Pengantar
Sepenggal kalimat di atas merupakan
topik utama dalam tulisan ini. Namun sebelum mengupas lebih jauh mengenai topik
di atas, maka penulis akan memberi gambaran umum mengenai hal-hal yang akan
dibahas dalam tulisan ini, yaitu antara lain: alam atau hutan Papua sebagai
paru-paru dunia saat ini, Krisis Lingkungan Hidup, Pemanasan Global, dan Bencana
Ekologi. Inilah poin-poin penting yang akan dibahas dalam tulisan ini. Untuk itu, mari kita menyatukan hati dan
budi untuk mencegah timbulnya dampak negatif yang siap mengancam alam dan
manusia Intan Jaya ini. Ingat !!! kapan lagi kalau bukan sekarang, siapa lagi kalau
bukan kita? Kita belum terlambat, mari kita lawan dengan hati dan budi; tidak
perlu dengan kekerasan.
Berikut pemaparan lebih lanjut:
A.
Hutan
Papua sebagai paru-paru dunia
Huta Papua dinobatkan menjadi
paru-paru dunia karena mampu menyerap karbon yang berbahaya bagi kehidupan
bangsa-bangsa di dunia. Kalau begitu pertanyaan yang pantas diajukan adalah:
Adakah kompensasi dari negara-negara di dunia bagi rakyat Papua yang sejak
dahulu menjaga hutannya dan kini menjadi berarti bagi kehidupan? Waktu berjalan
terus hingga saat ini alam Intan Jaya
berada dalam situasi terancam. Terancam karena berbagai faktor. Misalnya:
karena pembuatan pemukiman, perkantoran, perdagangan, jalan raya dan lebih
parah lagi adalah raksasa besar yang akan masuk di wilayah Intan Jaya yakni
pertambangan emas serta berbagai sarana dan prasarana lainnya.
Bila kita melihat lebih jauh
mengenai pertanyaan di atas, maka berbagai fakta menunjukkan bahwa masyarakat
Papua justru sangat menderita di atas tanahnya sendiri. Mengapa? Karena
kehidupan masyarakat adat Papua amat memprihatinkan. Kekayaan alam yang
melimpah susu dan madu tersebut, khususnya hutan Papua tidak lagi menjamin
hidup manusia Papua padahal sebenarnya hutan harus dimanfaatkan untuk
membangun Sumber Daya Manusia (SDM)
bukan sebaliknya.
Menurut Marshal Suebu, Pemimpin
Club Pencinta Alam Hirosi mengatakan, konsep alam bukan saja menyelamatkan
hutan, tapi yang terpenting adalah menyelamatkan hutan beserta kehidupan di
sekitarnya terutama manusia, demikian menurutnya. Kita perlu ketahui bahwa
menyelamatkan hutan atau alam Intan Jaya dari keserakahan dan keegoisan, sama
dengan menyelamatkan seluruh umat manusia yang ada di Intan Jaya. Karena alam
atau hutan Intan Jaya tersimpan potensi flora dan fauna yang memberi kehidupan
kepada masyarakat Migani dan ini sungguh luar biasa, karena tidak dijumpai di
belahan dunia lain.
B.
Krisis
lingkungan hidup
Kehadiran
PT. Freeport di Intan Jaya otomatis akan membawa dampak negatif terhadap
lingkungan hidup di mana kita semua tahu bahwa lingkungan hidup merupakan
tempat tinggal makhluk hidup baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Kehadirannya
tidak akan pertimbangkan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada demi anak cucu
masyarakat Migani karena mereka akan
menguras habis-habisan segala kekayaan yang ada di perut bumi Intan Jaya,
misalnya seperti: emas, tembaga, perak, tima, dan seterusnya itu.
Berikut
ini adalah hal-hal negatif yang akan mengancam alam dan manusia Migani karena
hadirnya PT. Freeport di Intan Jaya:
Ø Orang
Amerika dan Indonesia sebagai pencari emas, tembaga dan berbagai sumber daya
alam yang ada, mereka tidak akan memberi hormat sedikit pun pada penghuni hutan
seperti kus-kus, kasuari, babi hutan dan bahkan roh-roh yang melindungi alam
tersebut.
Ø Kehadiran
PT Freeport juga siap mengancam kehidupan alam dan manusia Intan Jaya karena
tentu saja mereka tidak akan memberi penghargaan dan malah gunung-gunung,
lembah-lembah dan sungai-sungai yang ada akan diobrak-abrik begitu saja tanpa
ganti-rugi yang jelas.
Ø Masyarakat
Migani lama-kelamaan akan punah seperti suku Aborigin di Australia karena
polusi udara yang kotor dan air yang telah tercemar akibat limbah pabrik yang
dialirkan ke sungai Dogabu, Wabu, Kemabu dan berbagai sungai lainnya yang ada
di Intan Jaya.
