Oleh Yeskiel Belau
Foto Umat Paroki St. Fransisku Obano. Dokumen Yeskiel Belau |
“Kita
Berdamai Dengan Tuhan Dan Segala
Ciptaan-Nya”. Demikian tema sentral Perayaan Paskah Tahun 2016 ini bagi kami
umat Paroki St. Fransiskus Obano. Tema ini lahir dari diskusi mendalam bersama
tua-tua adat setempat dan para pewarta serta petugas Pastoral yang ada. Sejalan
dengan tema utama, peserta diskusi juga memilih sub tema “Kurban Dan
Kebangkitan Kristus Menjadi Kekuatan Kita Untuk Bersatu”.
Kedua
tema itu sangat sesuai dengan konteks kami saat ini di Paroki St. Fransiskus
Obano. Sebab konteks kami saat ini adalah sedang mempersiapkan upacara Rekonsiliasi Kampung, yang biasa kami
sebut dengan nama Witogai Kamuu.
Upacara yang sedang kami siapkan ini mempunyai tujuan yang sesungguhnya sudah
terungkap dalam tema tersebut. Memang kami sedang mengusahakannya supaya
selanjutnya kami berdamai dengan Tuhan dan segala Ciptaan-Nya. Sehingga pada
akhirnya persekutuan kami dengan sesama, leluhur, alam dan Tuhan terpancar dari
kampung kami sendiri.
Foto umat beserta ragam bibit tanaman pada Miggu Malma. Dokumen Yeskiel belau |
Dalam
perayaan itu, Pastor Maipai Pr.
mengajak umat untuk menyadari diri sebagai petani yang termulia di hadapan
Allah. Sebab dengan kariernya, para petani turut ambil bagian dalam karya
penciptaan Allah (Ugatamee). Juga
bersyukur kepada Ugatamee, dengan
mengangkat apa yang senantiasa menghidupkan kami (bibit-bibit) atas kebaikan
dan kesediaan-Nya masuk ke dalam hidup dan hati para petani sebagai Raja. Bibit-bibit
tanaman yang dikumpulkan itu juga merupakan lambang persembahan keutuhan diri
para petani bagi Sang Raja, yang memasuki Yerusalem hidup dan hati para petani
termulia.
Bibit-bibit
tanaman lambang diri para petani, yang juga diangkat untuk menghormati Sang
Raja Damai itu terdiri dari bibit petatas (nota),
keladi (nomo), tebu (eto), bibit pisang, jagung, sayur lilin
dan sayur-sayur lain sebagainya. Katakan saja bahwa para petani sudah
menyiapkan semua jenis bibit yang ada di rumah dan kebun mereka. Maka Pastor
Paroki memohon Ugatamee memberkatinya
dengan berdoa, memberi berkat serta mendupai.
Sesudah
upacara pembukaan Minggu bibit di Emawaa
Maipai, umat yang dijuluki para petani termulian itu bersama pemimpin
perayaan berarak memasuki gedung Gereja. Sementara itu, para petani termulia
yang lain mengiringinya dengan tari-tarian khas budaya suku bangsa Mee. Dalam proses ini, para petugas lain
membentangkan dedaunan hijau di jalan yang akan dilalui, hingga di dalam
Gereja. Di dalam Gereja, mereka mengalasi jalan menuju panti Imam dan menghiasi
sekitar altar dengan dedaunan bibit-bibit tadi. Kemudian perayaan dilanjutkan
dengan Liturgi Sabda dan Ekaristi Kudus. Perayaan ini ditutup dengan berkat
meriah oleh Pastor Paroki dan nyanyian yang berciri khas suku bangsa Mee.
Perayaan
Kamis Putih, kami rayakan dengan bakar batu seekor babi seharga Tujuh Juta
Rupiah. Acara barapen ini dipimpin oleh Petrus Pigai dan selesai tepat pukul
06.00 Waktu Obano. Dengan selesainya acara ini, maka selanjutnya semua umat
yang terkumpul siapkan diri untuk mengikuti perayaan Kamis Putih di Aula Paroki
yang sudah disiapkan oleh Ibu Ance Pigai. Perayaan Kamis Putih dimulai jam
07.00 dan berakhir jam 11.30. Memang proses perayan ini cukup panjang, tetapi
bagi kami yang turut merayakannya terasa begitu cepat. Sebab bagian-bagian
liturgi yang kami lalui bernuansa budaya kami sendiri.
