Video Of Day

Subscribe Youtube

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Thursday, 11 May 2023

UTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN DOGIYAI BELUM KETEMU PASTOR PAROKI TIMEEPA

 

Foto Bersama Umat Paroki St Yosef Deneiode

Saya Pastor Yeskiel Tawakidua Dole Belau Pr, dari suku Migani. Saya Pastor Paroki untuk dua Paroki, yaitu: Paroki Kristus Penebus Timeepa dan Paroki St. Yosef Deneiode. Jarak antara kedua Paroki ini bisa ditempuh dengan dua hari dalam perjalanan. Pergi bisa dua hari dan kembali pun bisa dua hari pula. Mau lewat mana? Lewat Degeadai? Atau Abouyaga? Bisa dipilih sesuai dengan ketersediaan tenaga.

Saya sebagai Pastor Paroki di dua Paroki itu, kebanyakan waktu, saya habiskan dalam perjalanan ke sana dan ke sini dengan jalan kaki. Dalam perjalanan, saya menyaksikan dan merasakan suka dan duka hidup umat saya sekaligus warga Kabupaten Dogiyai. Banyak sekali keprihatinannya, mulai dari kesehatan, pendidikan, akses jalan dan kesejahteraan hidup. Ini semua salah siapa dan mau bagaimana?

Pada pertengahan bulan Februari dan sepanjang bulan Maret, wilayah pelayanan saya (dua Paroki yang telah disebutkan tadi), dilanda wabah serampak. Mula-mula saya juga belum tahu, tetapi setelah dikonfirmasi, ternyata benar, puluhan anak balita meninggal dunia. Maka, saya laporkan kepada atasan saya, Pimpinan Keuskupan, Administrator Keuskupan Timika, Pastor Matrhen Ekowaibi Kuayo Pr. “Kenapa baru laporkan?”, kata Administrator.

Menurut beliau, mestinya dilaporkan lebih cepat, supaya anak-anak tidak berjatuhan dan itu benar. Hanya saja bahwa pihak Timpas setempat baru mengetahuinya, karena sebelumnya turut dalam kegiatan MuspasMee dan Misa Perdana Uskup Keuskupan Jayapura, Mgr. Yanuarius Matopai You di Paroki Epouto. Sepulangnya baru ketahui akan keradaan bahaya wabah tersebut di wilayah pelayanan saya, maka dilaporkannyalah ke Keuskupan. 

Laporan itu saya kirim dalam perjalanan ke Deneiode untuk persiapan Pengesahan Kuasi menjadi Paroki di sana. Saya mengetik laporan dan mengirim di bukit yang dapat signyal 4G, lalu dua orang yang hantar saya itu menunggu lama sekali. Perhitungan saya, selanjutnya akan masuk area tanpa signyal, maka bereskan hal penting itu selagi masih dapat signyal.

Membaca laporan saya, Pastor Antministrator Keuskupan langsung telpon saya. Saya pun menjelaskannya. Setelah beliau mendapat informasi, Keuskupan komunikasi dengan Pemerintah Kabupaten Dogiyai dan siap untuk mengirimkan Tim medis. Demikianlah, selanjutnya Keuskupan yang sudah koordinasi dengan Pemerintah Dogiyai dapat mengirim tim medis. Mereka datang dan melayani para pasien di Pusat Paroki.

Dalam perjalan ke Deneiode, saya menjumpai umat yang menderita wabah serampak di kampong Degeadai, Kampung Wowai, Kampung Ponaige dan di kampong Deneiode. Ketika saya bertemu, saya doakan, ambil data, foto dan rekam video tentang mereka.

Selanjutnya data-data itu saya olah dan serahkan ke Keuskupan. Mekanisme Keuskupan itu seperti ini, maka saya bergerak sesuai mekanisme Keuskupan. Setelah data masuk ke Keuskupan barulah pihak-pihak yang berkepentingan dapat berkomunikasi dengan pihak Keuskupan dapatkan data dan lain sebagainya. 

Seminggu berlalu dan korban terus berjatuhan terutama di wilayah-wilayah yang tidak terlayani, seperti: Wilayah Degeadai, Wowai, Ponaige dan Deneiode, maka saya melaporkannya kepada tiga wartawan, yakni: Wartawan Media BBC, Wartawan Media Tempo dan Wartawan Media Jubi. Dengan begini mapun laporan sebelumnya membuat banyak orang mulai mengetahuinya, lalu menaruh rasa kepedulian.

