HP. Pada Senin, 05 November 2018,pukul 05:20 WIB. 
[8]Hasil Wawancara Dominikus Belau melalui Telepon Seluler di Desa Puyagia, Intan Jaya, pada 04/11/2018:01:15 WIB.
[9]Hasil Wawancara dengan Bapak Linus Belau melalui Telepone Seluler di Desa Puyagia, Intan Jaya - Papua, pada Minggu 04 November 2018, pukul 12:30 WIB.
[10]Natalis Tabuni, Relasi Orang Migani Dengan EMO. (Skripsi. STFT “FT” Jayapura, 1997).hlm.10.
[11]Bdk.Frans Magnis Suseno. Berfilsafat Dari Konteks. (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1991).hlm.81-99.
[12]Hasil Wawancara dengan Bapak Hendrikus Belau Pewarta Stasi Baita melaui HP pada Selasa 06/11/2018.
[13]Bdk.Frans Magnis.Filsafat Kebudayaan Politik:Butir pemikiran Kritis. (Jakarta: Gramedia, 1992).hlm.23.


Lokasi: Intan Jaya Regency, Papua, Indonesia

0 komentar:

Post a Comment

The Best

PENGERTIAN FILSAFAT