Foto Proses Perayaan Tobat. Dokumen Yeskiel Belau. |
Sesudah
pembasuhan kaki, berikutnya kami lanjutkan dengan upacara pertobatan. Upacara
pertobatan berlangsung seperti ini: Air milik setiap marga tadi disumbang
seukuran tiga gelas, kemudian ditampung dalam sebuah baskom sedang yang
berwarna putih dan di siapkan di depan altar. Tahap kedua, gusung seekor ayam
kampung yang berbuluh warna puti ke hadapan Pastor. Tahap ketiga, ayam itu dan
bahan pembuat api tradisional (mamo) diberkati oleh Pastor dengan doa singkat.
Tahap keempat, ayam itu dikorbankan dan darahnya dicampurkan dengan sumbangan
air tadi. Sementara proses ini berlangsung, petugas sudah memasang api dengan
mamo tadi di depan altar. Sesudah semua materi tersedia, maka tahap kelima umat
berarak maju ke depan dengan membawa sebuah kertas, yang bertuliskan susunan
dosa-dosa. Sesudah berhadapan dengan air dan darah ayam yang digabungkan itu,
mereka mencelupkan kertas tadi ke dalam dan membakarnya di api yang tersedia di
situ. Umat yang sudah melalui proses ini kembali ke tempat semula dan minum air
milik mereka yang sudah diberkati tadi. Tahap keenam, Pastor membuat tanda
salib di dahi umat dengan air dan darah yang dipaduhkan itu, dengan kata-kata
absolusi. Tahap terakhir, Pastor memberi absolusi secara umum.
Sesudah
upacara pertobatan, kami melanjutkan dengan proses pembaruan janji baptis.
Dalam proses ini, Pastor berdialog dengan kami (umat) dan sejanjutnya perciki
umat dengan air berkat. Kemudian Liturgi Sabda, Ekaristi dan Ritus penutup berlangsung
seperti biasa, tetapi bagian paling terakhir kami mengadakan upacara
penghormatan Tubuh Kristus (Tuguran).
Prosesi upacara tuguran dimulai dari tempat perayaan (Aula) menuju Tabernakel
yang sudah disiapkan di dalam Gereja. Di depan Sakramen Mahakudus ini, setiap
marga datang berdoa secara bergilir sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan
para pewarta.
Dengan
selesainya seluruh Liturgi Perayaan Kamis Putih itu, maka sebelum kembali ke
rumah kami masing-masing, kami menikmati perjamuan malam bersama. Perjamuan yang
kami nikmati ini adalah makanan hasil barapen tadi, yang terdiri dari daging
babi, keladi, petatas, dan sayuran. Jenis-jenis makanan inilah yang pernah kami
santap bersama, sama seperti perjamuan Paskah Yesus bersama murid-murid-Nya di
Malam Terakhir itu.
Keesokan
harinya Perayaan Jumat Agung dilangsungkan. Prosesi perayaan ini dipandu oleh
Orang Muda Katolik (OMK) setempat, dengan Jalan Salib Hidup. OMK Paroki yang
sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari bersama Frater Yesi ini, berarak ke
arena titik star Jalan Salib, sesudah make
up dan kenakan busana khas tempur.
Dengan
melihat kesiapan para pemeran drama Kisah Sengsara Yesus itu, panitiaa dan para
pewarta dibawah pimpinan Pastor Paroki pun segera mengarahkan seluruh umat ke
titik star Jalan Salib yang sama. Dan, tepat pukul 02.15 Waktu Obano, para
pemeran Jalan Salib maupun umat yang akan memaknai peristiwa itu telah siap di
tempat. Oleh karena itu, kami langsung memulainya dari perbatasan Desa Bado dengan Tipakotu.
Jalan Salib titik awal pada Jumat Agung. Foto Theodorus Pigai. |
Foto Pemeran Imam Besar dan para prajuritnya. Theo Foto. |
Foto pemeran Yesus dihadapkan pada pemeran Pilatus. Theo Foto. |
Foto pemeran Yesus disalibkan. Foto Theodorus P. |
Foto pemeran Maria dan sahabat-sahabatnya yang meratapi Jenazah Yesus. Foto Anton Pigai. |
Foto umat saat memberikan penghormatan kepada Salib Yesus. Fofo Yeskiel Belau. |
Perayaan
Malam Paskah dan Hari Raya Paskah pun kami rayakan dengan penuh suka cita dalam
nuansa budaya kami. Penjelasan mengenai kedua perayaan ini bersambung! Semoga Kurban
dan Kebangkitan Kristus Menjadi Kekuatan Kita Untuk Bersatu padu dalam “Kasih
Bapa, Putera dan Roh Kudus”. Amin.
0 komentar:
Post a Comment