Selanjunya, pada akhir bulan Maret, saya cek lagi: ternyata wilayah-wilayah terisolir seperti: Degeadai, Wowai, Ponaige dan Deneiode belum juga terlayani sampai saat ini. Karena itu, saya membuat video informasi tentang wabah serampak, lalu upload di akun YouTube saya.

Banyak tanggapan nitizen terhadap kedua berita itu, ada yang berterimakasih, tetapi ada juga marah dan emosi, terutama pihak Puskesmas Timeepa. Sampai-sampai Kapus mengirim pesan secara pribadi, lalu marah dan memanggil saya dokter. Lebih lanjut banyak caci-maki di Group WA (Group Diskusi Timeepa). Mungkin juga di Group lain seperti biasanya, tetapi saya tidak mengetahuinya.

Saya sampaikan, pertama, “saya melaporkan situasi umat saya ke atasan saya” dan atas inisiatif atasan, yang lebih dulu sudah komunikasi dengan pihak pemerintah setempat dapat mengirim tim medis untuk memberikan pengobatan. Kedua, “saya menjelaskan kenyataan hidup umat saya sebenar-benarnya kepada ketiga wartawan itu setelah melaporkan terlebih dahulu juga kepada Keuskupan, untuk publikasikannya, sehingga mendapatkan perhatian dari publik, karena ini menyangkut isu kemanusiaan yang global”.

Pertanyaan saya, mengapa ada pihak yang marah dan emosi? Mengapa pihak Puskesmas Timeepa marah? Mengapa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dogiyai Marah? Apakah saya melangkahi saudara-saudara laporkan ke atasan saya di Keuskupan? Harusnya saudara-saudara yang laporkan ke Keuskupan?

Ingat bahwa saya tidak pernah melaporkan kepada pemerintah mana pun termasuk pemerintah Kabupaten Dogiyai, karena saya tahu siapa atasan saya. Wabah serampak juga adalah isu global, yang tidak bisa didiamkan, maka dimediakan seperti itu sebagai salah satu bentuk komunikasi, koordinasi untuk dapat menangganibya secepat mungkin.

Dalam bulan Mei ini, kepala dinas kesehatan Kabupaten Dogiyai mengirim anggotanya untuk bertemu dengan saya. Sebelumnya saya mempunyai kerinduan besar untuk bertemu dengan pihak dinas kesehatan. Namun, sayangya bahwa utusan itu datang ketika saya keluar. Karena itu, kami belum sempat ketemu.  Ada catatan yang ditinggalkan di atas meja saya di Pastoran. Catatan itu, saya foto dan tampilkan berikut ini:

Catatan Dinas Kesehatan Dogiyai

Bisa dilihat catatan kepala dinas kesehatan kabupaten Dogiyai. Beliau menulis bulan Maret, maksudnya waktu memuncaknya wabah serampak, yang juga mewartakan kejadian itu melalui media BBC. Sebenarnya ada juga Media Tempo dan Media Jubi, juga video pada channel YouTube, tetapi kepala dinas tidak singgung itu.

Dalam catan itu juga disampaikan bahwa wabah serampak dialami seluruh Papua tengah. Selanjunya disampaikan lagi soal koordinasi dan klarifikasi. Akhirnya beliau simpulkan bahwa masalahnya ada di koordinasi. 

Maksud catatan itu belum begitu saya paham. Silahkan dianalisa masing-masing. Hanya saja bahwa jikalau diminta tanggapan saya, tentu saja tanggapan saya sama dengan apa yang sebelumnya saya sampaikan, bahwa saya melaksanakan kewajiban saya dengan melaporkan situasi umat saya kepada atasan dan kepada publik melalui media itu.

Akhirnya saya punya kerinduan untuk bertemu dengan kepala dinas kesehatan.

Untuk diketahui, sesuai data kami, anak yang meninggal dunia akibat wabah serampak itu berjumlah 69 anak. Anak-anak ini dari berbagai kampung: kampung Timeepa 28 anak. Kampung Degeadai 13 anak. Kampung Ponaige, 5 anak. Kampung Deneiode 4 anak, kampung Toubaikebo 13 anak. Kampung Abaugi 6 anak dan Kampung Dioudimi 1 anak.

