Mgr. John Philip Saklil Pr. |
Tanggapan Uskup
Keuskupan Timika Mgr. Jhon Philip Saklil Pr, terhadap Kebijakan Pemerintah
melalui dinas Pendidikan Kabupaten Mimika – Papua, yang menyatakan bahwa “Tahun
Ajaran Baru 2019/2020 dan seterusnya guru-guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak
akan mengajar lagi di sekolah-sekolah swasta (yayasan). Berikut ini adalah tanggapan Bapa Uskup dan suaranya bisa dengar di sini: https://youtu.be/CO5uHvolO94.
“Saya Uskup Keuskupan
Timika, telah membaca dan mendengar dari berbagai pihak bahwa ibu kepala dinas
pendidikan Kabupaten Mimika hendak menghentikan bantuan dengan menarik
guru-guru PNS dari sekolah-sekolah swasta Kabupaten Mimika pada Tahun Ajaran
Baru 2019.
Gereja Katolik
memiliki kurang lebih 50 (lima puluh sekolah) swasta dan juga dari lembaga
Gereja Protestan serta Gereja lain juga punya sekolah, yang notabene jumlah
sekolah-sekolah swasta lebih banyak dari sekolah negeri di Kabupaten Mimika.
Dengan menghentikan
bantuan dan menarik guru-guru PNS, maka akibatnya banyak sekolah swasta akan
ditutup atau tidak ada proses belajar mengajar, khususnya di kantong-kantong
masyarakat lokal di luar perkotaan.
Saya setuju kalau
pernyataan kepala dinas pendidikan yang mewakili Pemerintah kabupaten,
pemerintah Propinsi dan Pemerintah Negara Republik Indonesia, sejauh negara
telah siap bertanggung jawab atas pendidikan bagi anak bangsa.
Pertanyaan saya,
apakah Pemerintah telah siap mengakomodir sekolah bagi ribuan anak-anak didik?
Mengapa Pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan resmi? Dan, secara bertahap
serta membuat kesepakatan dengan para pengelolah sekolah-sekolah swasta? Atau
para pihak lain untuk ambil alih dan bertanggung jawab atas keselamatan
generasi bangsa?
Kalau kebijakan
kepala dinas pendidikan Kabupaten Mimika adalah kebijakan pribadi, maka sudah
sepantasnya digugat, karena telah dengan tahu dan sengaja merongrong wibawa
negara dan membodohi generasi, tidak sesuai dengan semangat mencerdaskan anak
bangsa yang tertuang dalam undang-undang 1945.
Selama ini, kami
pihak lembaga keagamaan dan swasta lain ikut bertanggung jawab menyelenggarakan
pendidikan, karena pemerintah belum siap mengakomodir pendidikan bagi semua
anak-anak bangsa. Dan, selama ini Pemerintah membantu sarana dan guru-guru PNS
di sekolah swasta khususnya di tanah Papua, karena Pemerintah tahu bahwa
sekolah swasta di tanah Papua khususnya di kantong-kantong masyarakat lokal
terisolir tidak mampu membiayai dirinya sendiri. Maka dengan menariknya
guru-guru PNS, maka banyak sekolah swasta akan ditutup, khususnya di luar
perkotaan atau tetap ada sekolah tetapi tidak ada proses belajar mengajar.
Sejauh manakah Pemerintah
telah membatalkan peraturan bersama Menteri P&P Republik Indonesia, Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia dan reformasi birokrasi serta
menteri Agama Republik Indonesia, nomor 5/7/PB2014, tentang “Penempatan Guru
Pegawai Negeri Sipil di sekolah swasta atau madrasa yang diselenggarakan
masyarakat dan memberi dukungan biaya bagi yang tidak berdaya”.
Sejauh manakah
Pemerintah Propinsi telah membatalkan Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang
“Otonomi Khusus” bagi propinsi Papua, pasal 56 tentang “Pengakuan dan Penghargaan
serta Memberi Dukungan atas Pendidikan di Propinsi Papua yang Telah Lama
Diselenggarakan oleh Lembaga Agama Sebelum Papua Bergabung dalam NKRI dan tetap
berhasil mendidik generasi Papua dalam sejarah”.
Maka itu, saya dengan
ini menyatakan “kekecewaan” atas pernyataan ibu kepala dinas P&P
Kabupaten Mimika. Dan, sekaligus saya juga “kecewa” atas kebijakan
negara, pemerintah atas tanah Papua khususnya di dunia Pendidikan” (End).
0 komentar:
Post a Comment