Oleh Yeskiel Belau
Foto Penulis, Yeskiel Belau |
Perang antar marga itu terjadi akibat meninggalnya seorang
istri dari Bapak Saul Selegani. Istri
Saul yang meninggal karena “sakit” itu bernama Elisabeth Sani. Maka, “ketika pihak keluarga Sani mendengar berita duka anak mereka, lantas mereka mendatangi
pihak suami dan melakukan aksi keributan, hingga berujung pada perang ini”
sahut tokoh masyarakat bapak Agus Belau
lewat alat komunikasi yang sama.
Alasan pihak keluarga perempuan mendatangi pihak
laki-laki dan melakukan aksi keributan itu dijelaskan oleh Dominikus bahwa; Pertama,
pihak laki-laki belum bayar belis (maskawin) dalam bentuk uang, babi dan kulit biya, sebagaimana biasanya dalam tradisi Suku Bangsa Migani. Kedua,
saat ibu Elisabeth sakit, suaminya (Saul Selegani) pernah mengujungi
istrinya yang sedang sakit di rumah keluarga di Mamba dan sesudah beberapa hari kemudian, anak mereka langsung
meninggal dunia pada Hari Rabu, 12
September 2018.
Menanggapi alasan pihak marga Sani itu, pihak marga Selegani
pun mengatakan bahwa ibu Elisabet Sani
dinikahi dengan cara tukar perempuan. Perempuan yang ditukar dengan ibu ini
adalah Horolia Selegani, adik kandung
dari Saul Selegani sendiri. Oleh
kanena dia dinikahi dengan cara seperti ini, maka masalah ini harus kita
selesaikan dengan damai. Kami akan bayar dalam waktu yang dekat ini. Namun
pihak marga Sani sangat merasa kesal
dengan peristiwa itu, seperti ada sesuatu yang sangat sulit diterima. Maka
mereka menyatakan niat untuk tetap berperang.
Didorong oleh kekesalan dan kedua alasan di atas itu, “pihak
marga Sani pun langsung mendatangi
pihak marga Selegani, selama dua
hari berturut-turut; pada Hari Kamis, 13 September – Jumat 14
September 2018. Kemudian mereka mulai
melakukan aksi perang dengan memanah seorang pemuda dari pihak laki-laki di Kununggaupa Desa Puyagia. Sesudah memanah, mereka lari menuju Bogage sebagai wilayah benteng pertahanan
mereka. Sementara itu, pihak laki-laki yang diserang ini pun tidak mau
diperlakukan demikian. Mereka juga balik mengejar para penyerang dan membalasnya
dengan memanah seorang pemuda dari pihak marga Sani. Dengan ini, maka selanjutnya perang semakin memanas dan mulai
saling menyerang sepanjang hari selama dua hari itu. Pada hari Sabtu dan
Minggu, kami tinggal berjaga-jaga saja, tetapi pada hari Senin ini perang sedang
dilanjutkan hingga sore ini”, Dominikus
Belau menambahkan penjelasannya.
Dalam perang itu, dikabarkan bahwa beberapa orang dari
kedua kubuh telah terluka parah
termasuk sumber informasi ini yaitu; Dominikus
Belau. Ia memberi rincian bahwa
pihaknya enam orang terluka parah
termasuk dirinya. Demikian juga pihak marga Sani,
“tetapi untuk pihak lawan ini, belum bisa saya sebutkan nama-nama mereka, karena
belum ketahui secara pasti. Namun baru saja saya terima informasi dari Agen
Pesawat, Thomas Belau bahwa ia telah
mengirim dua orang dari pihak marga Sani
yang terluka parah ke Rumah Sakit Umum
Nabire tadi siang” katanya. “Kalau nama-nama korban di pihak kami yang saya
ingat itu, saya sendiri Dominikus Belau,
Norbertus Belau, Maret Nayagau, Martinus Ulau, Onius Selegani dan satu orang lain lagi yang namanya belum saya
ingat saat ini” lanjut dia.
Dari sekian korban pihak marga Selegani itu dikatakan Martinus
Ulau yang sedang berada dalam keadaan kritis.
Sehingga dikabarkan ia telah dikirim ke
Rumah Sakit Umum Kabupaten Nabire juga,
supaya ia pun mendapatkan perawatan intensif. Sementara korban lain masih berada di Kabupaten
Intan Jaya dan sedang mendapat perawatan seadanya dari Puskesmas setempat
(Distri Sugapa – Kabupaten Intan jaya).
Selanjutnya, kami berniat menanyakan informasi lebih
lanjut di seputar perang itu, tetapi gagal. Karena jaringan Telkomsel
di Kabupaten Intan Jaya terputus (Of)
sampai saat ini. Semoga kedepannya jaringan
kembali membaik, supaya kami melanjutkan proses menggali informasi lebih lanjut
tentangnya dengan komunikasi lewat Telephone
Seluler dan selanjutnya melengkapi informasi yang ada ini.
Kebiasaan saling membunuh dengan berperang itu secara moral tidak benar, apa pun alasannya.
Maka kami sebagai anak mereka yang peduli akan keharmonisan hidup antar semua
marga dalam Suku Bangsa Migani, sangat
berharap agar kedua belah pihak yang saling bertikai, yaitu; Masyarakat Desa
Puyagia dan masyarakat Desa Mamba itu, segera akhiri perak itu dalam waktu yang
dekat ini. Karena kami melihat bahwa kenyataan hidup mereka sudah sangat susah
dalam segala aspek. Dan, tentunya perang tersebut telah menambah kesusahan baru
lagi. Selanjutnya jika perang itu berlanjut terus, maka kesulitan hidup pun
tentu akan meningkat. Oleh karena dugaan ini, maka disarankan agar kedua kubu
yang bertikai merendahkan hati dengan mendengarkan; Pihak Gereja dan pihak keamanan lokal yang berusahan
menghentikannya dan sungguh-sungguh akhiri perang. Kemudian selanjutnya kedua
belah pihak selesaikan masalah itu dengan kepala dingin demi kebaikan bersama.
0 komentar:
Post a Comment