Jumlah itu umat Katolik saja yang berhasil didata. Jika ditambah dengan anak-anak yang belum didata, terutama anak anak dari dedominasi Gereja yang ada, pastinya akan membludak.

Saturday, 29 August 2020

Profil Yeskiel Belau

Foto Fr. Yeskiel Belau Pr.

Nama saya Yeskiel Belau. Saya lahir di Kampung Baitapa, tanggal 16 Agustus 1989. Saya dilahirkan sebagai bagian dari suku Migani. Kampung kelahiran saya itu berada di Stasi St. Petrus Baitapa, Paroki Missael Bilogai Keuskupan Timika - Papua.

Nama ayah saya adalah Linus Belau dan ibuku bernama Albertina Ulau (+). Kedua orang tuaku ini telah membesarkan saya di kampung Baitapa. Lalu sejak saya berumur 7 tahun, keluarga saya pindah rumah ke Stasi Pesiga (kampung dari ibu saya). 

Setelah sampai di sana, saya mulai masuk sekolah pada SD Inpres Pesiga. Proses belajar dan mengajar di sekolah ini tidak begitu efektif, sehingga anak-anak termasuk saya ini terus berada di kelas yang sama selama beberapa tahun. Oleh karena itu, saya pindah sekolah ke SD YPPK Bilogai. Pada saat saya sekolah di SD ini barulah panggilan menjadi Imam itu mulai tumbuh dalam hati saya. Dalam suasana ini, saya tamat SD tahun 2003.

Pendidikan jenjang berikutnya saya lanjutkan di SMP Negeri I Arso, Kabupaten Kerom. Jenjang pendidikan ini saya selesaikan tahun 2006. Selanjutnya saya diberi rekomendasi oleh Pastor Wilhelmus Sinawil Pr (orang tua angkat saya) untuk masuk Seminari Menengah Santo Frasiskus Asisi Waena – Jayapura, maka saya masuk Seminari Menengah dan lalui masa studi selama 4 tahun (dengan demikian tamat tahun 2010).

Pada tahun itu, saya lamar ke Keuskupan Timika sebagai calon Imam Diosesan Timika dan diterima Bapa Uskup John Philip Saklil Pr. Setelah diterima, saya diizinkan jalani masa Tahun Orientasi Rohani (TOR) tahun 2011 selama 1 tahun di Nabire (Wanggar saat itu) dan Studi pada Sekolah Tinggi Teologi Filsafat “Fajar Timur”, Abepura – Jayapura Papua, selama 4 tahun (2010, 2012 – 2015). 

Masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) saya jalani di Paroki St. Fransiskus Obano – Paniai Barat, sejak 23 Desember tahun 2015 hingga bulan Juni 2017. Setelahnya masa Tahun Orientasi Karya (TOK) saya jalani di Katedral Keuskupan Timika selama satu tahun (2017-2018). 

Dengan demikian tahapan studi calon Imam untuk jenjang S-1 sudah selesai, maka tahapan selanjutnya adalah studi pasca sarjana. Tahapan ini saya diizinkan Keuskupan untuk mengambil progam Magister Filsafaf pada Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang. Jenjang pendidikan ini saya lalui sejak tahun 2018 dan selesai tahun 2020. 

Seluruh perjalan hidupku itu ditopang oleh moto hidup saya: “Jangan takut, sebab Aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu (Mat. 28:4c). Moto ini selalu berbicara kepada saya dalam segala situasi, sehingga saya kuat, semangat dan gembira jalani panggilan Tuhan ini*.

Monday, 28 October 2019

PATER FRANS LISHOUT OFM PAMIT "JANGAN LUPA DOAKAN KAMI UMATMU" DI TANAH PAPU


Foto Spanduk Acara Perpisahan di Jayapura
JAYAPURA - Tak diduga beredar kabar tentang Pater Lishout (sapaan akrabnya) yang akan meninggalkan masyarakat Papua umumnya dan umat Keuskupan Jayapura khususnya.

Imam Allah yang sejak masih muda datang ke Papua sebagai misionaris itu akan meninggalkan kenangan yang tak terlupakan bagi umat Katolik di tanah Papua, khususnya bagi umat Katolik di Dekanat Pegunungan Tengah, tempat beliau menghabiskan banyak masa pelayanannya.