Ø Hutan
Intan Jaya sebagai paru-paru dunia dan tempat berburu bagi suku Migani akan
terancam dan bahkan musnah oleh karena kehadiran PT. Freeport .
Ø Masyarakat
Migani akan menjadi penonton melihat orang luar (Amerika dan Indonesia) berkuasa
dan menguras Sumber Daya Alam yang ada di Intan Jaya padahal SDA itu Allah/EMO ciptakan untuk orang Intan Jaya
nikmati sendiri.
C.
Pemanasan
global
Intan
Jaya sebagai salah satu kabupaten baru dari hasil pemekaran kabupaten induk
Paniai, tentu saja tidak akan terlepas dari arus globalisasi dan teknologi
informasi yang semakin canggih. Pada zaman modern seperti ini, manusia Migani ditantang
untuk menghadapi berbagai kemajuan atau perkembangan yang ada. Perkembangan
tersebut akan mengarah pada pembangunan fisik, misalnya seperti pemukiman dan
perkantoran. Dan akan lebih parah lagi kalau seluruh rumah para pengusaha dan
kaum kapitalis dilengkapi dengan rumah-rumah kaca yang nampak mewah. Hal ini
akan berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat Intan Jaya. Mengapa? Alasannya
adalah karena Suhu di Indonesia secara umum dan
kabupaten Intan Jaya secara khusus setiap tahun kian meningkat. Mungkin
tak terlalu banyak yang merasakan perubahan peningkatan suhu yang ada di
lingkungannya, hanya karena peningkatan suhu berlangsung secara perlahan. Di
lain sisi, banjir, longsor, tsunami dan beberapa kekuatan alam lainnya membuat
beberapa wilayah yang ada di Indonesia termasuk Papua semakin meningkat
intensitasnya. Beberapa peneliti menyatakan bahwa peningkatan suhu merupakan
sebuah akibat perubahan ekosistem dunia dan juga perubahan pada lapisan
atmosfer yang melingkupi bumi.
Pemanasan
global, dimaknai sebagai kejadian atas meningkatnya suhu rata-rata atmosfer,
laut dan daratan bumi. Dalam sejarahnya, planet bumi telah menghangat (dan juga
mendingin) berkali-kali selama 4,65 milyar tahun. Hingga kini bumi menghadapi pemanasan
global yang begitu cepat, yang oleh anggapan para ilmuwan disebabkan karena
aktivitas manusia sendiri.
Penyebab utama dari pemanasan
global yang terjadi adalah, sebagai berikut:
v Pembakaran
bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang
melepaskan karbondioksida. (Penyebab ini otomatis akan muncul kalau PT.
Freeport masuk ke Intan Jaya).
v Ada
juga gas-gas emisi lainnya, misalnya gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika
atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, maka ia akan semakin menjadi
insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke
bumi sehingga akan berakibat fatal bagi kehidupan alam dan manusia seluruhnya.
(Persoalan berbahaya mengenai rumah kaca ini benar-benar akan terjadi kalau
masyarakat Intan Jaya sendiri memberi tanah seenaknya kepada para pengusaha dan
kaum kapitalis untuk membangun rumah-rumah kaca yang mewah).
Pemanasan global memberi dampak negatif
terhadap milyaran manusia di bumi termasuk orang Migani yang mendiami wilayah
Intan Jaya. Demikian publikasi kedua Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun
2007. Laporan para pakar yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa,
salah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan bumi
sepanjang lima tahun mendatang. Hal ini akan mengakibatkan gunung es di Amerika
Utara mencair dan bila mencair lebih dasyat maka dunia berada dalam situasi
terancam. Semua persoalan di atas
otomatis akan terjadi di kabupaten Intan Jaya kalau masyarakat Intan Jaya sendiri
menjual tanah dengan sembarangan tanpa memperlakukan hak pakai.
D.
Bencana
Ekologi
Kehadiran PT. Freeport di Intan
Jaya otomatis akan membawa dampak negatif bagi kehidupan makhluk hidup beserta
lingkungan tempat dimana makhluk hidup itu berada. Kita perlu ketahui bahwa
bencana ekologi semakin sering terjadi di berbagai belahan di dunia termasuk
kabupaten Intan Jaya. Misalnya banjir, kekeringan, dan longsor telah menjadi
berita harian. Setiap tahun, berbagai daerah di Kalimantan Timur, termasuk
Papua sering dilanda banjir. Bahkan, banjir dan langsor telah menjadi sebuah
kejadian yang sangat luar biasa, karena telah terjadi dalam waktu yang lebih
lama dan wilayah yang lebih luas. Sementara beberapa daerah lain di Indonesia
mengalami kekeringan berkepanjangan. Tanah-tanah tak cukup baik untuk
diusahakan sebagai lahan pertanian. Krisis air bersih juga melanda
wilayah-wilayah tersebut.