Ketika mendengar informasi bahwa Pater Lishout akan pamit ke tanah kelahirannya di Belanda, kelompok kategorial suku Hubula di kota Jayapura dengan antusias menyiapkan segalanya dan mengadakan misa syukur dan perpisahan dengan beliau di Kapela Yesus Pilamo Angkasa Jayapura Papua. Misa ini dipimpin oleh Pastor Paroki Katedral Keuskupan Jayapura, Pastor Robby Tandilinting Pr, didampingi sejumlah imam lainnya.

Tema yang diusung dalam misa syukur dan perpisahan itu adalah: “Aku Datang Bukan untuk Meniadakan melainkan untuk Menggenapi Nilai-nilai Budaya” (Bdk. Mat. 5:17). Tema ini  amat kontekstual dengan apa yang telah dilakukan oleh pater Lishout selama berkarya di tanah Papua ini. Beliau sejak muda berani meninggalkan tanah kelahirannya menuju tanah Papua sejak tahun 1963.

Untuk diketahui, Pater Lishout telah berkarya di Keuskupan Jayapura selama 56 tahun, dengan rincian: di Wamena 25 tahun, di Bilogai – kini Intan Jaya 7 tahun, pernah menjadi Rektor SPG Taruna Bhakti Waena dan juga Pastor Paroki Katedral Keuskupan Jayapura kala itu. 
Foto saat Misa Perpisahan di Jayapura

Seluruh hidup Pater Lishout sejak masa muda hingga kini berusia 84 tahun telah ia baktikan untuk umat Katolik Keuskupan Jayapura. Ia telah banyak menaburkan benih-benih Sabda Allah dalam hati manusia Papua agar semakin beriman kepada Allah Tritunggal Maha Kudus. Ia tidak hanya mewartakan Sabda Allah, tetapi juga mempraktekkan Sabda itu dengan berbagai tindakan nyata. Misalnya, beliau menulis kamus dalam bahasa Balim, menulis buku tentang Sejarah Gereja Katolik di Lembah Balim, menerjemahkan lagu-lagu liturgis dalam bahasa daerah Baliem dan sejumlah karya mulia lainnya yang tak dapat dihitung satu demi satu.

Rasanya berat untuk melepaskan Pater pergi ke tanah leluhurmu dan tentu pater pun mengalami pergumulan yang sama, berat rasanya meninggalkan tanah Papua; namun apalah daya. Pater harus pulang menghabiskan sisa hidupmu di Belanda berhubung faktor usia dan juga kondisi kesehatan yang masih belum pulih total. Kami berharap Pater tetap mendoakan kami umatmu yang ada di Tanah Papua ini khususnya umat Katolik di Keuskupan Jayapura.

Sampai jumpa Tete Pater, entah di mana.... Nopase waaa, Aita Amakanenee. Byeeeee!

Foto Pastor Frans Saat beri Sambutan Dalam Misa Pemberkatan Gedung Gereja Paroki Missael Bilogai Tahun 2017.

Oleh Seorang Imam Projo Pertama dari Paroki Bilogai, salah satu tempat tugas Pater Frans Lishout OFM kala itu. Salah satu faktor penulis menjadi imam adalah berkat benih Sabda Allah yang ditaburkan Pater Frans Lishout di wilayah Dogandoga, Kemandoga dan Mbiandoga, Paroki Missael Kammerer Bilogai, Intan Jaya.

Sunday, 28 July 2019

LAGU "AGO MIGANI"


A EMO GO MIGANI EMONGGA...
A EMO GO INTAN JAYA EMONGGA...

DIGI GO DOGA-NDOGA NE KEMA-NDOGA NE...
DIGI GO MBIA-NDOGA NE, WEA-NDOGA NE...

REFF:   
AGO MIGANI MENE TUMANGGA...
AGO MONI MENE TUMA GO TAWANGGA...
DOGOGO AME E... AGO MIGANIO HIMBIDE...2X.

BACK TO SOLO & TO FINISING.

FINISHING: 
SUKUKU ADALAH SUKU MIGANI...
SUKUKU BUKANLAH SUKU MONI...
JADI SOBATKU, SAPALAH AKU MIGANI...2X!

Tuesday, 16 July 2019

TANGGAPAN USKUP KEUSKUPAN TIMIKA TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH (DINAS PENDIDIKAN) KABUPATEN MIMIKA – PAPUA YANG HENDAK MENARIK GURU PNS DARI SEKOLAH SWASTA KE NEGERI


Mgr. John Philip Saklil Pr.
Tanggapan Uskup Keuskupan Timika Mgr. Jhon Philip Saklil Pr, terhadap Kebijakan Pemerintah melalui dinas Pendidikan Kabupaten Mimika – Papua, yang menyatakan bahwa “Tahun Ajaran Baru 2019/2020 dan seterusnya guru-guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak akan mengajar lagi di sekolah-sekolah swasta (yayasan). Berikut ini  adalah tanggapan Bapa Uskup dan suaranya bisa dengar di sini: https://youtu.be/CO5uHvolO94

“Saya Uskup Keuskupan Timika, telah membaca dan mendengar dari berbagai pihak bahwa ibu kepala dinas pendidikan Kabupaten Mimika hendak menghentikan bantuan dengan menarik guru-guru PNS dari sekolah-sekolah swasta Kabupaten Mimika pada Tahun Ajaran Baru 2019.

Gereja Katolik memiliki kurang lebih 50 (lima puluh sekolah) swasta dan juga dari lembaga Gereja Protestan serta Gereja lain juga punya sekolah, yang notabene jumlah sekolah-sekolah swasta lebih banyak dari sekolah negeri di Kabupaten Mimika.

Dengan menghentikan bantuan dan menarik guru-guru PNS, maka akibatnya banyak sekolah swasta akan ditutup atau tidak ada proses belajar mengajar, khususnya di kantong-kantong masyarakat lokal di luar perkotaan.

Saya setuju kalau pernyataan kepala dinas pendidikan yang mewakili Pemerintah kabupaten, pemerintah Propinsi dan Pemerintah Negara Republik Indonesia, sejauh negara telah siap bertanggung jawab atas pendidikan bagi anak bangsa.

Pertanyaan saya, apakah Pemerintah telah siap mengakomodir sekolah bagi ribuan anak-anak didik? Mengapa Pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan resmi? Dan, secara bertahap serta membuat kesepakatan dengan para pengelolah sekolah-sekolah swasta? Atau para pihak lain untuk ambil alih dan bertanggung jawab atas keselamatan generasi bangsa?

Kalau kebijakan kepala dinas pendidikan Kabupaten Mimika adalah kebijakan pribadi, maka sudah sepantasnya digugat, karena telah dengan tahu dan sengaja merongrong wibawa negara dan membodohi generasi, tidak sesuai dengan semangat mencerdaskan anak bangsa yang tertuang dalam undang-undang 1945.

Selama ini, kami pihak lembaga keagamaan dan swasta lain ikut bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan, karena pemerintah belum siap mengakomodir pendidikan bagi semua anak-anak bangsa. Dan, selama ini Pemerintah membantu sarana dan guru-guru PNS di sekolah swasta khususnya di tanah Papua, karena Pemerintah tahu bahwa sekolah swasta di tanah Papua khususnya di kantong-kantong masyarakat lokal terisolir tidak mampu membiayai dirinya sendiri. Maka dengan menariknya guru-guru PNS, maka banyak sekolah swasta akan ditutup, khususnya di luar perkotaan atau tetap ada sekolah tetapi tidak ada proses belajar mengajar.

Sejauh manakah Pemerintah telah membatalkan peraturan bersama Menteri P&P Republik Indonesia, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia dan reformasi birokrasi serta menteri Agama Republik Indonesia, nomor 5/7/PB2014, tentang “Penempatan Guru Pegawai Negeri Sipil di sekolah swasta atau madrasa yang diselenggarakan masyarakat dan memberi dukungan biaya bagi yang tidak berdaya”.

Sejauh manakah Pemerintah Propinsi telah membatalkan Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang “Otonomi Khusus” bagi propinsi Papua, pasal 56 tentang “Pengakuan dan Penghargaan serta Memberi Dukungan atas Pendidikan di Propinsi Papua yang Telah Lama Diselenggarakan oleh Lembaga Agama Sebelum Papua Bergabung dalam NKRI dan tetap berhasil mendidik generasi Papua dalam sejarah”. 

Maka itu, saya dengan ini menyatakan “kekecewaan” atas pernyataan ibu kepala dinas P&P Kabupaten Mimika. Dan, sekaligus saya juga “kecewa” atas kebijakan negara, pemerintah atas tanah Papua khususnya di dunia Pendidikan” (End).

The Best

PENGERTIAN FILSAFAT