Beberapa persoalan pokok di atas
akan terjadi juga di Intan Jaya kalau masyarakat Migani tidak waspada terhadap
kehadiran PT. Freeport. Kehadiran pertambangan emas di kabupaten Intan Jaya
secara tidak langsung akan memusnahkan kehidupan makhluk hidup terutama manusia
Migani. Mengapa? Karena kehadirannya akan mengakibatkan nyawa manusia melayang
melalui limbah penambangan, limbah pabrik, dan limbah industri serta berbagai
limbah lainnya yang di alirkan ke sungai-sungai yang merupakan sumber air bagi
orang Migani itu. Sedangkan binatang dan
tumbuh-tumbuhan yang hidup di Intan Jaya juga akan mengalami kepunahan karena
terjadi penebangan hutan secara besar-besaran demi kepentingan pembangunan dan
kebutuhan akan pemukiman, perkantoran, perdagangan, jalan raya serta berbagai
sarana dan prasarana lainnya.
Musnahnya makhluk hidup dan rusaknya alam Intan Jaya,
secara simbolik dapat dibaca sebagai kekalahan masyarakat Migani terhadap
kekuatan modal dan kekuasaan politik. Ingat!!!
Punahnya satu demi satu manusia dan alam Intan Jaya berarti pula satu langkah
menuju musnahnya budaya dan manusia Migani. Siapa mau kalau suku Migani punah
seperti orang Aborigin di Australia? Tentu kita tidak mengharapkan hal itu
terjadi pada suku kita karena tentu saja orang Intan Jaya juga ingin hidup
damai, aman dan tentram di atas tanahnya sendiri. Untuk itu, kita harus kompak
melawan iblis raksasa (Pertambangan Emas oleh PT. Freeport) yang siap menguras
Sumber Daya Alam yang ada di Intan Jaya
itu. Siapa lagi kalau bukan kita, kapan lagi kalau bukan sekarang.
Saya khawatir bahwa generasi muda
Migani tidak akan melihat lagi hutan yang tersimpan keanekaragaman flora dan
fauna yang luar biasa, yang tidak dijumpai di belahan dunia lain itu. Saya
yakin bahwa pasti generasi muda hanya akan mendengar cerita-cerita tentang
nikmatnya hasil buruan, indahnya alam yang mempersona, dan tempat berkebun yang
selalu memberi kehidupan. Mengapa demikian? Karena semua itu kini telah tiada
karena adanya kekuatan modal, kekuasaan politik dan kebutuhan pembangunan serta
kepentingan dolar oleh binatang-binatang buas itu (orang Amerika dan Indonesia serta
segelintir orang Intan Jaya yang tidak tahu malu dan tidak tahu adat).
Penutup
Secara singkat saya mau mengatakan
pada akhir tulisan ini bahwa masalah alam dan manusia Intan Jaya tidak bisa dibebankan kepada pihak
tertentu saja. Karena itu setiap orang yang berasal dari kabupaten Intan Jaya
diundang dengan hormat untuk melihat seluruh hidup, sikap dan tindakannya
terhadap lingkungan hidup dan manusia yang berdomisili di wilayah Intan Jaya.
Bertindaklah bijaksana, pekalah terhadap apa yang ada di sekitar, termasuk
lingkungan hidup dan terutama manusia dan coba tahu batas, sebelum semuanya
terlambat. Ingat!!! Kita masih punya kesempatan untuk mencegah semua persoalan
yang akan terjadi di Intan Jaya.
Majalah time mengeluarkan edisi khususnya (April-Mei pada tahun 2000)
tentang lingkungan hidup. Salah satu artikelnya yang berjudul “Condition Critical” melaporkan tentang
kondisi lingkungan yang makin menurun, antara lain makin rusaknya lahan
pertanian di berbagai Negara, makin meluasnya kawasan mati di berbagai kali dan
laut akibat aliran limbah kimia, hancurnya dasar laut karena penggunaan pukat
harimau, serta tingginya tingkat perusakan di sepanjang pantai.
Artikel di atas juga berbicara
tentang berbagai kecenderungan yang mengkhawatirkan; antara lain 50% lahan
basah sudah musnah, 58% terumbu karang dalam keadaan terancam, 80% grassland terancam penurunan kualitas,
20% lahan terancam menjadi padang pasir dan penyediaan air tanah makin menipis
di mana-mana.
Kalau persoalan-persoalan besar di
atas tidak diatasi oleh orang Intan Jaya secara umum dan Mahasiswa/I secara
khusus, maka kita jangan pernah bermimpi untuk bertahan hidup dalam waktu yang
lama karena otomatis kita akan punah seperti orang Aborigin di Australia. Jika
hal-hal di atas tidak ingin menimpa kita orang Intan Jaya maka marilah kita
satukan hati dan budi untuk mencegah dan mengatasi semua masalah itu. Ingat!!!
Kapan lagi kalau bukan sekarang, siapa lagi kalau bukan kita.
Mahasiswa pada Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi
“Fajar Timur” (STFT-FT),
Abepura-Jayapura-Papua